Hijrahkan Diri Kita

Tak terasa tahun baru Islam 1428 H telah datang. Kembali kita teringatkan bagaimana Rasulullah melakukan strategi perjuangan untuk menegakkan risalahnya. Meninggalkan kota Makkah menuju kota Madinah.

Sebuah strategi mewujudkan kondisi yang lebih kondusif sehingga memungkinkan panji-panji Islam berkibar dan ajaran-ajarannya bisa terwujudkan dalam keseharian hidup mereka. Dalam perjalanannya yang berjarak 450 KM, panas menyengat terlewati, begitu juga menembus malam yang gelap menyusuri bukit-bukit dan padang gersang. Semuanya itu dilakukan bukan karena rongrongan orang kafir Quraisy, tetapi dilandasi atas dasar perintah Allah SWT.

Dari perjalanan itu, sebuah tafsir bisa kita maknai. Tak sekedar perjalanan fisik semata, hijrah dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi juga perjalanan psikologis. Rela berkorban meninggalkan harta mereka dan kecintaan terhadap dunia demi membangun kekuatan baru.

Sebuah kekuatan yang menjadikan ukhuwah semakin erat antara kaum muhajirin dan kaum Anshor (Madinah). Sejarah telah membuktikan bagaimana persaudaraan itu terbanguan atas dasar ikatan iman yang mendasari saling membantu dan meringankan beban saudaranya. Sungguh, sebuah solidaritas yang kini tak mudah kita temui.

Di zaman kita kini, apa yang bisa kita petik dari sejarah hijrah itu..?

Ada sebuah hakikat yang sebenarnya bisa terpahami, bahwa hijrah kita kini adalah hijrah ma’nawiyah. Inilah hakikat sebenarnya hijrah. Meninggalkan segala kemungkaran dan kemaksiatan yang dilarang oleh Allah SWT. Sebagai panduannya, kita berpegang teguh pada Al-Quran dan sunnah nabi Muhammad SAW. Kita lepaskan nafsu syahwat yang membelanggu kita menuju pijar cahaya kebaikan. Inilah perjuangan kita kini. Meninggalkan jejak kejahiliyahan menuju ketaatan dan memanifestasikan keimanan kita agar menjadi rakmat bagi seluruh alam.

Untuk menuju kearah sana, kita bisa melakukannya dengan beberapa jalan;

Pertama, hijrah i’tiqodiyah, meninggalkan segala bentuk keyakinan, kepercayaan dan ikatan yang tidak dibenarkan oleh Allah SWT. Di zaman kita sekarang ini, wajah yang nyata adalah dosa-dosa syirik. Kita memberhalakan, menuhankan sesuatu selain Allah SWT. Meminta sesuatu dan pertolongan bukan kepadaNya, tetapi justru kepada makhluk, bahkan sesuatu yang tak bernyawa. Kita kadang tidak sadar bahwa telah menuhankan uang, mengukur segala sesuatu dengan uang sehingga tanpa kita sadai pula uang telah kita berhalakan, uang telah kita Tuhankan. Masyallah…

Atau barangkali ada di antara kita yang masih percaya dukun, mempercayainya bahwa dia bisa merubah hidup kita, meminta keselamatan, meramalkan jodoh, mencarikan barang yang hilang, meminta agar rizki bertambah dll. Sungguh inilah bentuk kekufuran yang nyata Saat ini kita perlu meninggalkan semuanya itu menuju keyakinan bahwa Allah SWT lah tempat kita meminta, tempat kita bersandar dan berserah diri.

Kedua, hijrah fikriyah, meninggalkan segala bentuk cara berpikir yang tidak sesuai dengan pola pikir Islami. Saat ini, kita dihadapkan pada cara berpikir sekuler-liberal ala Barat. Hegemoni cara berpikir semacam ini begitu kuat yang berusaha merobohkan sendi dan bangunan Islam. Jelas, kita mesti melawannya. Bukan dengan kekuatan fisik, tetapi dengan argumentasi yang ilmiah dan cara penyampaian yang baik. Untuk membentengi diri kita dan kaum muda kita, cara yang paling cerdas adalah dengan Ilmu.

Kaum muda Islam, terutama aktivis-aktrivis masjid, perlu ada yang menggeluti dunia pemikiran Islam karena belum banyak yang berkiprah di ranah ini. Berat memang dibandingkan dengan kajian seputar cinta dan nikah. Dakwah di dunia pemikiran Islam mengharuskannya bergulat dengan literatur, jurnal dan buku-buku yang kadang membuat kening berkerut.. Hal ini penting kita geluti agar kita dan kaum muda Islam tidak terjebak menerima begitu saja doktrin ala sekuler-liberal Barat. Jihad intelektual, inilah tugas kita kini.

Ketiga, hijrah sulukiyah, meninggalkan tingkahlaku yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Allah.. Berat memang, tapi ini konsekuensi logis karena kita seorang muslim. Apa jadinya ketika kita mengaku sebagai seorang muslim tetapi akhlak kita tidak mencerminkan akhlak Islami, lucu sekali. Nah, diawal tahun baru ini, jadikan momentum bagi kita untuk mengevaluasi sejauhmana tingkah polah kita selama ini.

Seringkah kita melanggar ketentuan Allah SWT. Kalau jawabannya ya, kini saatnya kita hijrahkan diri. Hijrahkan diri kita agar bisa menjadi muslim yang baik, muslim sejati. Menjadikan setiap detik adalah pejuangan untuk menegakkan panji-panji Islam agar tetap berkibar. Hiasi diri kita dengan aklah Islami sehingga menjadi manusia magnetis yang bisa menarik orang menuju cahaya Islam.

Saudaraku, inilah hijrah yang bisa kita kerjakan.
Dengan spirit tahun baru Islam ini, kita mulai hidup baru.
Hidup di bawah naunguan Al-Quran dan cinta Rasul.
Bukan sekedar memahaminya,
tapi mereflleksikan dalam keseharian hidup kita. Semoga.

Kota Purwokerto diawal tahun Sebuah pagi dengan semangat baru Semoga bisa menjadi muslim sejati