Kurban Bayrami

Pukul 1 siang waktu setempat kami sekeluarga tiba di Istanbul Ataturk Airport (Ataturk Havalimani). Cuaca musim dingin hingga 3°C yang menusuk kulit menyambut kedatangan kami. Tiga setengah jam perjalanan Jeddah–Turkey tidak terlalu membuat kami letih.

Kami dijemput oleh seorang gadis manis Turkey yang masih berumur sekitar 14 tahun. Kami memang menyewa mobil penjemput untuk mengantarkan kami sampai ke hotel. Gadis ini lalu menelepon seseorang melalui telepon selulernya. Kemudian dia menjelaskan kepada kami “driver” “father” dengan bahasa Inggris patah-patah dia berusaha menjelaskan kepada kami bahwa yang akan mengemudi kendaraan adalah ayahnya. Tak berapa lama, mobil van putih milik ayahnya pun datang.

Di tengah perjalanan menuju hotel, kami melihat suasana kota Istanbul yang indah. Kota Istanbul yang dingin membuat kami lebih merasakan suasana Eropa dibanding Asia. Masjid-masjid tua yang masih berdiri kokoh betul-betul membawa kami pada kejayaan Islam di abad 16 dan 17. Meskipun hari itu (tanggal 19 Desember) adalah hari raya Iedul Adha di Saudi, tetapi Turkey merayakan hari raya Iedul Adha pada keesokan harinya (tanggal 20 Desember). Kami ingin merasakan hari raya Iedul Adha di Istanbul yang konon mayoritas penduduknya (99%) adalah muslim. Hari Raya Iedul Adha di Turkey memang merupakan hari libur nasional selama 4 hari,

Pada hari itu (hari Raya) saya berkesempatan mengunjungi masjid Sulaymaniye, yang dibangun oleh Suleyman the Magnificent antara tahun 1550 dan 1557. Masjid ini dahulu tidak hanya sekedar tempat beribadah. Masjidnya dikelilingi oleh rumah sakit, dapur umum, sekolah, dan fasilitas lainnya. Kompleks ini dulu juga dipakai sebagai tempat memberi makan lebih dari 1000 orang miskin di kota Istanbul baik Muslim, Kristen maupun Yahudi setiap harinya.

Dari masjid Sulaymeniye kami menuju masjid Biru (Blue Mosque). Disebut Blue Mosque karena desain interior bangunan masjidnya berupa keramik Iznik berwarna biru. Iznik merupakan pusat mode keramik di zaman Ottoman di samping Kutahya. Masjid ini dibangun tahun 1609. Masjid dengan 6 minaret (menara) ini mengikuti desain arsitektur Makkah. Sungguh sangat mengagumkan arsitektur Islam sejak zaman dahulu.

Masjid Sulaymeniye dan Blue Mosque memiliki desain interior yang hampir sama, Di langit-langit kubahnya terdapat tulisan ayat Al-Quran, terdapat tempat muadzin mengumandangkan adzan, mihrab berbentuk anak panah (tanda arah kiblat) yang diukir di dinding, tempat imam memimpin sholat, mimbar (tempat imam berkotbah saat sholat jumat) yang berbentuk seperti podium dengan anak tangga setinggi 3 meter, dan tempat Sultan melaksanakan sholat yang aman dan terlindung.

Haghia Sophia terletak tidak jauh dari Blue Mosque. Gereja yang dibangun pada abad ke 6 ini dirubah menjadi masjid pada abad ke 15 oleh kesultanan Ottoman. Gedung tua berwarna merah bata ini ditambah bangunan minarat, mihrab, dan interior kesenian Islam lainnya sejak difungsikan menjadi masjid.

Bangunan ini sekarang sudah menjadi museum. Seni Byzantin dan Nasrani masihtampak jelas di beberapa langit-langit dan dindingnya. Lukisan Maryam yang memangku nabi Isa, gambar malaikat Jibril, John II Comnenus dan isterinya Irene masih terlihat sebagai saksi sejarah. Walaupun setelah dijadikan masjid, gambar-gambar itu ditutup, namun sekarang dibuka kembali. Subhanallah, penyebaran Islam yang dapat menaklukkan Istanbul saat itu membuat saya terkagum-kagum. Begitu banyak masjid tua di kota Istanbul.

Sekarang Turkey sudah menjadi negara yang sekuler. Kupon-kupon yang sayaduga merupakan kupon undian berhadiah 25 juta Turkish Lyra dijual bebas di pinggir jalan, pertanda perjudian dianggap biasa. Acara-acara TV seperti tidak ada sensor. Pada pagi hari Raya, kami tidak merasakan suasana Islam apapun. Tidak terdengar suara takbir dari masjid ataupun lapangan, walaupun tempat kami menginap di Pazartekke dapat mendengar suara adzan.

Takbiran hanya dijalankan setelah sholat wajib di masjid, itupun hanya beberapa saat. Karena hari raya ini jatuh di Bulan Desember, maka suasana Natal nya menurut saya jauh lebih terasa. Banyak pohon Natal di pusat-pusat perbelanjaan. Saya yang sempat melaksanakan sholat dhuhur di Blue Mosque– yang konon termasuk salah satu bangunan relijius terkenal di dunia– hanya diisi oleh sekitar 5 shaf laki-laki dan sekitar 10 orang wanita. Itupun saya rasa sebagian besar adalah turis yang sedang mengunjungi masjid.

Apalagi di masjid lain yang lebih kecil, jamaahnya lebih sedikit. Sungguh membuat hati saya miris. Wanita berjilbabnya masih bisa dihitung. Jauh dengan Indonesia yang alhamdulillah semakin pesat jumlah muslimah berhijabnya. Tidak ada hiasan kota atau acara apapun untuk menyambut hari besar umat Islam. Hanya terpasang spanduk putih bertuliskan Kurban Bayrami (hari raya kurban)…. di depan masjid-masjid dan pinggir jalan. Di negara muslim terbesar ke lima seluruh dunia…

Jeddah, 16 Dhulhijja 1428H