Malu Bila Tidak Puasa …

Seperti biasa, pagi kemarin setelah menjemput si sulung Alif dari sekolah, kami; saya, Alif dan Azka, putri bungsu saya mampir sebentar ke warung bule’ sayur. Adalah sebuah warung di dekat rumah yang menjual berbagai macam sayur mayur, lauk, buah, macam-macam bahan pangan, termasuk banyak jajanan lainnya. Ukuran warungnya cukup besar, sayur dan buah di jejer paling depan, tempat ikan dan ayam di dalam box besar, deretan bawang dan telur di belakangnya. Sesak dan rame pokoknya. Harganya tidak terlalu berbeda dengan di pasar, sehingga saya lebih suka memilih belanja di warung ini saja, selain repot juga lebih repot kalo harus bawa anak-anak. Bule’ sendiri adalah sapaan untuk si empunya warung. Kebetulan beliau orang Jawa.

Si Azka yang emoh di minta tinggal di mobil, merengek ikut dan minta di gendong. Setelah berbagai usaha pencegahan tidak jua dapat menyurutkan niatnya untuk ikut, jadilah ia sukses berada di gendongan saya. Bukannya apa-apa, Azka ini badannya dah berat banget, apalagi hari mulai terik dan sedang puasa. Ah, cobaan …;P Beruntung kaka Alifnya bersedia untuk menunggu di mobil saja, karena biasanya bila mereka sudah kompak ikut turun, warung bule’ akan semakin ramai dengan aksi kejar-kejaran mereka berdua.

Seperti biasa, sejak pagi hingga sore, warung bule’ini tidak pernah sepi. Selalu banyak pembelinya Semuanya sibuk dengan pilihan masing-masing. Ketika akan mengambil sayur di deret depan, seorang ibu hamil sedang berdiri di depannya. Menghadap ke meja yang banyak jajanan sambil tangannya menyuapkan makanan ke mulutnya. Saya tersenyum sambil menganggukan kepala, memberi isyarat meminta jalan padanya agar dapat menjangkau sayuran. “Oh, ya, silahkan” ujarnya membalas sambil bergeser sedikit.

Tiba-tiba si Azka menyeletuk. “ Ummi, tidak uasa, tidak uasa…” ujarnya. Saya tidak terlalu menghiraukan kalimatnya, karena asyik memilih sayur. Hanya menanggapi sekedarnya dengan kata iya.
“Ummi, liat ummi. Tidak uasa…tidak uasa…” Azka makin nyaring, sambil menarik-narik kerudung yang saya kenakan.
“ Iya, iya, Azka tidak puasa, ya?” Saya terpaksa menghentikan memilih sayuran dan memperhatikannya.
“ Unyan, itu loh ummi, tidak uasa”. Ujarnya lagi sambil menunjuk pada wanita hamil itu. Oh ya, unyan artinya bukan, dan uasa artinya puasa. Azka memang banyak perbendaharaan kata yang cukup ‘aneh’ 😉
Ia berujar sambil jemarinya menunjuk-nunjuk wanita hamil tadi, yang ternyata masih sibuk mengunyah nguyah makanannya.

Setelah mengambil sayuran, saya melewati kembali wanita hamil tadi. Ia kembali tersenyum membalas saya sambil menyodorkan jajanan yang di tangannya pada Azka. “ Ade mau kue? Ini tante kasih. Enak loh…”
“ Tidak oleh, uasa…, malu…” Azka membalasnya.
“Tidak apa-apa. Tante kan lagi hamil, ada adenya dalam perut tidak papa kalo tidak puasa. Ini, ayo di cicip”. Kali ini terkesan memaksa ia menyodorkannya ke mulut si Azka. Saya langsung melangkah menghindari. “Terima kasih, tante. Azka tadi sudah makan kue” ujar saya sambil berlalu.
Saya toleh si Azka yang bergelayut di bahu. Ia menutup mulutnya dengan telapak tangannya.

Tiba kembali di mobil, Azka langsung berkata pada Alif. “Kaka, iman ummi tidak uasa…mamam telus iman ummi itu loh”. Ujarnya dengan mimik muka serius.
“Oh, teman ummi ya? Tante siapa mi?” Alif balik bertanya pada saya.
“Bukan, itu, tadi ada tante di warung, dia sedang hamil, jadi tidak puasa”.
Saya menjelaskan.
“ Tapi makan di depan orang ya, mi?”. Saya mengangguk mengiyakan.
“Koq tantenya itu, tidak malu ya? Biar tidak puasa, kan tidak boleh kalo puasa makan di depan orang puasa ya, mi?”.
“Iya. Alif sama Azka tidak boleh begitu, ya?”
“Iya, Alif sama Azka kan makannya di dalam rumah aja…”

Terkadang memang, kondisi membuat kita terhalang menjalankan ibadah puasa. Wanita hamil yang saya temui di warung sayur tadi contohnya. Namun, menjaga adap dan suasana puasa itu sendiri, hendaknya sebisanya kita perhatikan. Karena sejatinya, puasa juga mengajarkan kepedulian. Tidak puasa? Maka berusahalah peduli kepada yang sedang menjalankannya. Bukankah berkah dari Ramadhan ini adalah tebaran pahalaNya? Jadi, bila tidak dapat pahala berpuasanya, maka ambilah pahala dari menghormati puasa itu. Karena bila bukan kita sendiri yang bersikap demikian, lalu siapa lagi?

Anak-anak memang cenderung lebih cepat bereaksi ketika mereka mendapatkan sesuatu di luar pelajaran yang mereka tahu. Terutama dua buah hati saya, Alif dan Azka yang langsung protes ketika melihat orang yang makan di depan orang lain ketika saatnya berpuasa. Malu, karena tidak puasa. Malu karena makan di depan orang yang sedang berpuasa. Bagi saya yang sudah jauh dewasa, sangat bersyukur. Karena protes itu, adalah bukti bahwa mereka mulai mengerti dan peduli. Alhamdulillah.

Rumah Cienta, 3Sept’09