Mengenang Sebuah Peringatan

Beberapa hari sebelum Ramadahan tiba, saya dan keluarga menghadiri acara silaturahmi masyarakat muslim Indonesia di salah satu kota di Jerman. Ketertarikan saya dan keluarga untuk mengikuti acara ini bukan hanya sekedar kepingin mencicipi berbagai hidangan tanah air yang biasanya tersedia di bazar makanan, tetapi juga ingin mendengarkan secara langsung latar belakang beberapa muallaf yang pada akhirnya memilih Islam sebagai jalan hidupnya dan tentunya juga di acara ini kita bisa berislaturrahmi dengan berbagai muslim dari seluruh penjuru kota di Jerman, sehingga bisa bertemu kembali dengan teman lama yang tinggal di lain kota.

Seperti biasa bila ingin bepergian jauh, dini hari aku sudah disibukkan dengan berbagai kegiatan menyiapkan barang-barang yang perlu dibawa, terutama untuk keperluan dua prajurit kecilku. Dan biasanya kalau mau bepergian, penyakitku kambuh, sulit makan karena terlalu sibuk menyiapkan berbagai keperluan dan rasa cemas takut ketinggalan kereta. Ketinggalan kereta jadi permasalahan serius bagiku karena biasanya kami berangkat berombongan biar karcisnya bisa patungan bersama dan jadwal kereta yang terlalu pagi. Biasanya kami memilih kereta jam 7 pagi karena perjalanan memerlukan waktu 4 jam-an sehingga bisa sampai di tempat tujuan tepat waktu. Kalau bagi saya sendiri dan suami berangkat jam 7 pagi tidak menjadi masalah, cuma bagi anak-anak sedikit repot karena mereka masih pulas tertidur, jadi bila bangun lebih dini biasanya mereka sedikit rewel terutama dalam persiapan.

Biasanya aku menyiapkan bekal untuk dimakan dikereta, sebagai pengganti sarapan dirumah. Tapi entah mengapa sepanjang perjalanan dikereta aku tidak merasa lapar sedikitpun, entah karena aku sudah cukup kenyang dengan beberapa suap sarapan pagi tadi atau karena asyik ngobrol dengan teman-teman dari kota lain yang bertemu dikereta yang sama.

Sampai di tempat tujuan, baru aku merasa lapar karena melihat bazar makanan Indonesia menghidangkan berbagai hidangan tanah air yang begitu menggugah selera, tapi sayangnya kami sudah tak punya waktu karena acara sudah dimulai. Walaupun di permulaan acara aku berhasil mencuri-curi waktu untuk menghabiskan satu sandwich buatanku sendiri, ternyata tak cukup untuk mengganjal rasa laparku. Walhasil karena sudah tertunda waktu makan, migrenku pun kambuh. Dan nafsu makanku seketika hilang. Walaupun peserta lain dengan lahapnya menyantap berbagai makanan yang mengundang selera, aku hanya makan dua buah risoles kue favoritku dan meminum segelas kopi. Kenapa segelas kopi? Ceitanya begini…

Aku adalah orang yang tak bisa minum kopi sama sekali, kalau minum kopi aku tak bisa tidur dan jantungku berdebar hebat serasa mau copot. Tapi pada suatu saat aku berkunjung kerumah seorang ibu mukimin di kota tempatku tinggal, aku disuguhi segelas kopi, dan aku coba untuk minum. Pada saat itu migrenku sedang kambuh. Biasanya bila migrenku kambuh sulit sekali untuk sembuh kecuali kalau aku istirahat, tidur dalam keadaaan gelap dan hanya tidur sampai si migren rela pergi meninggalkan diriku. Tetapi beberapa saat kemudian, migrenku berangsur- angsur pulih, yang mebuat aku senang luar biasa dan langsung mengambil kesimpulan, bahwa aku akan minum kopi kalau migrenku kambuh. Kupikir mungkin karena kaffein bisa mempercepat aliran darah kejantung, otomatis oksigen darah juga cepat tersebar keseluruh tubuh, termasuk ke otak. Sedangkan migrenku ini katanya karena suplay oksigen ke otakku yang sangat lambat. Entahlah… Aku tak ingin membahas masalah kebenaran medisnya yang jelas hanya gambaran itu yang ada dikepalaku.

Kembali ke topik semula, setelah minum segelas kopi sakit kepalaku agak ringan dan kuputuskan untuk minum segelas lagi biar bisa pulih sekalian. Karena dalam acara begini, di tempat yang jauh dari tempat tidurku, dengan perjalanan yang tidak sebentar dan migren dengan setia bercokol dikepala tentu sangat tidak menyenangkan. Tapi sampai akhir acara migenku tak kunjung pulih.

Di perjalanan pulang, di stasiun kereta kami melewati stand makanan yang juga menjual kopi. Seorang teman memesan segelas kopi dan aku pun ikut latah memesan segelas kopi dan kuminum habis sementara menunggu kereta tiba dengan harapan lagi akan membuat migrenku reda. Tetapi sepanjang perjalanan di dalam kereta migrenku semakin hebat, dan aku tak bisa bertahan, biasanya kalau migrenku sudah sampai tahap ini aku harus segera berbaring kalau tidak aku akan muntah-muntah. Akupun mencoba sedikit berbaring di kereta. Putraku yang berumur dua tahun dijaga oleh ayahnya dan si kakak yang berumur lima tahun sibuk bermain bersama teman barunya yang berasal dari kota lain yang tidak begitu jauh dari tempat kami tinggal. Aku tak bisa tidur tentu saja, hanya berbaring, lumayan migrenku tidak bertambah parah tapi juga tidak membaik. Dua kali aku pergi ke toilet karena mual yang tak tertahankan. Perjalanan yang cukup menyiksa bagiku. Celoteh si kakak bersama temannya yang sibuk menguji kemampuan hafalan surat-surat pendek mereka, membuat hatiku sedikit gembira karena dia bertemu teman yang dalam bayanganku seandainya mereka bisa sering bertemu bisa meningkatkan semangat anakku untuk menambah hafalannya, tapi sayangnya tak mampu menyembuhkan sakit dikepala kiriku.

Sesampainya dirumah sekitar pukul 11 malam aku begitu lega karena aku bisa istirahat, tidur, dan berharap esok pagi aku terbangun dengan keadaan sehat walafiat alias tanpa si migren. Sebelum tidur aku pergi ke toilet sebentar, tapi ternyata tak sebentar karena sampai ditoilet tiba-tiba dadaku sesak, aku tak bisa berdiri dan dadaku semakin sesak. Lirih, kupanggil suamiku, diapun menolongku berbaring ke tempat tidur. Tak kurasakan sakit dikepalaku lagi…migrenku tiba-tiba sembuh…. tetapi dadaku semakin sesak, aku tak bisa bernafas dan aku lupa bagaimana cara bernafas, ada tekanan yang sangat menyesakkan dadaku yang membuatku tak bisa menarik nafas, ketika kucoba bernafas, aku seperti megap-megap.hanya nafas-nafas yang sangat pendek yang bisa kulakukan. Aku sangat panik karena tak bisa dan tak tau bagaimana cara bernafas, yang kuingat aku harus bernafas karena tanpa bernafas tentu tak ada lagi kehidupan dalam diriku.

Banyak bayangan berkecamuk dalam fikiranku. Salah satunya aku teringat bacaan dari rubrik kesehatan di situs ini mengenai angin duduk, yang rasanya sepeti masuk angin, dada menjadi sesak, dan kemudian membawa maut, karena sebenarnya itu adalah penyakit jantung. Mengingat itu aku semakin panik, apakah aku mengidap angin duduk, tapi rasanya aku tak punya gejala penyakit jantung, walaupun aku belum check-up secara detail tapi setidaknya dari pemeriksaan jantung untuk pengurusan surat kesehatan saat mengajukan visa kenegara ini dokter mengatakan aku sehat.

Aku berfikir apakah dalam waktu beberapa menit lagi aku akan menghadap yang kuasa, tapi kenapa aku tidak merasakan tanda2-nya dalam beberapa hari terakhir. Kata ibuku, sering orang yang akan meninggal dunia bersikap agak aneh karena dia sudah merasa sang malaikat maut akan menjemputnya. Dan aku memandang kearah pintu kamar, apakah akan datang seorang yang tidak kukenal menghampiriku yang ternyata adalah malaikat menjalankan tugasnya mengambil nyawa yang dititipkan keragaku ini.

Aku begitu ketakutan. Aku berusaha keras untuk bernafas tapi sulit sekali, aku tak bisa, … Dadaku semakin sesak. Yang ada dalam fikiranku, waktuku didunia ini akan berakhir, mungkin aku akan segera menghadap-Nya dan mulai menuai hasil perbuatanku didunia ini. Aku semakin takut, karena tak banyak hal baik yang sudah kulakukan, tabunganku masih sangat minim untuk bekalku dialam sana. Dan dalam kecemasan aku memohon, jangan ambil nyawaku malam ini ya Allah izinkan aku berbuat lebih banyak kebaikan, izinkan aku bertobat atas segala dosa yang sudah kulakukan. Sebentar lagi Ramadhan menjelang, izinkan aku merasakan indahnya ramadhan dan menggandakan amalanku dibulan suci ini. Selain doa, aku sibuk mengucapkan syahadat, karena aku tak ingin saat ruh ini berpisah dari raganya fikiranku melayang ke tempat lain, aku ingin hanya ingatan kepada-Nya yang mengisi seluruh relung hatiku, yang mengalir ditiap detik aliran darahku dan dalam setiap degup jantungku.

Kenapa baru saat ini aku tersadar akan hal itu. Yah…tentu saja karena aku merasa seolah jam tayangku sudah habis. Dulu aku lupa, aku terlena akan indahnya dunia ini. Aku merasa masih muda dan cukup sehat sehingga aku begitu yakin masih punya waktu cukup lama untuk bersenang-senang didunia fana ini. Aku masih punya banyak waktu untuk menyelesaikan menuntut ilmu duniaku supaya kedudukanku di dunia ini bisa semakin tinggi. Aku merasa masih punya banyak waktu untuk menikmati harta dunia yang sibuk kumpulkan dan kuhitung-hitung apa yang ingin kulakukan terhadapnya. Aku merasa masih punya banyak waktu untuk menunda amalanku dihari-hari nanti yang kuyakin pasti masih menjelang. Aku masih punya banyak waktu untuk menyesali kesalahanku nanti dan barulah nanti dan nanti aku bertobat kepada-Nya.

Dan sesal itu barulah tiba, kenapa aku tak pernah bisa khusyuk dalam sholatku jika kutau itu adalah sholat terakhirku. Walaupun berbagai tip khusyuk dalam sholat kulakukan masih saja bayangan indahnya dunia bisa mengalahkannya. Kenapa berat sekali bagiku untuk bangun dan bermunajat dimalam hari jika kutau aku tak pernah bisa bangun lagi. Walaupun azzam begitu kuat ternyata nyenyaknya tidur dan hangatnya meringkuk di bawah selimut lembut bisa membuatku lebih terpedaya. Kenapa sulit bagiku untuk menambah amalan puasa sunnahku jika kutau makanan tak pernah bisa lagi masuk ketubuhku. Ternyata lezatnya rasa makanan yang kubayangkan lebih nikmat bagiku dari pada berlapar-lapar sebentar untuk mendapatkan tambahan pahala. Kenapa untuk mengkhatamkan satu mushaf Al-Qur’an saja kuperlukan waktu berbulan-bulan jika kutau nanti lidahku akan terasa begitu kelu menjawab pertanyaan sang malaikat di dalam kuburku. Dan ternyata membaca jurnal-jurnal ilmiah lebih menarik dan terasa lebih penting bagiku sehingga aku bisa betah duduk seharian membacanya seolah-olah jurnal-jurnal itu akan banyak memberikan syafaat bagiku nanti. Kenapa seperti tak ada waktu bagiku untuk menambah amalan baikku jika kutau sang waktu akan behenti berdetak bagiku, jika kutau sudah tak ada waktu lagi bagiku, jika kutau waktuku telah habis… Dan waktu menghadap-Mu yang akan tiba…….

Ampunkan aku Ya Allah. Ketika kurasa ajal seperti sudah terasa dekat bagiku, ketika kurasa seperti maut sudah menantiku, ketika kurasa seperti sang Izrail akan menemuiku, ketika kurasa sepertinya saatku telah tiba untuk menghadap-Mu meninggalkan semua yang kucintai didunia ini barulah aku seolah-seolah begitu mengingat-Mu, begitu mencintai-Mu, begitu memuji-Mu, begitu menghiba dan mengharap pertolongan-Mu. Tak ingin lagi kuingat indahnya dunia ini, enaknya tidur dan hangatnya selimut lembut, lezatnya rasa makanan, dan segala ilmu yang sibuk kuperdalam untuk keperluan duniaku. Seketika bayangan sakitnya maut saat sang Izrail menyentakkan nyawaku, gelapnya alam kubur dengan segala siksaannya, dan betapa mengerikannya siksaan api neraka terbayang di depan mata.

Begitulah manusia, begitulah aku, yang merasa begitu dekat pada-Nya, hanya ketika aku merasa sangat ketakutan, ketika aku berada dalam kesulitan, ketika aku merasa sangat memerlukan pertolongan-Nya. Dan lupa setelah semuanya berlalu…..

Tiba-tiba aku bisa bernafas sedikit-demi sedikit entah apa yang membuatku bisa melakukannya. Aku tak tahu, yang kuingat aku tertidur. Ketika pagi menyapaku, aku tersenyum bahagia… Terimakasih ya Allah sudah memberikan peringatan bagiku…. dan terimakasih untuk tambahan waktu yang Kau berikan. Mungkin yang kualami cuma masuk angin biasa atau entah apa namanya. Hanya sebuah pesan penting yang kutau, manfaatkan waktumu sebelum kau tak punya waktu lagi.

Saat ini, Ramadhan yang indah sudah berlalu, dalam larutnya hati dengan kegembiraan suasana merayakan hari kemenangan ini, ingin kukenang kembali peristiwa itu, agar aku tak lupa, agar aku tak menyia-nyiakan waktu yang diberikan-Nya untuk berlalu tanpa menambah amalan baik dalam hidupku. Terutama saat aku tenggelam kembali dalam keindahan dunia ini.

Göttingen, Syawal 1428 H
Selamat merayakan hari kemenangan bagi yang berhasil mendapatkan ampunan, rahmat dan berkah dibulan Ramadhan.