Mengukur Dalamnya Keyakinan

Seorang bapak berkata pada anaknya, “Anakku, jika engkau selalu menjaga shalat lima waktu berjamaah di mesjid tepat waktu, di akhir bulan bapak akan belikan untukmu sepeda motor.” Mendengar perkataan bapaknya, sang anak sangat antusia dan sejak saat itu ia tak pernah meninggalkan shalat berjamaah di mesjid. Ia begitu rajin dan takut jika satu kali saja tidak bisa shalat berjmaah di mesjid. Baginya hadiah sepeda motor dari bapaknya sangat menggiurkan dan membuatnya tertarik.

Di lain kesempatan seorang Direktur sebuah perusahaan mengumumkan pada seluruh karyawannya, “Siapa diantara kalian yang selalu datang tepat waktu, disiplin dalam bekerja, dan mampu membuat hati saya puas dengan hasil pekerjaan kalian, akan saya tambahkan gajinya, bahkan akan saya naikkan kedudukannya!”

Apa respon para karyawan ketika mendengar pengumuman ini? Saya, anda dan kita semua yakin bahwa seluruh karyawan akan tiba di kantor tepat waktu. Disiplin dalam bekerja dan selalu berusaha membuat sang Direktur tersenyum bangga dengan pekerjaannya. Siapa yang tidak akan tergiur dengan hal-hal di atas. Semua karyawan pasti menginginkannya.

Apa yang mendorong mereka untuk datang tepat waktu? Kenapa mereka begitu antusias dan yakin dengan perkataan sang Direktur?

Adalah karena dorongan untuk mendapatkan hadiah-hadiah di atas dan juga mereka sangat yakin sang Direktur yang telah mereka ketahui kejujurannya tidak akan mungkin berbohong dan mempermainkan mereka. Mereka sangat yakin bahwa sang Direktur serius dan bersungguh-sungguh. Inilah yang menjadi dorongan terbesar mereka untuk percaya dan menjalankan pengumuman tersebut.

Sekarang, mari kita bertanya dengan penuh jujur, seberapa besar keimanan kita pada Allah swt dan hari akhirat? Apakah kita sudah meyakini segala apa yang Allah Swt beritakan dan sampaikan dalam al-Qur`an, sehingga terdorong hati untuk melaksanakannya? Apakah kita sudah mengikuti petunjuk yang dibawa utusan Allah swt , yaitu nabi Muhammad saw? Sehingga kita menjadikan beliau sebagai teladan dalam menjalani kehidupan ini. Pertanyaan-pertanyaan muhasabah ini perlu untuk selalu kita tanyakan pada diri kita agar kita bisa mengukur sejauh mana keyakinan kita pada firman-firman Allah dan sabda-sabda Rasul-Nya.

Allah memerintahkan kita dalam al-Qur`an untuk mengerjakan shalat 5 waktu, puasa, membayar zakat, bersedekah, melaksanakan ibadah haji, shalat qiyam dan amal ibadah lainnya, kemudian Allah berikan kabar gembira bahwa bagi siapa diantara manusia yang menjalankan suruhan-suruhan tersebut akan diberikan balasan pahala di akhirat kelak, berupa sorga yang di dalamnya terdapat segala keindahan, kenikmatan dan kesenangan yang tiada habisnya.

Rasulullah saw juga memerintahkan kita untuk mengamalkan sunnahnya agar kita selamat di dunia dan akhirat. Dan sekarang kita lihat, berapa banyak dari kita dan manusia yang mengamalkannya? Berapa banyak orang-orang yang mengerjakan suruhan tersebut?

Sungguh masih sangat sedikit, masih banyak yang melanggar perintah Allah. Masih banyak yang bergelimangan dengan dosa dan maksiat. Penyakit apakah yang sesungguhnya telah melanda diri manusia sehingga tidak tergerak di hatinya keinginan untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dengan penuh rasa ikhlas dan ketaatan? Adalah karena lemahnya iman yang bersemayam di dalam hati.

Manusia lebih meyakini apa yang nampak dan terlihat saja, adapun perkara-perkara yang ghaib berupa perkara tentang pahala, tentang akhirat dan lainnya banyak manusia yang tidak meyakini. Inilah diantara penyebab banyaknya manusia tidak mengerjakan perintah Allah atau tidak sepenuh hati patuh pada perintah Allah.

Keimanan inilah sebenarnya yang perlu kita bina terus, keimanan yang kokoh, yang tidak berubah dengan berubahnya keadaan, yang tidak hilang dengan hilangnya materi dan dunia, dan yang tidak bekurang dengan berkurangnya usia, tapi iman yang selalu berdiri kokoh di tengah-tengah terpaan badai kehidupan.

Orang-orang yang imannya tangguh dan kokoh akan selalu yakin dengan berita-berita yang terdapat dalam al-Qur`an dan yang dibawa oleh Rasulullah saw. Mereka sangat sungguh-sungguh menjalankannya. Ketika Allah perintahkan untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat, haji, berkata jujur, menjalankan amanah, bersilatur rahmi dan kebaikan-kebaikan lainnya, mereka melaksanakannya dengan semangat yang tinggi dan penuh rasa ikhlas. Mereka berharap akan balasan-balasan pahala yang Allah janjikan. Mereka sangat yakin dengan janji-janji Allah. Allah sekali-kali tidaklah ingkar janji. Janji-Nya pasti akan ditepati-Nya. Bahkan ketika Allah perintahkan untuk pergi berjihad, mengorbankan nyawa dan harta di jalan-Nya, mereka sambut seruan itu dengan semangat yang berkobar-kobar, mereka telah sangat yakin dengan setiap apa yang Allah sampaikan dalam ayat-ayat-Nya.

Begitu juga ketika Allah melarang bersikap sombong, munafik, ingkar janji, bakhil, melakukan perbuatan zina, mencuri, memfitnah dan segala bentuk keburukan lainnya, mereka juga akan meninggalkan semua larangan itu dengan hati yang ikhlas dan dada yang lapang. Mereka tidak mengeluh sedikitpun. Tidak berburuk sangka pada Allah. Karena mereka telah sangat yakin pada Allah, bahwa bila hal itu mereka tinggalkan, Allah akan jauhkan mereka dari siksa-Nya.

Allah adalah Pencipta kita, yang dalam genggaman-Nya segala sesuatu. Dan bila kita ingin tahu kadar keimanan kita pada Allah, hadapkanlah diri kita dengan ayat-ayat Allah. Adakah hati bergetar ketika mendengar asma Allah, adakah iman bertambah ketika mendengar ayat-ayat Allah dan adakah setelah itu muncul dorongan yang kuat dalam hati untuk melaksanakannya? Dan apakah setiap kali mendengar atau membaca al-Qur`an hati kita membenarkan isinya, mengagungkannya

Mari selalu kita ukur kadar keyakinan kita pada Allah, apakah setiap kali Allah merintahkan kita pada suatu perkara kita akan melakukannnya dengan ikhlas dan senang hati dan apakah setiap kali Allah melarang kita dari suatu hal kita akan meninggalkannya dengan ikhlas dan sepenuh hati?

Salam ukhuwah
[email protected]