Menjadi Tamu Allah

Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaika La syarika laka labbaik
Innal hamda wa nikmata laka wal-mulka, laa syarii ka lak…..

(Aku datang ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku datang, tidak ada sekutu bagiMu dan aku penuhi panggilan-Mu. Segala pujii dan segala nikmat adalah milik-Mu dan juga segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagiMu)

Kalimat talbiyah itu kembali terngiang-ngiang di telingaku. Tak terasa, empat tahun sudah kenangan indah itu berlalu. Kenangan saat pertama kali menatap ka’bah dan berhimpit-himpitan untuk mengitarinya, berlari-lari kecil dari bukit shafa dan Marwa, berjalan kaki dari Mina menuju Arafah, bermalam di Muzdalifah, perjuangan untuk bisa melihat Raudah hingga melempar jumrah dan sejuta kenangan indah lainnya yang kini tinggal menyisakan kerinduan yang kadang tak tertahankan.

Dan kerinduan itu makin membuncah saat tiba musim haji seperti sekarang ini. Ada rasa haru, sedih dan bahagia yang menyergap tiap kali melihat tayangan di televisi tentang suasana ibadah haji di tanah suci.

Bahagia, karena melihat hampir dua juta kaum Muslimin dari seluruh dunia berkumpul menjadi satu sebagai tamu-tamu Allah Swt. Tidak ada pertentangan, apalagi rasa permusuhan di antara mereka, yang ada cuma ada rasa cinta pada Allah Swt dan persaudaraan sebagai sesama umat Islam.

Haru, karena Allah Swt telah memberi saya kesempatan untuk menjadi tamuNya. Merasakan dan menyaksikan kebesaranNya, serta mensyukuri semua karunia yang telah diberikanNya

Sedih, karena rasa rindu tadi. Rindu ingin kembali ke tanah suci. Menikmati lantunan adzan, doa dan ayat-ayat suci al-Quran yang dibaca imam Masjid Haram dan Masjid Nabawi saat sholat, rindu bisa ikut berjamaah sholat Jumat-karena di tanah air lazimnya hanya kaum lelaki saja yang ikut sholat Jumat- rindu merasakan sejuknya air zam zam yang dingin setelah tawaf dan sa’i atau sekedar jalan-jalan di pasar tradisional dan merasakan bakso panas yang dijual orang Indonesia di sana.

Aku masih bisa merasakan aura kedamaian di dalam masjidil Haram dan Nabawi, yang membuat saya betah berlama-lama di dalamnya. Suasana masjidil Haram di malam hari sungguh menentramkan, lampu masjid yang temaram memantulkan cahaya ke dinding-dinding masjid yang memberikan efek teduh di mata. Desiran angin malam yang sejuk, suara orang berdzikir dan lantunan doa jamaah yang sedang mengitari ka’bah, menambah suasana menjadi tentram dan syahdu. Subhanallah…

Di masjid ini pula, saya kadang bertemu dan berbincang-bincang dengan jamaah haji dari negara lain, saling bertukar cerita tentang kondisi negara masing-masing, atau berbagi pengalaman selama di tanah suci. Di akhir pembicaraan, biasanya kami sama-sama melontarkan pikiran yang sama, "Seandainya saja semua umat Islam di dunia benar-benar bersatu seperti ketika mereka beribadah haji di tanah suci, mungkin umat Islam akan menjadi umat yang paling maju dan disegani. Tidak seperti sekarang, yang terpecah belah sehingga mudah menjadi bulan-bulanan bangsa Barat dan Eropa."

Mengingat itu semua, saya hanya bisa memuji namaNya dan berharap padaNya, bilakah aku bisa kembali menjadi tamu Engkau, ya Allah…

Kenangan di tahun 2002 itu memang sangat berkesan, karena perjalanan haji itu seperti menjadi awal baru kehidupan saya sebagai seorang Muslim. Selama ini saya boleh dibilang hanya menjalankan hal-hal yang wajib saja seperti sholat, puasa dan zakat. Membaca al-Quran pun masih terbata-bata-hanya kenal huruf tapi tak paham tajwidnya, masih ragu-ragu untuk mengenakan jilbab dan tidak peduli dengan perkembangan Islam dan umat Islam.

Tidak pernah terlintas di pikiran saya sebagai orang Islam untuk suatu saat pergi haji. Selama ini keinginan saya jika punya uang cukup adalah pergi ke luar negeri negeri ke Singapura, Amerika dan bukan ke tanah suci.

Tapi perjalanan haji itu telah membuka mata hati saya, kenapa saya harus memilih tempat bepergian yang tujuannya hanya untuk bersenang-senang, padahal ada tempat berkunjung di dunia ini yang tak kalah menyenangkan, sekaligus tempat beribadah dan menambah pahala. Perjalanan haji itu telah mengetuk hati saya, bahwa sebagai seorang Muslim, saya bukan apa-apa, saya harus banyak belajar tentang ajaran Islam sebagai petunjuk hidup saya di dunia, harus bisa membaca al-Quran dengan baik dan benar serta memahami isinya, dan masih banyak lagi hal-hal yang membuat saya terpicu untuk belajar dan lebih dari itu, membuat saya makin bersyukur dilahirkan sebagai seorang Muslim.

Kadang-kadang saya malu hati, karena hampir semua tetangga di rumah menyapaku dengan "Ji…" (haji maksudnya). Karena saya merasa panggilan itu terlalu ‘mewah’ buat saya yang baru terbuka mata hatinya. Tapi mungkin itulah hikmah panggilan Allah swt bagi umatNya untuk menunaikan ibadah haji. Sepulangnya dari tanah suci, apakah kadar ketaqwaan, keimanan dan kecintaan kita pada Allah swt mengalami perubahan, biasa saja atau malah menurun. Apakah akhlak kita masih seperti ketika kita belum menjalankan ibadah haji? Ibadah haji adalah rahmat sekaligus amanah Allah swt yang harus kita jaga. Karena setelahnya, perilaku, perkataan dan ibadah kita akan menjadi sorotan orang. Bisakah kita menjadi seorang haji yang bisa memberi inspirasi dan contoh yang baik bagi lingkungan sekitar?

Terlepas dari itu semua, menjadi tamu Allah swt adalah karunia terindah. Karena tidak semua orang bisa mendapat kesempatan menjadi tamuNya. Apalagi buat Saya. Rasanya tidak akan pernah mungkin bisa berangkat haji, karena biayanya yang sangat mahal. Sampai akhirnya kantor tempat saya bekerja memberi kesempatan buat saya untuk ke tanah suci. Mungkin benar keyakinan yang mengatakan bahwa berhaji adalah panggilan Allah swt. Jika Allah swt sudah memanggil kita menjadi tamuNya, segalanya akan dipermudah dengan rezeki dari arah mana saja. Alhamdulillah wa syukurillah…. ucapan itu saja rasanya tak cukup untuk mengungkapkan rasa terima syukur atas karuniaNya yang tak terhingga. Semoga Allah swt menerima ibadah haji kita menjadi haji yang mabrur dan suatu saat sudi memanggil kita kembali menjadi tamuNya.

"Ya Allah, hantarkanlah kami ke bumi Makkah, Madinah dan Arafah. Dan berikanlah kepada kami haji yang mabrur. Karuniailah kami dengan ridho, ampunan dan kasih sayangMu. Sungguh, Engkau adalah kekasih kami. Ya Allah, maka tolonglah kami dari kaum yang kufur….."

Akhir Desember 2006
[email protected]