Munajat di Sepertiga Malam

Nikmatnya shalat malam tidak akan bisa dijabarkan dengan kata. Sepertiga malam adalah waktu yang tepat untuk bermesraan dan bermunajat kepada Allah SWT. Lewat shalat malam itulah, kedekatan seorang hamba dengan Sang Pencipta begitu terasa. Sebab, ibadah tersebut dilakukan pada saat banyak orang yang terlelap tidur. Suasana sunyi semakin menambah khusyuknya doa. Saat tubuh terbasuh segarnya air wudhu, rasa kantuk berganti rindu untuk beribadah bersujud di sepertiga malam.

Setelah shalat malam, hati akan terasa tenang dan damai. Tak terkecuali, bagi saya pribadi yang bekerja pada malam hari. Setelah deadline pada dini hari, sebelum pulang, malam yang hening begitu nyaman untuk khalwat ”menyendiri” saat menghadap Allah.

***

Saat ini, dunia dilanda demam sepak bola. Turnamen Piala Eropa atau Euro 2008 tengah berlangsung di Austria dan Swiss. Gaung ajang tersebut tidak hanya bergema di seantero Eropa, tapi juga di belahan dunia lain. Termasuk, Indonesia. Di mana-mana orang memperbincangkan sepak bola. Mulai kantor pemerintah hingga warung kopi. Yang menyukai pun dari berbagai kalangan. Mulai pejabat negara, artis, karyawan, hingga tukang becak.

Memang, sepak bola merupakan bahasa pemersatu yang universal. Iraq yang dilanda perang berkepanjangan sempat bersuka cita setelah timnas mereka menjadi juara Piala Asia 2007. Olahraga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas, termasuk sepak bola. Itu juga memiliki segi positif. Meski demikian, orang yang menyukai tontonan sepak bola harus pandai mengatur waktu. Mengapa? Sebab, Euro 2008 ini ditayangkan pada malam hari di Indonesia.

Menyukai sesuatu atau hobi sepak bola tidak dilarang. Olahraga pun dianjurkan karena menyehatkan. Namun, banyak di antara kita yang rela begadang hingga larut pagi untuk menyaksikan siaran langsung sepak bola, tapi menunaikan dua rakaat cinta lewat shalat malam merasa berat. Ada orang yang istirahat sore atau petang hari agar bisa bangun malam untuk menonton sepak bola, tapi bangun malam untuk bersujud kepada Allah SWT begitu sulit. Ibadah yang tak sampai sepuluh menit tersisih oleh 90 menit siaran sepak bola. Padahal, hobi tak harus mengesampingkan ibadah. Allah pun telah menjanjikan pahala berlipat ganda bagi hamba-hamba-Nya yang mau shalat malam.

Yang memprihatinkan, nilai sportivitas dari sepak bola itu justru tercoreng oleh perbuatan buruk, yakni judi. Euro 2008 yang berlangsung selama hampir tiga minggu lebih membuat judi juga semarak di mana-mana. Orang sibuk bertaruh demi tim yang diunggulkan. Judi sepak bola Euro ini mudah didapati. Mulai karyawan kantor hingga anak kecil, bahkan perempuan. Masya Allah. Allah berfirman: ”Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi, jawablah bahwa dalam keduanya ada dosa yang besar dan manfaat untuk manusia. Dosanya lebih besar dan manfaatnya (QS Al-Baqarah: 219).

Bahkan, momen turnamen Euro ini dimanfaatkan oleh sebagian tokoh untuk mengampanye dirinya. Tak heran karena saat ini adalah musim-musim pilkada di beberapa daerah. Apalagi, tahun depan Indonesia akan melangsungkan pemilu. Dengan mengadakan acara nonton bareng, tokoh tersebut berbaur dengan pencinta sepak bola untuk menikmati Euro.

Saya sempat berangan-angan, alangkah sejuknya bila ada calon pemimpin yang mengalokasikan dana kampanyenya benar-benar untuk duafa dan rakyat kecil, bukan hanya sekadar acara nonton bareng siaran sepak bola. Toh, turnamen itu bisa dinikmati lewat siaran ulangnya. Namun, kita lebih suka menyiasati sesuatu yang tak urgen demi kesenangan dunia sesaat. Kapankah ada pemimpin yang benar-benar peduli kepada rakyat tanpa sebatas wacana janji-janji kesejateraan. Tidakkah mereka sadar bahwa janji itu akan ditagih di mahkamah akhirat kelak.

***
Kita kadang sanggup menghabiskan waktu hingga pagi untuk bersuka ria menonton sepak bola. Namun, kita tidak khawatir atau sedih bila melewati sepertiga malam tanpa bermunajat kepada Allah azza wa jalla. Kita kadang mampu menghabiskan uang hingga jutaan, tapi kita tak mampu menetapkan hati untuk berduaan bersama Allah.

Malam yang merapat hanya bisa saya tatap lewat ketidakberdayaan di balik kaca kantor. Hening dan damainya hati benar-benar saya rasakan saat mencurahkan isi hati kepada Allah pada sujud terakhir qiyamul lail. Ampunilah dosa-dosaku ya Rahman.. Berikanlah cahaya iman-Mu kepada kami agar kami tetap istiqomah menjaga agama yang rahmatan lil alamin ini. Amin.

Graha Pena, Juni 2008