Karena Negeri ini Bukan Panggung Komedi

Belum hilang gemuruh di telinga adu argument dan saling membela di antara pembela “sang koruptor” uang rakyat dengan lawannya yang merasa dirugikan. Seluruh media berteriak-teriak, saling menyuguhkan berita terkininya, teraktualnya. Dicari narasumber yang “vokal” yang saling beradu argument sehingga rakyat akan sangat bergembira dan senang melihat para pemimpinnya sudah mulai ada “kemajuan” mencari dan berusaha menegakkan keadilan dan kebenaran.

Namun sayang, belum selesai cerita, kini kita lihat berbagai media sudah bersama-sama mengganti “judul” tayangannya. Berita terorisme muncul kembali. Seolah-olah seperti iklan yang dijadwalkan. Jika kemarin para pemainnya adalah para hakim dan terdakwa serta para masing-masing pembelanya, kini pemainnya diganti dengan para aparat keamanan dengan bersenjata lengkap yang sedang mengejar-ngejar sekumpulan manusia yang dianggap sebagai “tikus yang menjijikkan” di negeri ini, yaitu teroris.

Jika kita masih mempunyai nurani, jika kita masih mau mendengar jeritan kejujuran hati kita yang paling dalam, tentu kita akan merasa geli dan sedih melihat semua kenyataan ini. Merasa geli karena setiap ada permasalahan yang ada bisa dengan mudah ditebak jalan ceritanya, yaitu tanpa ending yang jelas. Merasa sedih karena setiap masalah yang diharapkan seluruh rakyat Indonesia agar mampu ditegakkan keadilan di dalamnya hanya berakhir dengan akhir yang mengecewakan, mengecewakan rasa mengecewakan biaya. Karena jika mau transparan, berapa biaya yang digunakan untuk membentuk pansus dan rapat Kasus Century? Dan biaya dari mana yang digunakan untuk “hajat yang diatas namakan rakyat” tersebut?

Melalui tulisan singkat ini, penulis ingin mengajak kepada seluruh penduduk negeri ini, baik yang saat ini memegang kendali pemerintahan atau sebagai rakyat yang menyaksikan dan menikmati pemerintahan, agar masing-masing berusaha menghentikan “sandiwara” ini. Karena betapa indah negeri ini dikaruniakan oleh Allohu ta’ala kepada kita. Sudah butakah mata hati kita ketika melihat ajakan perdamaian oleh hijaunya pegunungan yang sering saksikan? Butakah mata hati kita ketika menatap luasnya lautan yang biru, yang seakan-akan menyerukan ajakan untuk dalam-dalam merenungkan akhir dari kehidupan yang sebentar ini?

Melalui tulisan singkat ini, penulis hanya ingin berusaha mengamalkan apa yang pernah disampaikan Sang Tauladan Akhir Zaman di dalam sebuah hadist :

"Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaklah ia merubah dgn tangan jika tdk bisa maka dgn lisannya, jika tdk bisa juga maka dgn hatinya, itulah selemah-lemah iman." [HR. Muslim dalam Al-Iman (49)]

Maka dengan lisan yang tertulis ini, penulis berharap kelak bisa menjawab pertanyaan dari Sang Penghisab ketika Ia menanyakan mengenai apa-apa yang telah dilakukan penulis ketika melihat kenyataan di negeri ini. Dan juga sekali lagi, ajakan kepada seluruh penduduk negeri, khususnya para pemimpin dan pendukung media massa, untuk segera menghentikan segala permainan ini. Karena kelak ada perhitungan yang teramat dahsyat dan tak terhindarkan di negeri abadi. Sebagai telah dipesankan oleh Baginda Rasul dalam sebuah hadist :

"Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinan kamu." (HR Bukhari dan Muslim).

Jika menjadi seorang pemimpin maka bersiap-siaplah untuk dimintai pertanggungjawaban akan sepak terjang sewaktu menjadi pemimpin. Benarkah menjadi pelayan bagi rakyat, benarkah menjadi penentram bagi rakyat? Atau malah menjadi pembuat keresahan bagi rakyat. Jika sebagai insan media, maka bersiap-siaplah untuk dimintai pertanggungjawaban akan berita-berita yang telah disiarkan. Benarkah menjadi berita yang membangun atau hanya menjadi kuda tunggangan bagi setiap kepentingan?

Sadar atau tidak disadari sebenarnya ketidakberkahan di negeri ini telah menjadi salah satu bukti apa yang telah Allah firmankan dalam Surat Al A’raf ayat 96:

”Seandainya penduduk Negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka karena perbuatannya.”

Maka, jika kita seorang muslim sudah sepantasnyalah sejenak kita bertanya diri kita. Sudah sejauh mana kita meyakini akan kebenaran satu ayat di atas? Lalu sudah sejauh mana ada keinginan untuk menjadikan setiap kita menjadi orang beriman dan bertakwa? Dijelaskan dalam ayat di atas bahwa orang yang beriman dan bertakwa adalah orang yang tidak mendustakan ayat-ayatNya, termasuk dalam mengurus negeri yang indah ini, baik menjadi pimpinan, insan media maupun rakyat, sudah seharusnyalah menjadikan syariatNya sebagai pegangan. Karena ini negeri ini amanah dan bukanlah sebuah panggung komedi yang hanya dijadikan ajang bersandiwara, bercanda dan tertawa. Wallahu ‘alam.

www.mujahiddesa.blogspot.com