Teman dan Persepsi

Saya baru saja baca salah satu bab di bukunya Irfan Toni Herlambang (judulnya Kekuatan Cinta). Satu bagian itu bercerita tentang warna. Dan dari situ saya bisa mengambil pelajaran bahwa kita harus mencoba menyelami persepsi orang lain saat menafsirkan warna yang sama dengan yang kita lihat. Tiba-tiba saya teringat seorang teman yang baru saja pamit untuk pulang kampung. Yaaa… Dengan dia saya sering "berpetualang" dalam hal beda persepsi (maksudnya sering beda pendapat). Persepsi dan teman…. memang dua hal yang tidak terlalu dapat ditemukan hubungannya. Tapi saya coba memaknainya.

Dalam perjalanan hidupnya, saya yakin setiap orang punya "harta" yang bernama teman. Ada yang sedikit, ada yang banyak (bahkan sangat banyak), ada yang tulus, ada juga yang sekedar formalitas (agar tidak dibilang berpenyakit sosial), dari yang benar-benar mutualisme, sekedar komensalisme, atau bahkan sungguh-sungguh parasitisme. Dan setiap orang pasti menyimpan saat-saat terbaiknya ataupun terburuknya bersama dengan teman.

Berbicara tentang saat-saat terbaik bersama dengan seorang teman, bisa jadi takkan pernah habis waktu kita untuk mengingatnya. Tapi jika mengingat kembali saat-saat menyebalkan dan membuat marah, rasanya sungguh mengesalkan dan berharap untuk tidak pernah kenal dengan teman kita.

Tapi coba kita resapi lagi… Pernahkah kita berpikir bahwa dia akan pergi sewaktu-waktu, padahal kita belum saling mengikhlaskan? Adakah Allah tidak mencatat kedengkian hati kepada teman kita? Inilah yang namanya persepsi atau cara pandang. Pekerjaan besar dan sulit yang harus kita selesaikan adalah menyelaraskan persepsi kita dengan persepsi teman kita. Karena, teman adalah harta paling berharga yang kita punya. Dengannya kita lewati detik-detik penuh makna, ada senyum simpul, tawa, luka, airmata, dan peluh. Dan itu mungkin tidak akan berulang kembali, saat dia pergi dan kita tidak tahu lagi kapan akan bertemu untuk bersama.

Yaaa… Bisa jadi saat ini kita sedang berselisih persepsi dengan teman kita, baik teman kesayangan ataupun bukan. Segera ambil handphone atau telepon, kertas dan pensil, buka email, atau apa saja. Segera akui kesalahan dan sampaikan harapan untuk kembali menghitung detik-detik bersama dalam janji untuk saling mengingatkan dan menjaga. Dan kembalilah untuk sama-sama merumuskan persepsi tentang sebuah ikatan yang bernama pertemanan. Agar kita bisa kembali jalan-jalan di hari Ahad pagi bersamanya.

Dari yang terdalam, untuk Nurul Ainah, I love you coz Allah