There are No Clocks in Casinos

"Ayo cepetan”, ajak seorang rekan, sambil langkahnya beranjak dari meja receptionist, menuju pintu keluar. Kamipun menyejajarkan langkah menyusuri trotoar basah usai hujan, menuju masjid untuk tunaikan Ashar.

Kami bergegas. “ Ya nih aneh juga. Baru selesai adzan, langsung qomat. Kalau lambat dikit dah ditinggal nih kita“, kata rekan yang lain, sedikit menyindir entah siapa, namun dengan balutan gurauan yang kental.

“ Harusnya memang lima belas menit setelah adzan. Di masjid dekat orang tuaku, dua puluh menit setelah adzan baru qomat. Khan harus nunggu jamaah yang lain“

“ Ini mah jamaahnya belum kumpul dah mulai shalat. Gimana sih?“, bertanya, juga entah pada siapa.

Aku hanya senyum-senyum saja, sambil terus mempercepat langkah. Gerimis masih menitik membuat sore itu makin nyaman. Udara terasa lebih bersih. Paru-paru lebih santai kerjanya.

Yang terburu qomat dan memulai shalat pasti punya alasan sendiri. Akupun tak punya banyak ilmu tentang hal itu. Aku tak tahu mana yang lebih benar, mana yang lebih pas. Dalam posisi jamaah, mungkin sebagian orang ingin ditunggu, diberi waktu cukup untuk sampai di masjid, bisa shalat sunnah lalu shalat jamaah.

Namun, mungkin ada cara pandang yang lain dan cerita qomat yang dianggap terlalu cepat itu bisa dijadikan titik tolak.

Dari perspektif menyegerakan berbuat baik, alasan mempercepat qomat bisa sangat diterima. “Berbuat baik janganlah ditunda-tunda. Berbuat baik janganlah ditunda-tunda………….“, begitu potongan lagu Bimbo bertahun lalu.

“ Kalau aku menunda amal baik hari ini untuk hari esok, lalu kapan aku melakukan amal baik esok hari “, begitu kira-kira tanya retoris jenaka Al-Ghazali dalam sebuah cerita bergambar yang aku baca.

Persoalan waktu, apa lagi dihubungkan dengan perkara menyegerakan amal baik, memang akan selalu menjadi cerita menarik. Waktu memang akan tetap menjadi isu sentral. Yang lalai memanfaatkan waktu akan merugi.

Demikian pentingnya konsepsi waktu, membuatku teringat kembali pada tulisan pendek dari satu mailing-list. “Did you know that in Las Vegas casinos, there are no clocks on the walls? Think about that. See, the casino owners understand one of the Three Sources of Power: time. They want you to lose track of your time so you’ll spend it with them. How are you spending your time, Adjie?”

Menyegarkan tulisannya. Aku memang belum pernah ke luar negri, apa lagi masuk casino di Las Vegas. Jadi aku tak tahu pasti apa benar di sana sungguh tak ada jam di dinding area bermainnya. Ternyata pemilik casino di sana sangat memahami bahwa salah satu dari tiga sumber kekuatan adalah waktu. Tanpa jam di dinding, pemilik casino ingin kita menghabiskan waktu bersama mereka tanpa sadar. Habiskan waktu kita, sekaligus ludeskan uang kita.

Aku memang tak perlu pastikan benar tidaknya cerita di atas. Namun, kalaupun itu cerita khayalan, atau suatu saat ternyata pemilik casino akhirnya memasang jam dinding, tetap saja moral ceritanya tetap layak disimak.

Kalau waktu adalah salah satu sumber kekuatan, maka ketidak-mampuan mengelolanya akan membuat kita kehilangan sumber kekuatan itu. Kehilangan sumber kekuatan bisa berarti banyak hal, tergantung bagaimana kita melihat waktu dan kaitannya dengan hal lain.
Sang waktu memang bukan milik kita. Kita hanya bisa mengatur diri sendiri, memanfaatkan ruang tersisa di semesta waktu. Waktu juga bukan milikku. Sang Maha hanya menyediakan, lalu membiarkan kita memanfaatkannya. Jadi bagus juga ada yang mengingatkanku: “ How are you spending your time, Adjie?”

Kalau waktu teramat penting, dan sayangnya kita tidak bisa mengontrol waktu, maka ada baiknya kita ikuti syair Bimbo di atas.: “Berbuat baik janganlah ditunda-tunda. Berbuat baik janganlah ditunda-tunda………….“

Dalam kaitannya dengan adzan, qomat dan sholat jamaah, jangan-jangan kita justru sudah harus berterima kasih dan bersyukur karena masih ada yang mengingatkan kita untuk memanfaatkan waktu di jalan kebaikan, mengingatkan kita untuk sholat.

Jadi mengapa tidak justru kita yang ada di masjid terlebih dahulu, bahkan sebelum adzan dikumandangkan? Jadi mengapa justru bukan kita yang berada di tempat dan jalan kebaikan terlebih dahulu, tanpa harus pusing memikirkan apakah orang lain sudah ada yang memulai berbuat baik? Bukan pula justru mempersoalkan qomatnya yang kita anggap terlalu cepat.

Jadi, “ How are you spending your time, my friend?”. Think about it and move!

Cimanggis – Friday – 29 December 2006

**Adjie, pernah berguru di Forum Lingkar Pena cabang Depok