Ukhuwah Antar Ras di Masjid Kowloon

Hari itu matahari bersinar cukup terik. Masih belum siang, baru jam sepuluh pagi. Udara terasa sangat panas. Terkadang angin bertiup kencang, seolah menyambut kedatanganku di Hongkong untuk transit sehari semalam, sebelum melanjutkan perjalanan ke Osaka.

Aku bersama seorang rekan kerja ditugaskan oleh perusahaan tempat kami bekerja untuk menyelesaikan urusan dengan mitra kerja perusahaan di dua negara, yaitu Cina dan Jepang. Amanah yang diberikan oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik. Bekerja adalah beribadah guna meraih ridho Allah SWT. Itulah falsafah bekerja yang selalu harus dihayati dan diamalkan. Dan selalu berdo’a kepada-Nya agar diberikan kemudahan dalam urusan bekerja dan agar tidak menyimpang dari jalan-Nya.

Di Shenzhen, Cina tugas telah diselesaikan dengan baik selama tiga hari. Dilanjutkan untuk menyelesaikan urusan dengan mitra kerja perusahaan di Osaka, Jepang. Dijadualkan selama dua hari, setelah itu kembali ke tanah air.

Kami berdua berjalan kaki menyusuri jalan yang sangat ramai di kawasan Kowloon. Kowloon merupakan distrik tersibuk di Hongkong. Lalulintas kendaraan cukup padat namun teratur karena pengemudi kendaraan berlalu lintas dengan disiplin dan sopan santun yang baik. Pejalan kaki juga disiplin mematuhi aturan berjalan di trotoar dan menyeberang jalan di tempat yang telah disediakan.

Tujuan kami berdua ke Kowloon adalah untuk makan siang. Setiap aku ditugaskan oleh perusahaan ke negeri yang mayoritas penduduknya bukan muslim, isteriku selalu berpesan agar berhati-hati dalam memilih makanan. Pesan yang insya Allah selalu kupegang. Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah memberikan berbagai aturan yang baku tentang makanan. Lengkap, rinci dan mudah dipahami. Makanan yang halal dan yang haram telah ditetapkan. Harus makan makanan yang halal dan thoyib. Tidak boleh makan dan minum berlebihan. Bagaimana do’a sebelum dan sesudah makan. Etika makan dan minum seperti tidak berdiri, tidak meniup makanan dan minuman yang panas. Cara menyembelih binatang ternak. Kalau makanan yang kita makan tidak halal, atau halal tetapi cara memperolehnya tidak halal seperti dari hasil korupsi, hasil penipuan, hasil sogok menyogok, hasil riba, maka do’a kita tidak diterima oleh Allah SWT.

Sepanjang Nathan Road di kawasan Kowloon banyak terdapat rumah makan. Kehalalan makanannya sangat meragukan. Sampai ujung Nathan Road kami menyeberang dan berbalik arah. Siapa tahu bisa menemukan Islamic Restaurant, seperti saat aku dtugaskan oleh perusahaan ke Perancis beberapa bulan sebelumnya. Alhamdulillah, saat itu di tengah kemegahan kota Paris aku bisa menemukan Islamic Restaurant. Aku disambut hangat oleh pemilik rumah makan yang berasal dari Aljazair setelah kuucapkan: ” Assalamu ’alaikum. ” Tiga potong daging sapi panggang disertai kentang rebus, sepiring salad dan segelas susu hangat jadi menu pilihanku di siang hari yang sangat dingin pada musim dingin.

Sampailah kami di Kowloon Park yang hiruk pikuk dipenuhi anak muda Hongkong. Pandanganku tertuju pada bangunan megah di salah satu sisi taman tersebut yang berpagar tembok agak tinggi. Ada kubah menjulang tinggi pada bangunan tersebut. Subhanallah, ternyata bangunan itu adalah masjid Kowloon. Masih jam setengah dua belas kurang sepuluh menit menjelang tengah hari. Kuajak rekanku untuk sholat Dhuhur dahulu di masjid itu. Setelah itu baru makan siang. Dia menyetujuinya. Dengan langkah mantap kami menapaki tangga masjid. Di lantai dasar terdapat banyak sekali pintu toilet. Kumasuki salah satu toilet, terkesan mewah dan sangat bersih. Kemudian aku menuju antrian orang yang akan berwudhu.

Dengan bergegas kumasuki lantai tiga masjid. Selesai sholat tahiyatul masjid, aku memandangi interior masjid yang indah. Jama’ah sholat Dhuhur cukup banyak. Sesaat kemudian terdengar suara adzan mengalun indah. Terasa syahdu dan menggetarkan kalbu. Selama tiga hari di Shenzhen tidak pernah terdengar suara adzan. Selesai sholat, jama’ah keluar meninggalkan masjid dengan tertib. Jama’ah masjid Kowloon dari berbagai ras bangsa ada di sini. Ada ras Cina, merupakan penduduk asli Hongkong. Ada ras Melayu yaitu dari negara kita, Malaysia dan Singapura. Ada ras Arab, ada ras India dan sedikit ras Eropa.

Di tangga masjid aku menghampiri seorang jama’ah berwajah India dan memakai sorban. Aku menanyakan letak Islamic Restaurant di kawasan Kowloon, setelah aku memperkenalkan diri berasal dari Indonesia. Orang itu memperkenalkan dirinya berasal dari Kashmir dan telah bekerja di Hongkong selama sepuluh tahun. Dengan ramah dia menjawab bahwa lokasinya tidak jauh dari masjid, dia menawarkan untuk mengantarkan. Aku setujui tawarannya. Bertiga tiga kami segera menuju tempat dimaksud yang menyediakan makanan India. Alhamdulillah, telah terjalin ukhuwah antar ras di masjid Kowloon. ” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. ” (QS Al-Hujuraat[49]: 13).

Bontang, 5 Syawal 1428 H/ 17 Oktober 2007