Ukhuwah Begitu Indah

Ada SMS masuk, "Tolong yang punya golongan darah A segara datang ke PMI, ada saudara kita yang sangat membutuhkan”. Tanganku agak bergetar menerima SMS itu membayangkan orang yang sedang membutuhkan darah, tetapi golongan darah saya O bukan A.

Lantas, tanpa berpikir panjang, saya telpon beberapa teman. Teman pertama, golongan darahnya tak cocok. Kemudian saya telpon teman satu lagi, tak cocok juga, tapi dia merekomendasikan teman lainnya. Syukurlah cocok, dalam hati saya bergumam, alhamdulillah, akhirnya ketemu juga orang yang punya golongan darah A dan mau mendonorkannya. Hati saya berangsur tenang.

Di PMI, ternyata sudah menunggu beberapa orang, lebih dari sepuluh orang yang siap mendonorkan darahnya. Sebenarnya lima orang saja sudah cukup, tapi yang datang lebih banyak dari yang dibutuhkan. Semua itu berkat SMS yang beredar cukup banyak dan tertuju pada banyak orang pula. Awalnya, satu orang yang mengirim, berikutnya, yang menerima memforward SMS itu dan berlangsung secara zig zag sehingga ada beberapa orang yang menerima sampai dua kali.

Inilah wujud ukhuwah…
Ukhuwah yang begitu indah….

Sebuah kenangan manis tersendiri yang diperlihatkan oleh para kader dakwah. Di kampus, mereka bermarkas di unit-unit kerohanian Islam dan masjid kampus, sementara di masyarakat mereka bergerak pada wilayah garap profesinya masing-masing dan di sebuah partai Islam yang juga dikenal sebagai partai dakwah. Peristiwa ini hanyalah secuil kisah bagaimana ikatan persaudaraan sesama muslim, ikatan saling membantu dan meringankan beban orang lain tak hanya sekedar isapan jempol belaka, tapi benar-benar terwujudkan dalam kehidupan nyata.

Persaudaraan (ukhuwah) Islam tak terbatas ikatan biologis semata. Tetapi karena ikatan iman. Ikatan bahwa kita sesama muslim, kita adalah saudara. Ketika ada anggota tubuh yang sakit, semua ikut merasakannya. Inilah pengibaratan yang persaudaraan kita. Ketika ada di antara kita yang membutuhkan pertolongan, kita dengan senang hati, dengan rasa tulus membantu mereka yang membutuhkan.

Bukan atas dasar ingin dapat pujian, ingin dapat imbal jasa. Bukan, bukan karena itu. Tetapi, ini adalah perwujudkan cinta kasih kita terhadap sesama muslim, kita melakukan hal ini karena landasan iman. Seperti gambaran dalam sebuah hadist “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR Bukhori). Jadi, alangkah malunya kita ketika membanggakan diri sebagai orang beriman tapi tak peduli terhadap sesama.

Kini, kita saksikan berbagai penderitaan dan kemiskinan melanda bangsa kita, rakyat Indonesia. Kisah-kisah memilukan, menyayat hati sering kita dengar, kita baca dan kita lihat di media. Ketika berbicara rakyat Indonesia, yang terbayang adalah sejumlah besar penduduk yang muslim. Menghadapi kenyataan ini tak ada kata yang tepat bagi kita selain kepedulian. Pertanyaannya, bukan bisa atau tidak bisa kita mengakhiri kisah sedih rakyat Indonesia, tapi kita mau atau tidak mau melakukannya. Berbekal kemauaan, insyallah jalan akan terbuka lebar sehingga pelan tapi pasti kita kelak kita akan menyaksikan penduduk negeri ini makmur, bisa hidup layak dan penuh sentuhan religiusitas.

Sebagai penggugah jiwa, renungkanlah kata-kata ini.
Ada sebuah kata-kata bijak yang bisa mengingatkan kita;

“Siapa diri kita sesungguhnya dapat dilihat dari apa yang kita perbuat Bukan dari harta yang kita miliki”

Atau perkataan Sayyid Qutb, seorang pemikir dan aktivis Islam dari Mesir;

"Orang yang hanya memikirkan diri sendiri, akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil. Tetapi orang yang mau memikirkan orang lain, ia akan menjadi orang besar dan mati sebagai orang besar”.
Begitulah kawan, kita semestinya bersikap.

Sebagai penutup, izinkan saya berterima kasih kepada seorang kawan. Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan. Suatu ketika, saya sedang kehabisan uang. Perut lapar karena belum terisi apapun. Disaat lapar inilah datang seorang kawan dengan muka penuh senyuman, "Bro, udah makan belum, ane traktir yuk”. Saat itu, rasa trenyuh tak terbedung lagi, sementara tak terasa air mata menetes penuh syukur.

Purwokerto, Awal Januari 2007 Ketika kepak sayapku mulai mengangkasa