Ya Allah, Ibrahimkan Hamba….

Ribuan tahun yang lalu adalah seorang tua yang gelisah karena tak punya keturunan untuk meneruskan dan membawakan risalah Tuhan. Ia pun tekun berdo’a agar Allah SWT. memberinya buah hati.

Melihat kegundahan perasaan sang suami, isteri tercintanya pun segera berempati dan mendorongnya untuk menikah lagi (poligami), kendati dengan dengan seorang budak. Roda kehidupan memang sudah didesaian oleh-Nya. Melalui pernikahan dengan isteri kedua, lelaki tua itu dikarunia seorang anak yang manis, cerdas dan shaleh, yang dikemudian hari menjadi pelanjut gerak dakwah kenabian.

Lelaki tua pun hari-harinya dipenuhi kegembiraan dan kebahagiaan. Tapi, Allah punya kehendak lain sebagai peringatan bagi hamba-Nya agar tak lupa atas karunia, rezki, dan anugerah yang dterimanya.

Kemudian Allah memanggil dan memerintahkan lelaki tua itu untuk “khuruj” (keluar) dari kesenangan duniawi itu, dan menyampaikan dakwah tauhid tanpa batas waktu. Dengan demikian, tinggal si jabang bayi itu dengan seorang ibunya. Mereka bukannya tinggal di istana megah, rumah mewah dan segala fasilitas modern ala Putri Diana atau anak penguasa, yang ke mana pergi dan tinggal dijaga pengawal dan ratusan ajudan (pembantu).

Mereka tinggal di lereng bukit yang hampa air, tetumbuhan, warung jajan. Apalagi mall. Semua itu tidak ada. Di tempat itu suhunya panas, tak ada kolega, tetangga, atau sanak saudara. Ya, mereka hanya berharap pertolongan dan bantuan Tuhannya.

******

Bekal yang dibawa pun habis. Sang ibu kebingungan. Untuk minum segelas air pun tak ada air. Sembari berdo’a dan mencari sumber air, ibu itu berlari dari satu bukit ke bukit lainnya. Setelah tujuh kali lari bolak-balik, air pun tak kunjung ditemukan.

Kendati demikian, di hati ibu satu anak ada keyakinan bahwa do’a dan usahanya pasti di dengar Allah. Dia punya cara sendiri untuk memberikan sesuatu kepada hamba-Nya yang ikhlas beribadah kepada-Nya. Usai kelelahan mencari air, sang bayi menggerak-gerakkan kakinya ke tanah. Subhanallah… Mata air pun mengalir seketika dan jutaan umat manusia telah menikmatinya.

Dengan air suci itu, bayi itu tumbuh dewasa di bawah bimbingan kasih-sayang, keikhlasan, kesederhaan, kecakapan (life skill) orang tua yang selalu tunduk dan patuh atas segala aturan Tuhannya tanpa sedikitpun mengingkarinya.

Setelah kembali dari rihlah dakwah, lelaki tua itu bertemu dengan isteri dan anaknya yang sudah menginjak dewasa. Mereka terharu bahagia. Lagi-lagi mereka ditegur Allah SWT untuk tak lupa atas setiap karunia dan berkah-Nya. Allah pun kembali menguji tingkat dan derajat keimanan keluarga ini.

Di malam yang tak disangka, datanglah wahyu Tuhan kepada lelaki tua saat ia tidur untuk menyembelih anak kesayangannya itu. Ia pun kaget dan segera terbangun, lalu mengajak isterinya memusyawarahkan mimpinya. Sang anak pun diundang untuk memutuskan perintah ghaib dari Yang Maha Ghaib itu.

“Ya, Ayahku laksanakan perintah Tuhan-Mu. Dengan begitu insya Allah mudah-mudahan engkau akan mendapatiku menjadi orang sabar,” jawab anak itu ketika ayah mau menyembelihnya.

Setelah mereka satu kata untuk memenuhi perintah Allah, ujian berat pun datang. Iblis-iblis dalam berbagai bentuk menggoda dan merayu mereka agar membatalkan niat itu. Semua godaan dan rayuan itu sia-sia. Mereka berhasil atas segala ujian dari Rabb-nya. Segala godaan dan rayuan dunia dan setan pun tak menembus hati, pikiran, raga dan harta mereka.

******

Mereka itulah adalah Ibrahim ‘alaihissalam, Hajar, dan Ismail ‘alahissalam. Mereka berhasil keluar dari penjara dunia karena selalu dekat dengan Allah SWT dalam segala pancaroba dunia. Hidup susah, payah, derita, bahagia, sejahtera dan mulia dijalani dengan tetap ikhlas hanya menghamba kepada-Nya.

Dalam setiap kesempatan Ibrahim selalu berdo’a: “Ya Tuhan jadikanlah aku dan dari keturunanku orang-orang yang mendirikan shalat. Dan terimalah do’aku. Ya Allah ampunilah orag tuaku dan orang beriman pada hari perhitungan amal.”

Melalui keluarga Ibrahim pula kita diajari untuk mengorbankan segala yang kita cinta untuk orang lain. Dari sinilah kita bisa mendekati Tuhan dan benar-benar menjadi hamba-nya.

Keberkahan keluarga Ibrahim tak hanya itu. Dari isteri pertama, Sarah, Ibrahim yang mendapat gelar agung dari Allah sebagai “Khalilullah" (Kekasih Allah) juga melahirkan seorang bayi, yang selanjutnya juga menjadi orang shaleh dan nabi mulia. Dialah Nabiyullah Ishaq ‘alahissalam. Dari Ishaq lahir nabi-nabi Bani Israil, yang di kemudian hari keturunannya sampai saat ini unggul serta menguasai sebagian besar peta politik, budaya, sosial, alam dan kekayaan dunia.

Baik keturuhan Isma’il maupun Ishaq, keduanya mampu membentuk peradaban dunia yang sampai hari ini kita saksikan bersama.

Di bulan Iedul Adlha ini, ya Allah… Jadikan kami Ibrahim-ibrahim di zaman ini, Ibrahimkan hamba ya Allah…, Hambakan kami semua sehingga menjadi keluarga-keluarga Ibrahim sebagaimana Engkau menyampaikan do’a, shalawat dan salam kepada Ibrahim untuk Nabi Besar, Rasul-Mu dan juga kekasih-Mu yang mulia, Muhammad shallahu ‘alahi was salaam. Amien.