Mengapa Mereka Membiarkan Saudaranya Sendirian?

Memasuki minggu ketiga agresi militer Israel ke Gaza, reaksi para pemimpin Arab masih belum memperlihatkan sikap yang berarti. Mesir yang berbatasan langsung dengan Gaza, masih menutup rapat-rapat perbatasannya di Rafah, bahkan mengirimkan ribuan tentaranya ke kota perbatassan itu, yang menyebabkan tidak memungkinkannya bantuan masuk ke Gaza.

Masyarakat muslim dunia merasa bingung dengan sikap para pemimpin dunia Arab. Padahal, mereka yang paling dekat dengan Gaza, baik dekat dalam arti letak geografis, budaya dan agama. Para pemimpin Arab, setiap hari mereka melihat kematian anak-anak, wanita, orang tua, dan kehancuran yang diakibatkan mesin perang rejim Zionis-Israel. Para pemimpin Arab itu, tak terusik sedikitpun dengan peristiwa pembantaian terhadap muslim di Gaza, yang terus berlangsung setiap hari. Mereka seakan tak memilik hati nurani. Membiarkan saudaranya sesama muslim dibantai dan dihancurkan oleh mesin perang rejim Zionis-Israel.

Di tengah kebingungan terhadap sikap para pemimpin dunia Arab, para pemimpin Hamas, menunjukkan sikapnya yang teguh, tidak mau tunduk dan menyerah, serta terus berjuang menghadapi agresi militer rejim Zionis-Israel, meskipun sendirian. Para pemimpin Hamas itu, yakin akan datangnya pertolongan Allah Azza Wa Jalla, dan tetap yakin dapat mengalahkan tentara Israel. Para pemimpin Hamas ingin mempertahankan jengkal demi jengkal tanah Gaza dari agresi militer. Bahkan, seorang pemimpin Hamas, Dr. Ismail Radwan, menolak kehadiran pasukan internasional ke Gaza.

Selasa, Shubuh, ketika terdengar gemuruhnya mesin perang rejim Zionis-Israel, yang menjatuhkan rudal dari pesawat tempur F.16 dan helikopter Apache, seorang wartawan Aljazeera, menyaksikan peristiwa yang luar biasa, di mana masih terdengar suara adzan Shubuh di Gaza, meskipun mereka menghadapi gempuran udara yang massif. Kini, ribuan pasukan cadangan Israel masuk ke Gaza, sebagai bagian tahap ketiga perang melawan Hamas.

Kaum musliminn dan para pejuang Hamas di Gaza, mereka hanyalah mengharapkan pertolongan dari Allah Robbul Aziz. Mereka yakin akan datangnya pertolongan-Nya, dan dapat mengalahkan tentara rejim Zionis-Israel, yang sudah ada tanah kelahiran mereka. Inilah sebuah fenomena baru, di Palestina, di mana mereka hanya berbekal keyakinan dan tawakal kepada Allah Azza Wa Jalla, berjuang menghadapi rejim penjajah Zionis-Israel, yang menggunakan senjata-senjata yang modern.

Sementara itu, para pemimpin Arab yang memiliki kekuatan dan kekuasaan, tak mampu menghadapi Israel. Semoga ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kaum muslim dan para pemimpinn Islam.

Di masa depan, bagaimana seharusnya para pemimpin Arab, Islam, dan Gerakan Islam mensikapi keadaan yang ada? Adakah kondisi yang ada di Gaza masih belum cukup memberikan pelajaran?

Redaksi mengucapkan terima kasih atas partisipasi pembaca dalam dialog di edisi sebelumnya. Semoga masukan pembaca bisa bermanfaat untuk kita semua.