'Revolusi' Islam di Indonesia

Setelah Tunisia, Mesir dan negara-negara arab lain ikut bergolak. Rakyat di sana sudah muak dengan pemerintahan sekuler yang menyengsarakan rakyat. Dari revolusi Tunisia tampaknya menjalar cepat ke sejumlah negara Arab. Sebagaimana diberitakan, beberapa negara bagian Arab dilaporkan mulai diguncang aksi unjuk rasa menentang pemerintahan negaranya masing-masing.

Ada dua kubu dalam krisis di negara-negara yang penduduknya Muslim itu, pertama adalah kubu rezim yang di dukung oleh polisi dan militer. Di Mesir, ada juga segelintir orang bayaran. Seperti amanat konstitusi, pihak militer memang harus mengabdi pada rezim yang sedang berkuasa. Meskipun tidak menutup kemungkinan dalam hati kecil mereka juga tidak menginginkan adanya peristiwa berdarah itu. Itulah kenapa militer seringkali di posisikan sebagai pihak korban instruksi atau korban dari sistem. Sementara itu kubu yang kedua adalah rakyat yang menginginkan tergulingnya rezim. Diberitakan pula, di Mesir akhirnya militer berbalik arah mendukung rakyat.

Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor utama terjadinya perubahan adalah umat. Sedangkan dalam sejarahnya apabila sebuah negara itu ingin benar-benar berubah adalah dengan jalan perubahan yang bersifat revolusioner. Tidak cukup hanya berganti orang yang berkuasa, namun juga harus berganti sistem.

Islam sendiri telah mencontohkan ada dua model perubahan, yakni perubahan secara Parsial (islahiyah), ini dilakukan bila sistem Islam masih diterapkan dan kerusakan hanya pada cabang-cabangnya saja. Yang kedua perubahan secara revolusioner (inqilabiyah), yang ini jika keadaan sudah rusak dari akarnya.

Dari Tunisia ke Indonesia

Pertanyaanya, mau dibawa kemana Tunisia dan Mesir pasca revolusi maupun reformasi? sebagai negara yang berpenduduk mayoritas Muslim tentunya tidak ada pilihan lain kecuali berubah dari Negara sekuler ke negara Islam, negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai negara khilafah. Karena hal itu merupakan tuntutan keimanan mereka, di samping itu dapat membuat negara yang berbatasan dengan Aljazair tersebut menjadi negara yang maju dan sejahtera. Namun tentu jika ingin menuju ke sistem Islam, haruslah ada dukungan umat, termasuk militer setempat.

Sejatinya kondisi di Tunisia bisa dikatakan tidak jauh beda dengan apa yang dialami oleh Indonesia yang notabene juga sama-sama berpenduduk mayoritas Muslim ini. Sama-sama menerapkan sistem sekularisme, sama-sama juga sedang terpuruk kondisi negaranya.

Guna menuju ‘revolusi’ Islam di Indonesia, maka harus ada dua faktor penting, pertama, mayoritas masyarakat menginginkan tegaknya ideologi Islam, atau minimal mereka tidak menentangnya. Kedua, pihak-pihak yang memiliki kekuatan riil (militer, tokoh umat, dll) di tengah-tengah umat juga mau untuk menjadi pendukung tegaknya hukum-hukum Allah tersebut.

Kondisi Masyarakat Indonesia

Kondisi saat ini, menurut hemat penulis, ada tiga kelompok yang berada di tengah-tengah masyarakat. Di antaranya: 1. Kelompok pejuang dan pendukung tegaknya ideologi Islam. 2. Kelompok masyarakat netral. 3. Kelompok penentang ideologi Islam.

Kelompok pertama ialah para aktivis dakwah yang berjuang untuk mewujudkan cita-cita
mulianya itu. Mereka terdiri dari individu maupun kelompok Islam (partai/ormas) baik yang konsisten dalam perjuangan maupun tidak. Ditambah masyarakat yang telah memahami bahwa Islam harus ditegakkan dan mereka mendukung perjuangan.

Sementara kelompok kedua merupakan sebagian masyarakat di pedesaan maupun perkotaan. Kelompok ini tidak begitu peduli dengan pertarungan ideologi yang ada disebabkan sebagian besar diantara mereka belum begitu paham, jika Islam merupakan sebuah ideologi, dan jika perjuangan penegakkan syariah dan khilafah merupakan konsekuensi akidah mereka.

Sedangkan kelompok ketiga, mereka di antaranya aktivis liberal, pengemban kapitalisme, pejuang sosialisme, dll. Sejatinya jumlah mereka sangat sedikit, namun seolah-olah berjumlah banyak sebab mereka sering "nyanyi" di media. Dalam kasus ini sering dilakukan oleh kelompok liberal.

Teruntuk kelompok pejuang sosialisme, mereka sering mengklaim punya massa banyak, yakni kaum buruh, padahal mereka cuma menungganginya dalam rangka para buruh yang ingin memperoleh hak-haknya. Mayoritas kaum buruh adalah masuk kelompok kedua.

Kultur Islam

Kultur masyarakat Indonesia adalah kultur Islam. Tentunya hal ini sangat kondusif untuk tegaknya Ideologi Islam di Negri ini. Dalam hati kecil mereka begitu mencintai Islam, entah seperti apapun tingkat keimanan mereka. Ada kejadian menarik yang pernah di alami oleh penulis, saat salah seorang preman mengatakan pada penulis, "Mas, saya itu orangnya begini, tapi saya akan marah jika Islam dihina dan dilecehkan" (dalam bahasa Jawa).

Pada kasus lain, di orang yang tidak sama, saat menceritakan peristiwa gempa di Bengkulu dan orangnya kebetulan waktu itu berada di sana, mengatakan: "Mas, aku dulu takut sekali saat gempa, yang ada dipikiranku, bahwa aku belum salat Mas".

Itulah contoh-contoh yang menunjukkan jika sejatinya kultur masyarakat Indonesia adalah kultur Islam. Orang-orang yang seperti ini juga merupakan objek dakwah yang berhak mendapatkan pesan dakwah Islam, karena mereka juga merupakan korban dari sistem sekulerisme yang telah melahirkan banyak generasi yang jauh dari ajarannya. Mereka bagian dari kelompok kedua.

Sebagian masyarakat Indonesia mungkin belum paham betul tentang Ideologi Islam, namun jika dikatakan bahwa Ideologi Islam itu adalah hukum-hukumnya Allah, dari Allah SWT, maka akan sulit bagi mereka untuk menolak penerapannya. Apalagi bila disampaikan bahwa hukum Allah niscaya membuat Indonesia menjadi maju dan sejahtera.

Potensi Indonesia

Indonesia memiliki potensi yang cukup bagus bilamana khilafah tegak mulai dari negeri ini. Setidaknya hal ini di dasarkan dari beberapa pertimbangan:

  1. Secara geo-politik dan geografis, Indonesia memiliki wilayah yang luas, jumlah penduduknya sangat banyak, tentaranya juga banyak. Tentu hal ini akan membuat Indonesia dengan pertolongan Allah menjadi Negara yang kuat ketika tegak ideologi Islam.
    Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia menjadi 1,9 juta mil persegi. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa.
  2. Secara geo-ekonomi, Indonesia merupakan Negara ‘zamrud katulistiwa’ yang kaya akan kekayaan alam, tanahnya subur, hutannya luas. Hal ini tentunya menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang strategis untuk tegaknya khilafah Islam. Dalam catatan Dr. Fahmi Amhar (Praktisi Bakosurtanal) bahwa nilai potensi lestari laut Indonesia baik hayati, non hayati, maupun wisata adalah sekitar US$ 82 miliar atau Rp 738 triliun.

Kekayaan emas Freeport di Papua, cadangan emas dan perak juga terdapat di Delta Kapuas, Kepulauan Riau, Pantai Sukabumi. Sektor Migas, dan masih banyak lagi kekayaan alam yang di anugerahkan oleh Allah SWT kepada Indonesia. Namun sayangnya sekarang ini banyak dikuasai oleh segelintir orang, terutama asing karena sistem kapitalisme yang dianut.

Syariah Islam Semakin Diterima

Seiring waktu berjalan, syariah Islam semakin mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Ada sebuah poling yang cukup mengejutkan dilakukan oleh sebuah lembaga survei yang di monitoring universitas Mariland AS pada tahun 2007, meskipun agak
ditutup-tutupi, di antaranya dilakukan di Indonesia dan hasilnya: kebanyakan responden sepakat terhadap penegakkan syariah dan khilafah dengan persentase 53%, lebih rendah dibandingkan persentase negeri-negeri Islam lain (Mesir 71%, Pakistan 79%, Maroko 76%).

Hari demi hari syariah Islam Alhamdulillah semakin diterima, tanda-tanda kebangkitan Islam pun sudah tampak di depan mata. Tak heran jika Nation Intelelligence Council’s (NIC) pernah merilis sebuah laporan yang berjudul Mapping the Global Future. Dalam laporannya itu diprediksikan bahwa akan ada empat skenario besar dunia di tahun 2020, salah satu yang disebutkan adalah A New Chaliphate atau berdirinya kembali khilafah Islam, sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada norma-norma dan nilai-nilai global.

Demikian juga cukup menarik isi dari sebuah buku karya Mr Michael Buriyev (Wakil Ketua Parlemen Rusia) yang menyatakan: dunia sedang menuju menjadi 5 negara besar yakni: Rusia, Cina, Khilafah Islam, Konfederasi Dua Amerika, dan India jika India bisa bebas dari cengkraman Islam yang mengurungnya (Pakistan, Bangladesh, Kasmir, Afganistan).

Selamatkan dengan Syariah

Indonesia, Tunisia, dan negeri-negeri lain harus diselamatkan dengan Islam. Sistem ini telah menjadikan Raksasa Islam tertidur lelap, dijajah, dan dihinakan oleh musuh-musuh Islam. Karena itu, pembinaan pada umat dengan pemikiran Islam yang Ideologis harus terus digelorakan. Melakukan counter pemikiran atas apa yang disuarakan oleh kaum liberal yang biasa mengatakan syariah Islam adalah ancaman bagi Indonesia, namun sebaliknya, Islam akan menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kapitalismelah ancaman yang sebenarnya.

Mesti dijelaskan kepada umat secara keseluruhan, termasuk di antaranya jajaran militer, Kepolisian, tokoh masyarakat, juga para intelektual, atas kepalsuan ide-ide selain Islam seperti kapitalisme, sosialisme, sekulerisme, pluralisme, liberalisme, dst. Sekeras apa pun mereka niscaya akan luluh juga jika dihadapkan dengan akidah Islam, sebagai contoh adalah sahabat Umar Bin Khatab. Serta harus dilakukan dakwah yang bersifat politis dengan mengajak umat untuk menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Karena semua ini adalah konsekuensi keimanannya sebagai Muslim.

Revolusi di Tunisia paling tidak menunjukkan bahwa kekuatan umat merupakan faktor penting terjadinya perubahan. Mari selamatkan Indonesia dengan syariah, untuk Indonesia yang lebih baik. Ingatlah bahwa pertolongan Allah itu amat dekat. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Ali Mustofa Akbar
Ketua RISKI Ngruki
Penulis Novel “Hari-Hari Indah Aktivis Dakwah”
Website: mustofa.web.id

HP: 085728670098
Email: [email protected]