Memahami Tadarujj

Tadarujj (bertahap) adalah sebuah konsep yang seharusnya didudukkan secara benar, karena konsep ini tidak bisa diaplikasikan di semua kasus dalam perjuangan sebuah harokah Islamiyah. 0

Tadarujj dapat dipahami sebagai tahapan pembangunan organisasi dalam sebuah harokah Islamiyah. Dengan cita-cita yang tinggi, tidak mungkin dilakukan seperti membalikkan telapak tangan, pastilah butuh tahapan-tahapan yang harus dilalui.

Rasululloh saw. –pun melakukannya, mulai dari pembentukkan kutlah di rumah Arqom bin Arqom, kemudian diadakanlah pengkaderan (tastqif) sebagai modal untuk dakwah ke masyarakat, sampai akhirnya terbentuklah sebuah Daulah Islamiyah di kota Madinah.

Tetapi yang harus dijadikan sebuah catatan penting adalah dalam mencapai tujuan, tidaklah diperbolehkan menghalalkan segala cara, seperti berkoalisi dengan partai sekuler, berkompromi dengan sistem kufur, dan sebagainya. Sebagai muslim kita mengetahui bahwa setiap perbuatan wajib terikat dengan hukum syara’, tidak terkecuali langkah-langkah dalam mencapai tujuan.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah [5] : 2)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Maidah [5] : 44-45)

Tujuan yang patut dipertanyakan ke-syar’i-annya karena memicu munculnya kontra-produktif antara nilai-nilai yang ingin diusung dengan badan hukum Negara yang akan dijadikan sebagai wadah nilai-nilai tersebut, contohnya ingin menegakkan nilai-nilai Islam dalam koridor NKRI (Negara sekuler) pun membutuhkan proses/tahapan yang tidak mudah.

Apalagi tujuan yang jelas syar’i yaitu menegakkan syariat Islam secara kaffah dibawah naungan Khilafah minhaj Nubuwah, pasti juga membutuhkan proses/tahapan yang sungguh tidak mudah. Sebuah pertanyaan yang saya ingin lontarkan dengan harapan dapat mendorong kita kepada sebuah penyadaran. Jika kedua tujuan tadi sama-sama membutuhkan proses/tahapan yang tidak mudah, lantas mengapa kita memilih tujuan yang tidak syar’i?

Tadarujj Bukan Berarti Penerapan Sistem Islam Secara Gradual

Kita memahami karakteristik sistem Islam yaitu lengkap-sempurna-saling menyempurnakan (syamil-kamil-mutakamil), yang berarti salah satu sistem Islam tidak bisa berdiri sendiri dengan sempurna tanpa didukung sistem-sistem Islam lainnya yang semuanya dapat berdiri tegak hanya di atas landasan aqidah/ideologi Islam.

Disinilah sebuah bukti bahwa konsep tadarujj tidak bisa diaplikasikan dalam hal penegakkan sistem Islam secara gradual. Jika konsep tadarujj dipaksakan untuk kasus ini, maka akan banyak ketimpangan yang akan terjadi, apalagi jika masalah aqidah/ideologi diletakkan pada urutan terakhir, yaitu setelah kekuasaan di sistem kufur tergapai.

Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara total. (QS. Al-Baqarah [2]: 208).

Sebagai contoh, jika kita ingin membangun sistem pendidikan berbasiskan syariah Islam, maka tujuan itu tidak akan tercapai secara sempurna ketika sistem ekonomi belum berlandaskan ekonomi syariah yang mengatur dengan tegas pemisahan antara kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan Negara.

Sehingga tidak akan ada kepemilikan umum yang diprivatisasi, kepemilikan umum seperti bahan-bahan tambang, air, listrik dan sebagainya akan dikelola negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat berupa pemenuhan kebutuhan dasar secara cuma-cuma, di mana kebutuhan akan pendidikan juga termasuk didalamnya. Sedangkan, sistem pendidikan dan ekonomi tidak dapat berasaskan Islam secara murni ketika legal system (ideologi Negara) tidak mendukung.

Tanpa ideologi Negara yang mendukung, maka sistem pendidikan akan bersifat materialistik, meraih ilmu hanya untuk memperkaya diri sendiri, bukan untuk berbuat amal kebaikan sebesar-besarnya.

Ideologi Negara yang tidak mendukung juga menyebabkan materi pemikiran-pemikiran Islam dalam sistem pendidikan yang dapat membangkitkan umat Islam, tidak boleh diajarkan di sekolah-sekolah karena dianggap dapat mengancam keberadaan ideologi sekuler yang sedang bercokol di Negara itu.

Demikianlah, antara sistem Islam yang satu dengan yang lainnya memiliki saling keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan, dan ujung pangkal dari semua sistem Islam tersebut adalah aqidah/ideologi Islam.

Dalih para pengusung konsep ini bahwasanya Al-qur’an juga diturunkan secara bertahap, tetapi mereka lupa bahwa para sahabat ketika 1 ayat turun kepada mereka, mereka segera melaksanakannya, dan ketika turun ayat-ayat selanjutnya, maka para sabahat pun melaksanakan semuanya secara sempurna, tanpa meninggalkan ayat-ayat yang lain.

Saat ini Al-qur’an sudah turun keseluruhan, maka tidak ada alasan lagi bahwa sistem bisa diterapkan secara gradual.

Tadarujj Bukan Berarti Membolehkan Menutupi yang Haq (Al kitmal haq)

Mungkin masih banyak aktivis muslim yang mengira bahwa tujuan yang memperjuangkan tegaknya Khilafah adalah sebuah ketergesa-gesaan dan perjuangan yang tanpa taktik. Sehingga ketika semakin sulitnya keadaan sebagai konsekuensi logis dari memilih jalur berjuang melalui sistem kufur, maka mereka menganggap perlunya untuk berkompromi dengan sistem kufur tersebut yang mereka anggap sebagai sebuah taktik dari implementasi konsep tadarujj.

Kemudian, untuk memperkuat dan membenarkan dari apa yang mereka perbuat, maka mereka mencoba memberikan label syar’i pada sistem kufur tersebut, misalnya mencari-cari pembenaran bahwa demokrasi itu tidak bertentangan dengan aqidah Islam. Padahal Allah Swt. telah menetapkan bahwa yang haram dan halal itu dengan jelas, dan keduanya tidak dapat dicampur adukkan.

Demi meraup suara dan meraih kekuasan yang sebenarnya bersifat semu, mereka rela menanggalkan ideologinya dan menutupi yang haq dengan dalih karena masyarakat belum siap menerimanya.

Apapun dalihnya, menutupi yang haq itu adalah perbuatan yang diharamkan Islam, karena menghalangi manusia untuk mendapatkan kebenaran. Cara-cara seperti ini juga bukan mencerminkan sikap seorang muslim, bahkan disebutkan dalam Al-qur’an, cara ini sungguh merupakan ‘atribut’ Yahudi yang seharusnya kita sungguh tidak patut untuk mengikutinya.

Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk). Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Qur’an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa. Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2] : 40-42)

Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb

Budi Kristyanto
Structural Engineer di sebuah perusahaan Engineering Consultant, Jakarta
HP : 08561648432 ; email: [email protected]