Akankah Era Kelam Orde Baru Terulang Kembali ?

Era Orde Baru yang bengis, kejam dan memasung kebebasan masyarakat akan akan segera dipraktekkan dalam pemerintahan yang mengaku demokratis dan reformis ini. Dari yang hendak diterapkannya UU intelejen yang kontroversi sampai mengerahkan aparat untuk mengawasi ceramah-ceramah keagamaan yang padahal kebebasannya telah diatur oleh UUD 1945 pasal 29.

Lucu juga bila sampai hal ini terjadi. Aparat sebagai penjaga dan pengayom masyakarat malah bekerja untuk memata-matai rakyatnya dan dituduh pula mengajarkan ajaran terorisme. Bila semua elemen masyarakat jujur sebenarnya ajaran Tauhid, Syariat dan jihad adalah bagian yang tak terpisahkan dalam Islam. Ada di kitab suci Al-Qur’an dan Hadist yang sampai hari ini belum dihapus oleh Allah SWT. Lain soal kalau pemerintah akan menghapusnya dari rujukan tertinggi umat Islam. Mungkin bisa untuk mencegah orang untuk tidak bicara Tauhid, Syariah dan Jihad.

Sinyal untuk membrangus kebebasan berbicara, berekspersi dan mengeluarkan pendapat mendapat tantangan keras di rapat koordinasi Penanggulangan Terorisme yang diselenggarakan pada tanggal 25 Juli 2011 oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dengan dihadiri oleh Menkopolhukam, Panglima TNI, Kapolri, Kasad, Wakil Jaksa Agung dan perwakilan dari kepolisian, kejaksaan dan TNI. Padahal definisi teroris tidak jelas dan pasti tidak kemana-kemana, umat Islam menjadi target komoditas elite papan atas ini agar proyek atas nama perang melawan teror terus berjalan.

Padahal menurut Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti dalam pernyataannya yang diterima Tribunnews.com, Rabu (27/7/2011) bahwa pelibatan unsur-unsur yang bukan dari POLRI adalah ilegal, Menurutnya, hingga kini Pemerintah dan DPR masih belum membuat Undang-Undang Tugas Perbantuan. Bahkan Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) yang mengatur pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme. Di sisi lain, UU Teroris juga masih belum mengatur tentang pelibatan TNI dalam menanggulangi terorisme.

"Imparsial menilai keinginan Pemerintah untuk melibatkan TNI dalam menanggulangi terorisme dengan tanpa secara bersamaan menjelaskan secara lebih lanjut dan rinci tentang tugas dan batasan bagi TNI, justru akan memunculkan terjadinya ketidakseimbangan antara kebutuhan untuk menjaga keamanan di satu sisi dengan keharusan untuk melindungi dan menjamin kebebasan sipil di sisi lain," ujarnya.

Mengulang Tragedi Penggulingan Soeharto

Pemerintah ternyata tidak pernah belajar dari sejarah dan mengambil hikmah masa lalu ketika Soeharto dijatuhkan oleh kekuatan rakyat. Pada saat itu adalah puncak dari kejenuhan dimana semua saluran-saluran masyarakat disumbat dan setiap kritik selalu dituduh sebagai subversif. Dan parahnya sekarang bila orang bicara tentang Islam yang berkaitan dengan Tauhid, Shariah dan Jihad adalah teroris, apa bedanya?

Terulangnya sejarah kelam era Ode baru juga dikhawatirkan oleh beberapa elemen yang melakukan diskusi di Bakoel Coffee, Cikini, Jakarta Pusat dengan thema “RUU Intelijen Ancaman Bagi Demokrasi dan Penegakan HAM". Mugiyanto selaku ketua IKOHI mengatakan, “Intelijen perlu diatur, karena kalau tidak diatur bisa dikhawatirkan akan sama seperti pada rezim orde baru lalu". (www.seruu.com 11/05/2011)

Penguasa seharusnya sadar bahwa era memasung kebebasan orang berpendapat, berekspresi dan berkumpul sudah tidak revelan untuk diterapkan. Membungkam pendapat karena bersebrangan dengan penguasa sebenarnya adalah terror dalam bentuk lain, bahkan lebih dahsyat karena pada akhirnya penguasa tidak mempunyai kontrol dalam melalukan kebijakan yang berhubungan dengan orang banyak. Ini akan menjadi rezim yang cenderung otoriter dan bengis.

Tapi bila hanya alasan bahwa umat Islam yang berdakwah tauhid tidak memiliki jiwa Nasionalisme ini yang perlu dikaji ulang. Ukuran Nasionalisme tidak dilihat seberapa banyak melakukan upacara bendera, menyanyikan lagi kebangsaan atau sebarapa taatnya kepada Pancasila.

Bagi Umat Islam yang disebut Nasionalisme adalah bagaimana umat member solusi dari segala permasalahan yang menimpa bangsa Indonesia menurut keyakinan agama yang mereka anut. Bila umat Islam berkeyakinan bahwa hanya dengan bertauhid yang benar, menjalankan Syariat Islam dan mengamalkan nilai-nilai agama Islam sebagai jalan keluar kebuntuan yang mendera Indonesia hari ini. Tidak bisa serta merta bahwa mereka tidak disebut seorang Nasionalis.

Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. (QS. 5:66)

Wallahu a’lam

profile penulis:

Hanif Abdullah;Redaktur Majalah Online

http://ansharullah.com