Yang Unik Dari Mesir (Imam Gerhana)

Malam hari itu, selesai shalat Isya berjamaah, imam masjid Ust. Bayyûmi mengumumkan bahwa besok jam 7 pagi kita akan mengadakan shalat gerhana matahari. Di sini, di masjid As-Salam, yang terletak di daerah Bawwabah Ula, Hayul Asyir, Nasr City-Kairo, aku bertekad ikut melaksanakan shalat gerhana matahari ini. Sebab ini adalah shal gerhana matahari yang pertama kali dalam hidupku.

Sekembali ke flat tempat tinggalku, aku menguatkan azam untuk bangun shalat Shubuh di masjid. Alhamdulillah….! Allah memberiku rezeki indah pagi itu. Dapat shalat Shubuh berjamaah di masjid. Aku menguatkan diri untuk bangun melawan kantuk yang begitu berat, kemudian berwudhu dengan air yang sangat dingin. Maklum di Mesir lagi musim dingin. Ku ayunkan kaki ke masjid, menghalau hawa dingin yang menusuk tulang di subuh hari yang cerah itu.

Setelah selesai shalat shubuh aku bertekad duduk di masjid sampai terbit matahari. Duduk menunggu ditunaikannya shalat gerhana matahari sambil membaca Al-Quran, mengulang kembali hafalan-hafalan lama yang sudah lama tak diulang. Dan sambil mengharap pahala-Nya, karena Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang shalat Shubuh berjamaah kemudian duduk berzikir sampai terbit mathari, kemudian shalat dua rakaat (shalat Dhuha), maka baginya pahala haji dan umrah, sempurna, sempurna, sempurna." [Hadits Shahih, lihat kitab Shahihul Jami`, no. 4035]

Sejenak, pikiranku melayang ke zaman kenabian. Zaman terbaik bagi umat ini. Zaman hidupnya rasul pilihan, Rasulullah Saw. Zaman hidupnya manusia-manusia pilihan Allah untuk mendampingi, menyertai dan mengikuti beliau sepenuh jiwa dan raga. Aku merasa sangat bersyukur dan berbangga sekali terlahir sebagai orang muslim. Bisa mengikuti ajaran Rasulullah walau masih tertatih-tatih.

Sambil duduk, aku berpikir, betapa sempurnanya Agama ini yang mengajarkan umatnya bagaimana harus menyikapi segala yang akan dihadapi. Bayangkan sampai cara masuk WC, cara buang air, cara bersuci dari buang air, cara menjawab orang bersin dan hal-hal yang sepintas spele, namun memiliki makna yang besar dan luar biasa, semua itu diajarkan dalam Agama ini. Apatah lagi masalah-masalah yang besar, masalah cara menjalani hidup, memandang hidup, tujuan hidup, mempersiapkan bekal hidup setelah mati, hubungan dengan diri sendiri, keluarga, tetangga, masyarakat, negara, bahkan hubungan dengan hewan, tumbuhan bangsa jin dan semua makhluk Allah lainnya. Aku hanya bisa berteriak dalam diamku, "Lâ ilâha illallâh…. betapa bangganya aku hidup sebagai muslim."

Cara menyikapi gerhana juga diajari Rasulullah Saw. Di zaman beliau pernah juga terjadi gerhana matahari saat putra beliau Ibrahim meninggal dunia. Sebagian shahabat menyangka bahwa gerhana itu terjadi sebagai respon alam atas kematian putra beliau. Rasulullah Saw kemudian menepis anggapan ini dan bersabda di hadapan para shahabatnya, “Sesungguhnya matahari dan bulan hanya salah satu tanda kebesaran Allah. Tidak terjadi gerhana pada keduanya karena kematian atau kelahiran seseorang. Oleh sebab itu, jika kalian melihat keduanya gerhana, maka bertakbirlah, berdoalah kepada Allah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah!” [HR. Muslim]

Dalam riwayat lain di Shahih Al-Bukhari juga disebutkan bahwa, setelah shalat Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya aku melihat Surga, kemudian aku mencoba memegang setangkai anggur, kalau seandainya aku dapat mengambilnya maka kalian akan memakannya selama dunia masih ada. Aku juga diperlihatkan Neraka, dan aku tidak pernah melihat pemandangan yang lebih sadis dari yang kulihat pada hari ini. Aku juga melihat bahwa isi neraka yang paling banyak adalah kaum perempuan." Para shahabat bertanya, "Mengapa demikian wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Karena mereka ingkar!" Para shahabat bertanya lagi, "Apakah mereka ingkar kepada Allah?" Beliau menjawab, "Mereka sering mengingkari kebaikan suaminya, tidak mengakui perbuatan baik, walaupun kalian berbuat baik seumur hidup, kemudian mereka melihat sesuatu yang tidak mereka sukai dari kalian, mereka akan berkata: ‘Aku tidak melihat kebaikan padamu sedikitpun’."

Hadits di atas tidak bermaksud menghina kaum wanita, karena Rasulullah Saw sekedar memberitakan realita yang akan terjadi di Neraka kelak, sebagai nasihat agar kaum wanita muslimah berhati-hati dalam bersikap dan bertindak-tanduk. Beliau memberikan solusi keselamatan tersebut, yaitu mafhum mukhalafah dari hadits di atas. Hendaklah wanita pandai berterimakasih kepada suaminya dan mengenang perbuatan baik orang lain. Dalam hadits yang lain disebutkan solusi yang lain yaitu, hendaknya mereka banyak bersedekah. Para ulama mengatakan bahwa dengan rajin bersedekah, mereka akan terhindar dari penyakit "Tidak tau berterimaksaih" yang membuat mereka menjadi penduduk Neraka paling banyak.

Kembali ke shalat gerhana. Shalat gerhana memiliki tatacara yang agak berbeda dari shalat-shalat lainnya. Ia dilaksanakan dengan dua rakaat, empat ruku’, dan dalam rakaat yang panjang. Dalam sebuah Shahih Al-Bukhari disebutkan disebutkan bahwa Rasulullah membaca ayat sepanjang Surah Al-Baqarah dalam rakaat pertama. Rakaat kedua juga beliau membaca surat yang panjang, walaupun lebih pendek dari rakaat yang pertama. Tidak hanya itu, rukuk dan sujudnya pun panjang-panjang. Imam Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Aisyar r.a. berkata, "Aku tidak pernah sujud lebih panjang dari sujud itu" [HR. Al-Bukhari]

Pelajaran unik yang aku dapatkan pagi itu adalah dari imam shalat gerhana ini. Ia adalah seorang anak muda, umurnya sekita 30-40 tahunan. Penampilannya biasa saja. Berpakaian kaos dan bercelana traning. Tak ada yang istimewa dari penampilannya yang sederhana itu. Tidak banyak orang yang mengenalnya. Bahkan sebagian orang mungkin merasa aneh. Sebab ia adalah orang baru di masjid As-Salam ini. Mengapa kok dia yang didahulukan menjadi imam shalat gerhana, apalagi dengan penampilannya yang seperti itu.

Aku sendiri menggerutu di dalam hati, “Ini siapa ya…, kok yang ini imamnya…, kok pake traning dan pakaian olahraga seperti ini….” Namun ketika beliau mulai membaca ayat-ayat Al-Quran, tilawahnya sangat indah. Suaranya merdu mendayu-dayu, sangat mirip dengan suara tilawah Syekh Musyari Rasyid. Tak terasa satu Surah Al-Anbiya’ yang panjangnya setengah juz 17 itu selesai. Nikmat sekali mendegnarnya. Ingin rasanya beliau menambah satu surat lagi.

Setelah shalat, aku hanya bisa diam memandang beliau. Beliau pun berjalan di hadapanku dan terdegar ada orang yang memanggil dr. Khalid..! Hatiku tersentak. Rasanya aku tahu nama ini dari karya-karya besarnya dan aku kenal suaranya. Aku pernah shalat tarawih di Masjid Tabbah Hayyuts Tsamin, karena beliau adalah imamnya. dr. Khalid Abu Syâdi. Temanku Umar menanyakan nama beliau, dan beliau memang dr. Khalid Abu Syadi. Ah… betapa beruntungnya diriku pagi ini, gumamku dalam hati. Akhirnya aku dapat melihat wajah salah seorang yang ku kagumi. Orang biasa namun dengan penampilan yang biasa saja.

dr. Khalid Abu Syâdi adalah seorang dokter yang terkenal. Terkenal sebagai dokter dan penulis buku-buku terkenal. Buku-buku penyejuk kalbu, penawar rindu bertemu dengan Rabbul Izzati, seperti buku Sibâq Nahwal Jinân (Berlomba Menuju Surga), Bi Ayyi Qalbin Nalqâhu (Dengan Hati model Apa Kita Akan Bertemu Dengan-Nya), Shafaqât Râbihah (Transaksi Paling Menguntungkan), Habbî Yâ Rîhal Îmân (Berhembuslah Wahai Angin Keimanan) dan buku-buku sarat makna dan menggetarkan jiwa lainnya.

Aku berpikir, itulah sebagian keunikan orang-orang Mesir. Banyak mereka yang ahli dalam bidang ilmu sains. Tetapi mereka sangat dekat dengan Al-Quran, memahami kandungannya, bahkan tidak sedikit yang ahli ilmu agama. Seperti Prof. Zaglul An-Najjar, dr. Rogib Sarjani dan lain-lain. Di Universirtas Al-Azhar sendiri, mahasiswa yang jurusan sains diwajibkan menghafal Al-Quran. Pikiranku pun melayang, membayangkan kapan kira-kira bangsaku Indonesia memiliki ilmuan-ilmuan yang ahli agama atau minimal tidak buta agama dan hidup sederhana.

Selesai menyalami jamaah imam muda tersebut langsung pergi. Memang tak banyak orang yang mengenalnya. Bahkan orang mesir pun yang sempat ditanya siapa nama imam itu, ia hanya berkata, “Huwa syabâb masya allah yîgi wa yamsyi” (Dia itu pemuda yang–masyaallah–dia hanya datang dan pergi begitu saja). Dia memang masih sangat muda, belum kakek-kakek seperti yang aku kira untuk ukuran kedalaman karya-karya yang ia persembahkan.

Penulis:
Lalu Heri Afrizal, Lc., Mahasiswa Pascasarjana Univ. Al-Azhar Mesir, Koord. Bid. II ICMI Orsat Kairo, Koordinator Kajian Kampus Pemikiran SINAI Mesir, e-mail: [email protected],