Membangun Visi Bangsa Berkarakter

Pada Pilpres Indonesia tahun 2009 ini, umumnya para capres mengkonsentrasikan visi dan misinya pada masalah pembangunan ekonomi. Sedangkan pembangunan di bidang lain seperti hukum, pendidikan, pertahanan dan keamanan tidak mendapatkan proporsi yang terlalu besar dibanding dengan permasalahan kesejahteraan ekonomi.

Para capres sepertinya lupa bahwa visi ideologi pembangunan yang hanya mengedepankan pembangunan materi itulah yang kemudian menjerumuskan bangsa ini dalam kubangan hutang luar negeri yang akhirnya sampai 10 tahun belakangan ini pengaruhnya masih dirasakan, terutama pada rakyat rakyat kecil.

Pandangan Alqur’an Terhadap Kemajuan Materi

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum Ad?,(6) (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi,(7), yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain, (8) dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah,(9) dan kaum Firaun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak),(10) yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, (11) (QS: 89:6-11))

Al qur’an menggambarkan tiga umat terdahulu yang mempunyai peradaban yang sangat tinggi dalam hal pembangunan materi. Kaum Ad dengan kehebatannya dalam mendirikan bangunan yang tinggi. Kaum Tsamud yang mendirikan kota Petra di Yordania dengan cara memahatnya. Terakhir adalah Fir’aun yang telah menjadi legenda dengan piramidnya.

Namun Allah tidak melihat kemajuan peradaban phisik sebagai hal yang patut dibanggakan. Allah SWT menghancurkan mereka semua dalam sekejap. Hal itu disebabkan oleh karena mereka mendustakan nabi dan rosul yang diutus-Nya. Kemajuan phisik dan rahmat dari Allah telah mengubah mereka menjadi ingkar terhadap syariat yang diturunkan Allah melalui nabi dan rosulnya. Lebih detail Allah menceritakannya dalam beberapa ayat :

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Saleh. Ia berkata. "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apa pun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih."(69) Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.(70) Qs:7:69-70

Alqur’an juga menceritakan kemajuan peradaban yang dicapai bangsa Mesir yang membuat mereka menyombongkan diri kepada Allah dan para utusan-Nya

Dan Firaun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: "Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat (nya)? Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya." Maka Firaun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut),(Qs:43:51-55)

Ayat di atas menceritakan bagaimana penolakan umat-umat yang dimusnahkan tersebut terhadap da’wah para nabi. Mereka menolak menjadikan Allah sebagai penguasa dalam menentukan aturan hidup melalui nabi-nabinya. Mereka mengingkari sifat uluhiyah Allah SWT. Para pendurhaka itu membangga-banggakan kemajuan peradaban mereka sambil memandang rendah para nabi tersebut yang memang rata-rata tidak memiliki kekuasaan maupun kekayaan.

Dalam ayat di atas juga digambarkan dakwah para nabi yang utamanya adalah menyadarkan manusia akan tujuan penciptaannya di muka bumi, yaitu perintah untuk menyembah Allah dan tidak mensekutukannya dengan apapun. Salah satu maksud dari menyembah Allah adalah memberikan hak istimewa Allah dimuka bumi yaitu pemerintahan dan kekuasaan (Sayyid Qutb, Petunjuk Jalan). Mengakui dan memberi hak kepada Allah saja dalam menentukan corak, konsep-konsep, nilai-nilai, undang-undang, peraturan-peraturan dalam kehidupan pribadi maupun dalam kemasyarakatan. Undang- undang itu dapat berupa tata cara beribadah kepada-Nya, permasalahan sosial, permasalahan ekonomi, politik dan semua hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia pada umumnya.

Jadi jelas Alqur’an tidak menjadikan kemajuan materi sebagai sebuah hal yang begitu penting dan dapat dijadikan tolak ukur kemuliaan manusia. Sebaliknya Allah SWT mengingatkan kita akan fitnah yang ditimbulkan dari kemajuan materi suatu bangsa. Umumnya bangsa bangsa tersebut menjadi congkak dan merasa berhak menentukan sendiri hukum bernegara dan bermasyarakat tanpa merujuk kepada hukum Allah SWT. Menentukan hukum tanpa merujuk kitab Allah sama saja merampas hak Allah atas kekuasaannya mengatur manusia dalam kehidupannya.

Islam dan Character Building

Sesungguhnya Islam lebih mengedepankan pembentukan character building daripada material building, yaitu karater manusia yang beriman dan hanya berubudiyah kepada Allah SWT saja tanpa mempersekutukankannya baik dalam hal uluhiyah, rububiyah dan asma wa sifat-Nya. Inilah sebenarnya inti dari da’wah yang diperintahkan Allah SWT kepada para Nabi dan rosulNya dari zaman ke zaman. Al qur’an menceritakan beberapa da’wah para nabi, diantaranya Nuh dan Hud dalam ayat berikut:

Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat) (QS:7:59)

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Ad saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?(Qs:7:65)

Begitu juga dengan Rosullullah SAW ketika diutus Allah kepada umat manusia. pertama kali yang beliau dilakukan dalam membangun visi da’wahnya, bukanlah menyerukan membangun peradaban materi bangsa Arab agar nantinya dapat menyaingi peradaban Romawi dan Persia yang kala itu mendominasi. Tetapi yang beliau lakukan adalah mengkader manusia manusia pilihan untuk berikrar bahawa Tiada Tuhan melainkan Allah SWT. Rosullulah SAW mendidik dan membangun karakter-karakter yang mengenal Tuhan mereka yang sebenarnya dan supaya mereka mengabdikan diri hanya kepada Tuhan saja. Sehingga Allah SWT dalam Alqur’an menganugrahkan gelar “khairu ummah” pada generasi sahabat ini untuk selanjutnya dijadikan teladan bagi generasi selanjutnya.

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (3:110))

Dalam tafsir Ibnu Katsir, ungkapan khairu ummah ini diberikan Allah kepada umat dimasa Rosullullah SAW masih hidup, masa tabiin dan masa tabi’i tabiin. Hal ini diperkuat oleh hadits nabi “ sebaik-baik umat adalah pada zamanku, kemudian orang orang pada zaman berikutnya, kemudian orang-orang pada zaman berikutnya lagi. kemudian datanglah suatu kaum yang kesaksiannya mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.(HR Bukhari)

Mengapa Allah SWT menjuluki dan menganugrahi gelar mulia tersebut pada tiga generasi ini?. Padahal kita ketahui bahwa orang pada masa tersebut tidak memiliki peradaban dan teknologi seperti sekarang. Mereka semua dilahirkan sebagai penggembala padang pasir yang tidak mengenal kemegahan Romawi dan Persia. Mereka adalah umat yang sebelumnya “ummy” atau tidak mengenal kitab-kitab suci seperti halnya Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah suku bangsa terasing ditengah padang pasir tanpa pengetahuan tatanan negara dan hukum layaknya Romawi, Yunani dan Persia.

Sayyid Qutb dalam Ma’alim fithariqnya memberikan penjelasan atas pertanyaan diatas. Sayyid Qutb menjuluki mereka sebagai “Generasi Qur’an Yang unik”. Setidak-tidaknya ada dua hal yang menjadi alasan: pertama, menjadikan Alqur’an sebagai satu-satunya rujukan. Generasi sahabat telah dididik Rosullullah SAW dengan menjadikan Alqur’an satu-satunya yang menjadi pedoman hidup dan perilaku mereka sehari-hari. Sedangkan hadits dijadikan sebagai penjelas ayat-ayat dalam Alqur’an. Bahkan Rosululullah murka ketika mendapati Umar bin Khatab RA memegang sehelai kitab Taurat dan bersabda: “Demi Allah sekiranya Nabi Musa masih hidup bersama-sama kamu sekarang pun, tidak halal baginya melainkan mesti mengikut ajaranku.”(HR Abu Ya’la). Rosullullah tidaklah menjadikan filsafat-filsafat peradaban lain yang eksis pada masa itu seperti Romawi, Persia, India, dan China sebagai khasanah untuk mendidik generasi awwalun ini.

Suatu generasi yang murni mencukupkan ajaran Allah dan rosul-Nya saja sebagai pedoman berkehidupan. Mereka dilarang untuk menggabungkan ajaran Allah dengan filsafat buatan manusia layaknya generasi sekarang. Generasi ini yang secara totalitas masuk dalam keimanan dan memandang selainnya adalah jahiliyah. Walaupun dalam pergaulan dan perdagangan generasi tersebut tetap berhubungan dengan kaum musyrikin tetapi perasaan akidah dalam jiwalah yang memisahkan kaum muslimin dengan musyrikin

Kedua, mereka mempelajari Alqur’an untuk dipahami dan diamalkan. Generasi ini mempelajari Alqur’an layaknya prajurit yang menerima perintah dari komandannya untuk segera dilaksanakan tanpa reserve, tanpa bertanya tanya lagi, sami’na wa ato’na (kami dengar dan kami taati). Hal ini tergambar dalam perkataan Ibnu Mas’ud , “Sungguh seseorang di antara kami (sahabat) jika mempelajari sepuluh ayat dari Al-Qur’an tidak akan melampauinya sampai dia mengetahui maknanya dan mengamalkannya. (HR. Ibnu Jarir)”.

Generasi ini tidak menjadikan Alqur’an sebagai pengetahuan saja layaknya ilmu filsafat. Mereka tidak menjadikan Alqur’an untuk membandingkan kebenarannya dengan ilmu pengetahuan atau science seperti yang kerap dilakukan masyarakat dewasa ini. Mereka tidak menjadikan Alqur’an sebagai alat mencari nafkah dan memperkaya diri layaknya rahib-rahib Yahudi dimasa sebelum kenabian. Mereka tidak menjadikan Alqur’an sebagai nyanyian dan pelipur lara. Mereka tidaklah menjadikan Alqur’an hanya sebagai alat untuk mengusir setan.

Mereka menjadikan Alqur’an sebagai dasar mereka bertindak sebagai pribadi dan dalam bermasyarakat serta dasar dalam menentukan hukum di antara mereka. Alqur’an telah menjadi darah dan daging yang menggerakkan aktivitas da’wah yang dibebankan Allah SWT kepada mereka. Perilaku mereka akhirnya Alqur’an itu sendiri. Sehingga dikemudian hari penafsiran Alqur’an dilakukan salah satu sumbernya adalah perkataan dan perbuatan generasi awal ini

Character Building Di Masa Soekarno

Indonesia takkala dipimpin Soekarno telah menjadikan visi kenegaraannya dengan apa yang disebut nation and character building. Slogan-slogan “ Amerika kita setrika, Inggris kita linggis,” atau “ go to hell with your aid”, menunjukkan keinginan Presiden pertama RI ini untuk membangkitkan perasaan sederajat bangsa ini terhadap bangsa Eropa dan Amerika. Perasaan sederajat dari bangsa yang terjajah dan bermental “inlander” terhadap bangsa Eropa dan Amerika yang memiliki kemajuan peradaban material yang dari “luar” tampaknya mencengangkan. Selain itu Soekarno menginginkan kemandirian bangsa ini dalam pembangunan ekonominya tanpa bantuan asing dikarenakan sebagai sebagai orang yang dimasa mudanya merasakan pedihnya penjara kapitalisme, pasti tahu agenda licik dari bantuan asing tersebut. Untuk menunjang kemandirian bangsa ini dikirim banyak pemuda untuk studi ke luar negeri. Salah satu hasilnya yang membanggakan bangsa Indonesia adalah terletak pada sosok Habibie.

Lebih lanjut lagi, Soekarno menunjukkan kelasnya sebagai presiden dari bangsa yang bercharacter dan mandiri, yaitu dengan mengambil peran dalam pembentukan poros baru dalam percaturan politik dunia, yaitu pembentukan KTT Non Blok. Sejarah mencatat era 50-an adalah era dimana politik dunia dikuasai dua blok yang saling bertentangan walaupun lahir dari rahim yang sama yaitu materialisme. Blok tersebut adalah blok kapitalis dipimpin Amerika dan Inggris, sedang di sisi lain adalah blok komunis yang dipimpin oleh Rusia dan China.

Namun sayangnya, ayah Megawati ini menjadikan marhaenisme, nama lain dari sosialisme yang diindonesiakan, sebagai ideologi atau aqidah dasar dalam pembentukan revolusi Indonesia merdeka. Soekarno dan kaum nasionalis sekulaer lainnya menolak menjadikan Islam sebagai dasar negara. Padahal ketika pembentukan Indonesia merdeka, Panitia Sembilan yang merupakan wakil dari seluruh komponen pergerakan kemerdekaan telah sepakat menjadikan Islam dan syariat-Nya sebagai dasar pembentukan Indonesia merdeka. Hal ini tercantum dalam apa yang disebut sebagai Piagam Jakarta, melalui sila pertama: “ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Namun melalui berbagai konspirasi, akhirnya Islam sebagai dasar negara ditolak dengan pencoretan sepihak oleh kaum nasionalis sekuler terhadap sila pertama di atas menjadi : Ketuhanan yang Maha Esa. Jadilah bangsa ini tidak berbeda jauh dengan kaum Ad, kaum Tsamud dan Fir’aun. Tidak berbeda dalam hal penolakannya terhadap uluhiyah Allah SWT, yaitu penolakan terhadap penerapan hukum Allah di bumi indonesia.

Keingkaran bangsa yang dipimpin Soekarno ini, terhadap uluhiyah Allah SWT mengakibatkan ketidakstabilan politik baik dalam negeri maupun luar negeri. Mulai dari pemberontakan di berbagai daerah, jatuh bangunnya kabinet di masa pemerintahan parlementer, ekonomi yang morat marit sehingga di penghujung 1965 inflasi meroket, orang harus antri untuk mendapatkan sembako, dan lain-lain. Walaupun begitu rezim ini tetap dalam kesombongannya meski mendapat nasehat dan kritikan dari berbagai pihak terutama dari pihak kaum muslimin. Bahkan para pengkritiknya seperti M.Natsir, Buya Hamka, Muhamad Roem dan Burhanusin Harahap harus mendekam dalam penjara dan mengalami siksaan yang berat. Tingkah rezim ini mengingatkan kita pada Fir’aun yang menyiksa pengikut pengikut nabi Musa. Akhirnya semua kesombongan rezim ini berakhir setelah tragedi G30S PKI meletus. Perlahan lahan kekuasaan Soekarno melemah dan akhirnya diambil alih oleh rezim Soeharto yang berasal dari militer Angkatan darat.

Character Building Di Masa Soeharto

Berbeda dengan Soekarno, rezim orde baru dengan ideologi pembangunannya malah membunuh prinsip “kemandirian bangsa” dengan membuka lebar lebar hutang luar negeri. Sejarah menerangkan bahwa ketika orde baru berkuasa ideologi pembangunan menjadi pilihan pragmatis saat negara di ambang perang saudara dan kebangkrutan akibat intrik-intrik politik dari blok barat-kapitalis, blok timur-komunis dan pertarungan ideologi didalam negeri sendiri. Orde baru yang didukung oleh Washington menjadikan pembangunan phisik sekaligus negara Amerika dengan segala kemegahan phisiknya sebagai tolak ukur keberhasilan ideologi pembangunan ini.

Rezim ini tampaknya merupakan antitesis dari rezim Soekarno sehingga segala yang berbau Soekarno dianggap negatip. Tidak ada kemandirian sebagai bangsa dari segi apapun. Bangsa ini nyaris tak mempunyai agenda apapun untuk memproduksi kebutuhannya masyarakatnya sendiri. Bangsa ini lebih memilih menjadi makelar impor dari pada menyisihkan anggaran untuk research and development. Bahkan akhirnya sampai pulpen dan silet pun bangsa ini tak mampu memproduksinya dan mengandalkan pada impor. Rezim ini benar-benar menjadikan bangsa ini sebagaimana bangsa yang oleh Ibnu Khaldun disebut bangsa kalah. Bangsa yang menjadikan peradaban bangsa lain superior sedangkan peradaban yang dimilikinya adalah inferior.

Anehnya, rezim ini punya paradigma yang sama dengan rezim Soekarno dalam menghadapi Islam, yaitu sama-sama alergi dan cenderung antipati. Begitu sengitnya permusuhan terhadap Islam, operasi operasi intelijen sering digelar untuk menfitnah umat Islam seperti, komando jihad, peristiwa Priok, DOM di Aceh, peristiwa Lampung, dan lain-lain. Bahkan rezim ini hampir hampir berparadigma menyamakan Islam dengan bahaya laten komunis.

Puncak dari segala kebencian rezim ini pada Islam adalah apa yang di kenal dengan “Asas Tunggal Pancasila”. Dengan adanya kebijakan ini maka seluruh aspek dalam kehidupan termasuk organisasi harus menjadikan Pancasila sebagai asasnya. Hal ini sama saja dengan upaya untuk meng-agamakan Pancasila. Padahal dalam sejarahnya Pancasila ini sendiri tidak untuk dijadikan agama tetapi merupaka ideologi negara saja.

Penutup

Tampaknya dari semua capres tak ada satu pun yang mengagendakan visi pembangunan character manusia muslim sebagaimana diperintahkan Allah SWT. Mereka asyik berbicara tentang berbagai konsep ekonomi. Yang lebih menyedihkan lagi ketiga pasangan capres tampaknya semuanya sepakat menjadikan Pancasila sudah final sebagai ideologi negara.

Disadari atau tidak para capres ini sepertinya akan meneruskan kembali apa yang dicita-citakan orde Soeharto. Suatu orde yang menjadikan ideologi pembangunan yang menitik beratkan pada pembangunan materi sekaligus menolak peran syariah Islam dalam bernegara plus menjadikan Pancasila sebagai ideologi tunggal dalam tafsir yang sekuler.
Yang mengenaskan adalah tingkah laku para partai Islam yang sepertinya menjadi amnesia dengan sejarah pembentukan negeri ini. Mereka umumnya larut dalam arus partai-partai pemenang pemilu yang rata-rata beraliran sekuler. Mereka larut dalam barisan dukung mendukung. Mereka enggan menyuarakan kembali perjuangan the founding father yang dirumuskan dalam Piagam Jakarta. Bahkan ironinya ada petinggi partai da’wah yang menyatakan pernyataan kontroversi, seperti : Pancasila sudah final, Islam sudah tidak elevan lagi diperjuangkan, atau jilbab itu hanya sekedar selembar kain.

Para calon pemimpin kita sepertinya lebih takut dengan kemiskinan, tidak populer, atau dicap sebagai negara terkebelakang oleh asing dibanding takut kepada Allah SWT. Padahal Allah SWT telah menceritakan akibat-akibat buruk dari bangsa yang menjadikan materi sebagai panglima dan mendustakan nasehat Nabi dan Rosul-Nya untuk menjadikan syariat Allah sebagai hukum bernegara dan bermasyarakat. Tidak ada jalan lain bagi kaum muslimin untuk mencari surga Allah kecuali mengikuti manhaj Rosullullah SAW. Suatu manhaj yang dijabarkan oleh Sayyid Qutb, yaitu pembentukan generasi Qur’an yang unik. Pembentukan manusia Indonesia dengan visi dan character Alqur’an bukan marhaenisme ala Soekarno, bukan pula visi hubud dunia (mencintai dunia berlebihan) ala Soeharto.

wassalam