Piala Dunia, Yahudi, dan “Gaza tidak Butuh Kita”

Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling“. (QS. Al-Baqarah [2]: 83).

Saya tanya pada anda, apa persamaan antara Piala Dunia dengan Pilkada? Sama-sama menghabiskan uang? Bukan… Sama-sama butuh kerja keras? Hampir.. Sama-sama butuh uang suap? Yang itu pasti, tapi laeenn. Lalu apa? Sama-sama memakai peran dukun.

Mistisme Yahudi dalam Piala Dunia

Piala Dunia (PD) memang bak Pilkada. Riuh rendah mewarnai konstelasi permainannya. Dari kericuhan, adu jotos, hingga dunia mistis. Uniknya, ini bukan mistis skala lokal, tapi dunia. Tapi sama-sama butuh angka. Kalau Pilkada butuh jutaan suara, Piala Dunia lebih kompleks lagi. Di sini quick count tidak bisa menembus kepastian suara.

Selama sejarah bergulir, aroma mistisisme Piala Dunia sangat kencang berhembus. Bagi anda pecinta Indonesia, mungkin pernah mendengar bahwa Hindia Belanda yang dulu mengatasnamakan Indonesia pada Piala Dunia 1938 Perancis, pernah membawa boneka yang digantung pada jala gawang Mo Heng (penjaga gawang Hindia Belanda). Boneka itu telah kadung dianggap sebagai jimat. Ironisnya, mereka percaya saja. Kenyatannya, boneka tersebut memang tidak pernah membawa keberuntungan. Yang terjadi adalah Hindia Belanda babak belur dibantai Eropa.

Piala Dunia 2010 pun tidak lepas dari sentuhan para dukun. Sebelum perhelatan Piala Dunia, pihak panitia dengan bantuan para dukun Zulu telah memberkati Stadion Soccer City dengan ritus memotong seekor sapi. Penerapan ritual magik ini ditujukan agar stadion aman dan membawa keberuntungan bagi "Bafana-Bafana", julukan Tim Afrika Selatan.

"Sepertinya ada nasib baik untuk Afrika Selatan. Lihatlah, tidak akan ada masalah. Tidak akan ada bom," begitu kata seorang dukun berusia 33 tahun sambil menunjuk ke arah sebuah tulang jari yang tergeletak jauh dari kumpulan tulang yang berserakan di lantai sebuah stasiun bus.

Ternyata, kejadian itu tidak hanya dominasi Selatan Afrika. Sebelumnya di Pantai Gading ada kejadian serupa. Para suporter mengunjungi hutan suci. Durasinya, dua atau tiga kali seminggu untuk mendukung tim. Bahkan salah seorang dukun di sana, juga melakukan pemotongan sapi bagi kemenangan Didier Drogba Cs di Lapangan Hijau.

Ironisnya, perjalanan kesebalasan kedua negara itu hanya mentok pada babak penyisihan Piala Dunia 2010 ini.

Dalam tradisi Yahudi, pemotongan sapi dipersembahkan untuk iblis. Di Israel, kini para zionis tengah mempersiapkan pemotongan sapi apabila Kuil Solomon pada kemudian hari berdiri menggusur Masjid Al Aqsa.

Menariknya, tradisi pemotongan sapi direkam dalam ucapan Rasululllah. Abdurrazzaq menjelaskan bahwa Rasulullah berkata, “Kaum musyrikin dahulu sering menyembelih sapi atau kambing di pekuburan.” (HR. Abu Dawud nomor 3222 dengan sanad yang shahih).

Yang dimaksud dengan aqra’ dalam hadits tersebut adalah menyembelih di pekuburan sebagaimana tradisi orang kafir jahiliyah. Al Khaththabi mengatakan, “Kaum jahiliyah dahulu sering menyembelih unta di samping kuburan seorang.” (Lihat keterangan lebih lanjut dalam Aunul Ma’bud 9/30-31)

Satu-satunya pelatih dari Eropa yang memahami kultur Afrika dalam sepak bola mungkin hanya Philippe Troussier. Mantan pelatih timnas Nigeria, Afrika Selatan, Burkina Faso, dan Maroko ini tak ragu mengikuti upacara ritual para muti. Ia pun sukses melatih dan dijuluki sang dukun kulit putih.

Serupa tapi tak sama, hal itu mirip dengan apa yang dilakukan Raymond Domenech. Bagi saya, pelatih negara mayoritas muslim terbesar di Eropa ini adalah pelatih paling kontrovesrial sepanjang perjalanan Tim Nasional Perancis.

Kekalahan Perancis dalam dua event, yakni Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010 adalah buah dari betapa kuatnya kepercayaan Domenech atas takdir dunia perbintangan.

Ia dituding tak realistis saat memilih 23 pemain dengan berdasarkan pada dunia astrologi. Domenech sangat menghindari memanggil pemain dengan zodiak Scorpio. Tak heran jika Robert Pires, Ludovic Giuly, Podreti, dan Micoud tak pernah menjadi prioritasnya.

Tak masuknya Samir Nasri dan Karim Benzema pun semata-mata karena ramalan bintang. Padahal dua pemain Muslim itu, adalah ikon pemain muda perancis yang cukup bersinar di Liga Inggris dan Spanyol.

Kegilaan Domenech itu harus dibayar mahal. Kekalahan beruntun Perancis di Piala Dunia 2010 memprovokasi para pemain untuk memboikot latihan. Bagi para punggawa Tim Ayam Jantan ini, mungkin Domenech adalah Pelatih terkonyol selama mereka mengadu kaki di lapangan hijau.

Kasus ini, sampai-sampai memaksa Peradana Menteri Perancis, Nicholas Sarkozy, turun tangan. Ia meminta pemain untuk tetap tenang. Namun yang jelas, ketua FFF (PSSI Perancis), telah mundur dari kursi jabatannya.

Samuel, Maradona, dan Messi: The Jewish Message

Lain lagi kasusnya dengan Argentina. Ada hal yang menarik dalam tim ini. Salah seorang punggawa lini belakang Abiceleste (Tim biru muda) adalah seorang Yahudi tulen. Walter Adrian Samuel lahir pada tanggal 23 Maret 1978 di Firmat, Santa Fe, Brasil. Simbol-simbol Yahudi terlihat jelas dari nomor punggung yang ia pakai di timnas dengan corak kostum biru muda-putih ini. Pada era tahun 2000an, Walter Samuel adalah pemain yang mencitai angka 6. Lho ada yang salah dengan nomor punggung genap itu?

Permasalahannya, ini sepakbola bukan matematika. Dalam tradisi kostum sepakbola, angka pada pemain sepakbola akan menempel pada tiga tempat: dada, celana, dan punggung. Alhasil apabila ketika tempat itu disatukan, hasilnya menjadi 666. Lho, bukankah saat Argentina melawan Mexico dua hari yang lalu nomor enam tidak lagi milik Walter Samuel? Tepat, karena Walter Samuel sekarang memakai nomor 13! Angka yang juga keramat dalam tradisi Kaballah!

Baiklah, sekarang kita beralih kepada Allenatore (Baca: Pelatih). Anda percaya bahwa arsitek Timnas Argentina sekarang adalah seorang ”Tuhan”? Tidak pernah ada dalam sejarah Piala Dunia bahkan sepakbola, bahwa seorang Pelatih dianggap Tuhan sekaligus Yesus. Sekaligus pemain Sepakbola. Agama Maradona memang tidak pernah di-SK-kan oleh Maradona sendiri.

Tapi Maradona harus menerima kenyataan bahwa agama yang memakai namanya itu memiliki 10 Perintah Tuhan: sama seperti Yahudi. Bedanya 10 perintah di agama Maradona berisi: 1. Bola tidak boleh kotor, seperti telah diproklamasikan oleh D10S. D1OS adalah singkatan dari Diego 10’s. Dios berarti sama artinya dengan Tuhan dalam bahasa Spanyol. 2. Cinta sepakbola atas segala sesuatu 3. Menyatakan cinta tanpa syarat pada sepak bola. 4. Mempertahankan warna dari argentina 5. Menyampaikan kata-kata D10S seluruh dunia 6. Berdoa di kuil-kuil di mana ia berkhotbah dan di mantel suci 7. Jangan menyatakan nama Diego di satu-satunya klub. 8. Ikuti ajaran Gereja Maradonian 9. Biarkan Diego akan nama-Mu, dan menjadi salah satu dari nama anak-anak Anda 10. "No ser cabeza de termo y que no se te la Tortuga melarikan diri." (Artinya, jangan jadikan kepala panas dan simpanlah di dalam celana)

Kronologis munculnya agama Maradona mungkin adalah sejarah terlucu dalam sejarah berdirinya sebuah agama.

Alkisah, pemain cebol ini berhasil mengantar Argentina menjadi Juara Dunia tahun 1986. Sebelumnya, saat melawan Inggris, Maradona berhasil menceploskan gawang ke jala Inggris melalui tangan tanpa sepengetahuan wasit. Padahal dalam peraturan sepakbola, memegang bola dengan tangan sudah jatuh haram (baca: pelanggaran).

Agama ini kemudian resmi didirikan pada tanggal 30 Oktober 1998. Kini menurut perkiraan, Agama Maradona mereka memiliki 15.000 pengikut (Jangan-jangan salah satunya adalah anda?).

Replika gereja agama Maradona (Iglesia Maradonina) pun memiliki tiang ganda. Menurut Harun Yahya, bagian dekor loge Masonik yang sangat diperlukan adalah tiang ganda di pintu masuk. Kata “Jachin” dan “Boaz” dipahatkan di atasnya, sebagai tiruan dari dua tiang pada pintu masuk Kuil Sulaiman. Asal usul tiang-tiang ini lagi-lagi berasal dari Mesir Kuno.

Di dalam sebuah artikel bertajuk “Alegori dan Simbol-Simbol dalam Ritual Kita”, majalah Mimar Sinan menyebutkan di Mesir, Horus dan Set merupakan arsitek kembar dan penopang langit. Bahkan begitu juga Bacchus di Thebes.

Kedua tiang di dalam loge kita berasal usul dari Mesir Kuno. Salah satu tiang ini berada di selatan Mesir, di kota Thebes; yang lainnya berada di utara Heliopolis. Di pintu masuk kuil Amenta yang dipersembahkan untuk Ptah, dewa kepala Mesir, disebutkan dua tiang, dinamai kecerdasan dan kekuatan, yang didirikan di depan gerbang masuk keabadian.

Maradona memang menjadi kontroversi pasca gol tangan tuhannya (baca: Gol dengan menggunakan tangan). Uniknya, Maradona mengunjungi Israel dan berdoa di Tembok Barat sebelum turnamen, dan melakukannya lagi menjelang turnamen 1990. Ironisnya, tahun 1990 ia kalah di final. Lalu kenapa Thiery Henry dan Luis Fabiano yang juga menggolkan lewat tangan tidak dianggap Tuhan? Kalau begitu ada masalah di sini. Berarti, agama Maradona adalah overdesis teologis.

Namun kini era telah berganti. Lionel Messi, pemain terbaik Eropa tahun lalu ini sudah menjadi kultus baru sebagai titisan Maradona zaman Milenium. Kedekatan emosional Maradona terhadap Messi memang kuat. Bak anak, Messi adalah anak kandung sekaligus bak ”anak tuhan” bagi Maradona.

Jerusalem Post seperti dikutip eramuslim.com, bahkan menurunkan laporan tentang Messi dilihat dari perspektif Kabbalah Yahudi. Menurut Kabbalah, tanggal lahir Ibrani berdampak signifikan terhadap kehidupan dan takdir mereka. Messi dilahirkan jam 20:20 pada tanggal 24 Juni, 1987 yang berarti bahwa ia mempunyai tanggal Ibrani: 28 Sivan 5747

Jika kita mengeja nama Messi dalam bahasa Ibrani, dapat juga dibaca sebagai bentuk singkatan dari yud mispar – nomor 10. Yud 10 adalah huruf abjad Ibrani dan memiliki nilai numerik 10, baik dalam gematria (numerologi Kabbalistik) dan dalam kehidupan sehari-hari. Kelas kesepuluh, misalnya, dalam bahasa Ibrani, adalah Kita Yud. Surat yud di Kabbala mengacu pada yad, yang berarti "tangan.

Pertanyaannya, apakah Messi juga nanti akan dianggap Tuhan? Mengutip, apa kata komentator sepakbola: Bola itu bundar, segalanya bisa terjadi.

Three Lions dan Beckham.

Kita terbang ke Inggris. Saya tidak akan banyak berbicara Intrik simbolis Yahudi dalam tim Inggris. Namun yang jelas sebuah buku Biografi Beckham cukup membuat geger pecinta pemain tempan tersebut.

Dalam buku biografi pertamanya, My World, Beckham bicara tentang betapa darah Yahudi kakeknya itu mempengaruhi kehidupan pribadinya. Beckham mengatakan bahwa, ”Saya mungkin mempunyai hubungan yang lebih banyak dengan Yudaisme, daripada dengan agama-agama lain.”

Selanjutnya, mantan pemain AC Milan ini juga mengatakan, bahwa “Saya suka mengenakan topi tradisional Yahudi semasa kanak-kanak, dan juga menghadiri pernikahan-pernikahan orang Yahudi bersama kakek saya.” Kutip media Israel JC.com (10/12/09).

Dan ketika Bekcham hadir di pemakaman mengenakan kippah, yang katanya peninggalan si kakek, kegembiraan diekspresikan orang-orang Yahudi dengan memuatnya di berbagai laman web mereka.

Seorang blogger Yahudi di Israel menulis, “Jadi, kippah rupanya sudah nyaman bertengger di kepalanya.” Lebih jauh ditulisnya, Victoria–istrti Bekham–yang bukan keturunan Yahudi bahkan telah membuat tato Hebrew di tubuhnya: ‘Ani L’V’Dodi Dodi Li, HaRoeh BaShoshanim’, dari Kidung Agung 6:3.

Kini Beckham menjadi asisten Fabio Capelo, pelatih Inggris. Logo tim mereka adalah tiga kepala singa sedang menghadap ke depan dengan background salib templar.

Piala Dunia bukan untuk Dunia Islam

Kita kembali lagi ke Afrika hanya untuk melihat seorang penonton dari Negara Slovenia sedang celingak-celinguk ke sisi samping. Selama saya memperhatikan pergelaran yang menhhabiskan dana puluhan trilyun itu, tidak biasanya seorang penonton Piala Dunia 2010 berjalan hilir-mudik. Ia keluar dari tribun penonton bukan karena Slovenia kalah. Sebagai muslim, ia mencari mushola atau setidaknya tempat yang layak untuk shalat.

Waktu sudah masuk Ashar. Semua penjaga stadion tampak kebingungan. Mana ada tempat shalat dalam stadion? Hatta di Stadion Senayan Indonesia (Baca: negara mayoritas muslim) saja tidak ada. Akhirnya, pendukung Slovenia itu shalat tidak jauh dari toilet.

Piala Dunia memang bukan untuk orang Muslim. Sepakbola adalah ”agama” sekaligus yang ”membunuh” agama. Dalam statuta FIFA, mustahil tertera item ketersediaan tempat ibadah sebagai syarat berdirinya stadion berlevel Internasional. Di Barat, agama adalah benalu. Sepakbola adalah alat pemotongnya. Akhirnya, kita biasa saja melihat pertandingan sepakbola lebih ramai dari Gereja. Di Indonesia, Stadion lebih semarak dari masjid.

Pertandingan di negara kita masih dilaksanakan pada jam-jam shalat. Waktu permanen Liga Indonesia pada sore hari berlangsung saat shalat ashar. Pada jeda pergantian waktu, tidak jarang pemain sudah letih dan memilih untuk menunda shalatnya. Bahkan di Manchester United, tepat di depan Old Traford ada Patung pemain menginjak si kulit bundar dengan stempel, ”It’s Like Religion”.

Sepakbola memang sudah seperti agama. Dimana wasit bisa menjadi Tuhan untuk menentukan menang dan kalah. Kasus Calciopoli (pengaturan skor) yang dilakukan Juventus adalah salah satu ”Ibadahnya”.

Yel-yel ”Lebih baik mati daripada Indonesia kalah” adalah ”zikirnya”, dan konvoi keliling kota saat tim kita juara adalah ”hari lebarannya”. Pertanyannya, dimanakah akhiratnya? Ya akhirat anda, pendukung Spanyol, Brasil, Argentina, Jepang, ternyata tetap sama: Yaumil Akhir!

Saya hanya ingin mengingatkan, sejarah Piala Dunia dalam beberapa perhelatan ke belakang. Seorang penulis geram. Ia berkata bagaimana mungkin kita lupa bahwa lebih dari 20 lelaki dan perempuan, termasuk di dalamnya wanita dan anak-anak, telah dibunuh oleh penjahat Israel dalam dua pekan terakhir, sejak pembukaan Piala Dunia 2006 empat tahun yang lalu. Tapi tak ada yang memberikan perhatian.

Sekarang sebesar apa ingatan kita terhadap Palestina? Seluas apa pandangan kita terhadap misi Yahudi di Piala Dunia ini dengan segenap produk penunjangnya? Masih ingatkah kita terhadap darah Umat Muslim yang masih segar bercecer di Mavi Marmara?

Sepertinya, tragedi ini tenggelam seiring teriakan kita merayakan gol Spanyol ke gawang Chile. Sorak-sorai deru nafas kita memburu liukan Arjen Robben sebelum merobek jala Slovakia. Padahal 31 Mei 2010 adalah saksi sejarah kebiadan Israel yang telah menyerang kapal kemanusiaan, Mavi Marmara milik Turki yang membawa 500 relawan dan aktifis kemanusiaan peduli Palestina dari 30 negara menuju perairan Gaza.

Sembilan orang syahid. Dan sayangnya, kita juga lupa pada Palestina. Kita lupa bahwa sampai sekarang Yahudi terus membangun terowongan di bawah Masjidil Aqsa. Meminjam ucapan Ustadz Zain An Najah, ”Kita ngomong Palestina hanya anget-anget tai ayam”.

Problemnya mungkin sederhana. Doa kita sudah berganti dari Palestina, ke Jerman juara. Kita mengadu kepada Tuhan, mengapa Italia berhenti di babak muka. Tapi kita enggan bermunajah, atau sekedar meminta ampun melihat sumbangsih kita terhadap Palestina yang belum seberapa. Padahal Palestina butuh anda dan kita.

Ya anda yang pendukung Argentina. Anda yang pendukung Italia. Anda pecinta Kaka. Atau jangan-jangan benar kata Santi Soekanto, relawan dari Sahabat Al Aqsa itu, bahwa ”Gaza tidak butuh kita”

Wallahu’alam

Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi