Perpaduan Pendidikan Islam dan Sains

Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Jumlah yang begitu besar menjadikan sebuah keunggulan sekaligus masalah.

Keunggulan dapat diraih ketika, umat islam mampu menjadi frontier atau ujung tombak pembangunan negara dan perwujudan kemakmuran seluruh rakyat yang berlandaskan nilai-nilai keislaman

. Sedangkan jumlah yang begitu besar juga bisa menjadi masalah, ketika umat islam tidak mampu mempraktekkan nilai-nilai keislaman, dan tidak mampu menunjukkan kualitasnya sebagai seorang muslim untuk mewujudkan kemakmuaran yang sesuai dengan tujuan penciptaan agar menjadi khalifah utusan Allah di bumi ini. Kenyataan sekarang yang terjadi adalah umat islam belum banyak berperan dalam menyelesaikan problem umat maupun bangsa.

Berbicara tentang sumber daya manusia, umat islam harusnya dapat memberikan konstribusi yang besar linier sebanding dengan jumlahnya. Akan tetapi, dengan kuantitas yang besar, ternyata belum sebanding dengan kualitasnya. Jadi sebenarnya, ada yang salah dengan sistem pendidikan yang dimiliki dan dipraktekkan oleh umat islam saat ini.

Mengapa demikian?. Karena sistem pendidikan yang erat dengan penyaluran ilmu akan mempengaruhi pola pikir, dan pikiran akan menentukan perilaku atau perbuatan. Jika sistem pendidikan salah, bisa jadi kebaikan ilmu akan lenyap. Bila dianalisis lebih jeli selama ini, khususnya sistem pendidikan islam seakan-akan terkotak-kotak antara urusan duniawi dengan urusan ukhrowi. Ada pemisahan antara keduanya.

Sehingga dari paradigma yang salah itu, menyebabkan umat islam belum mau ikut andil dan berpasrtisipasi banyak dalam agenda-agenda yang tidak ada hubungannya dengan agama. Sebagai permisalan, tentang sains. Sering kali umat islam fobia dan merasa sains bukan urusan agama. Jadi ada pemisahan antara urusan agama yang berorientasi akhirat dengan sains yang dianggap hanya berorientasi dunia saja.

Sejarah telah mencatat, pada awal abad VIII umat islam telah menorehkan tinta emas kemajuan iptek jauh sebelum terjadinya revolusi Industri yang diagung-agungkan bangsa Eropa . Kala itu, Ilmuwan-ilmuwan islam dapat meletakkan dasar kemajuan iptek yang tentu saja atas dasar agama.

Diantara ilmuwan seperti Abu Bakr Muhammad bin Zakariya ar-Razi (Razes [864-930 M]) yang dikenal sebagai ‘dokter Muslim terbesar’, atau pakar kedokteran Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Avicenna [981-1037 M]) yang hasil pemikirannya The Canon of Medicine (Al-Qanun fi At Tibb) menjadi rujukan utama ilmu kedokteran di eropa. Al Kawarijmi Jabir Ibnu Hayyan yang meninggal tahun 803 M disebut-sebut sebagai Bapak Kimia. Algoritma yang kita kenal dalam pelajaran matematik itu berasal dari nama seorang ahli matematik Muslim bernama Muhammad bin Musa Al-Khwarizmi (770-840 M).

Ilmuwan islam telah diakui menjadi ”jembatan” yang menghubungkan Pra-revolusi dengan kemajuan eropa melalui revolusi industri yang sempat diklaim merubah dunia. Lantas apa yang menyebabkan Islam dapat bersinar kala itu?. Alasannya adalah peran islam dalam mengembangkan iptek sangatlah luar biasa.

Selain ilmuwan-ilmuwan yang bekerja keras, ditambah pemerintahan yang mendukung dengan rela menyewa penerjemah-penerjemah untuk menenjemahkan warisan-warisan ilmuan kuno Yunani. Sehingga nampak bahwa islam tidak hanya berorientasi pada agama, tetapi juga turut mengembangkan iptek yang sebelumnya dianggap berorientasi pada dunia.

Kondisi sekarang, memang bangsa barat khususnya Eropa dan Amerika sedang berada pada posisi roda diatas, mereka memegang peran yang siknifikan dalam menguasai dunia. Hal tersebut sesuai dengan Sunatullah yang menyebutkan bahwa pergiliran kekuasaan di antara manusia adalah sebuah kepastian.

“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) …” Namun pergilirian ini terjadi, selain atas izin Allah, juga bergulir sesuai dengan sunatullah yang lain yaitu usaha keras bangsa Eropa dan Amerika dalam mengusai dunia, salah satu jalan adalah penguasaan sains.

Oleh karena itu umat islam harus mengusahakan agar roda itu terus berputar hingga suatu saat nanti giliran umat islam berada pada posisi diatas dengan cara memadukan islam dan sains melalui sistem pendidikan. Sehingga Umat islam dapat menggenggam dunia dengan sistem yang lebih baik dari sekarang.

Dan perlu dingat bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, bila kaum itu yang merubah keadaannya sendiri.

Profil Penulis

Sulthoni Akbar, lahir di Nganjuk Jawa Timur, 12 Juli 1988 mahasiswa S1 Jurusan Fisika Sains Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS Surabaya). Aktif sebagai Ketua Kajian Strategis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) ITS. E-mail : [email protected]