Secercah Curahan Hati; Sebagai Refleksi D-E-M-O-K-R-A-S-I

demokrasi456Fenomena D-E-M-O-K-R-A-S-I semakin memicu munculnya corak umat Islam di Indonesia. Sebagian mengharamkan demokrasi dan mengategorikan para pelaku serta para partisipanya sebagai M-U-S-Y-R-I-K yang keluar dari Undang-Undang Allah Ta’ala. Sementara di tengah keramaian kota dan keterpurukan desa, umat Islam lainnya saling mengaku sebagai Pahlawan Negara yang akan memperbaiki kondisi umat Islam serta bangsa dan negara, sehingga berbagai partai “berlebel” Islam meramaikan perannya di panggung perpolitikan. Kontras, beribu-ribu kontras..!!! Satu pihak (kelompok A) mengganggap demokrasi adalah jalan “setan” dan pihak lain (kelompok B) menganggap demokrasi hanya “sarana” menuju kesejahteraan.

Berbagai komentar bermunculan, media masa dan media elektronik penuh dengan tanggapan pro-kontra akan eksistensi dan subtansi demokrasi. Satu pihak mengatakan demokrasi memungkinkan semua orang, jahat maupun baik, untuk ikut serta di dalamnya, memungut biaya yang luar biasa mahalnya, menyamakan suara penjahat dan ulama, mengandung banyak resiko keamanan negara, menamakan sesuatu –nilai Islam- dengan cara yang salah, menganjurkan orang hadir di tempat-tempat kedustaan, memberikan peluang kepada Yahudi dan Nashrani untuk bisa mencapai tampuk kepemimpinan dan lain sebagainya. Adapun Pihak lain mengatakan kita harus memainkan peran melalui demokrasi untuk memperbaiki kondisi negara, memperbaiki kesensaraan rakyat jelata dan membungkam pengkhianatan para penguasa serta mereformasi undang-undang yang keluar etika.

Para ilmuan agama juga mulai bermunculan berlomba-lomba menumpahkan ilmunya untuk menerangkan halal-haramnya demokrasi. Sebagian menyatakan ke-sesat-an demokrasi, bahwa demokarasi adalah hukum manusia yang berdasarkan nafsu belaka dan menafikan hukum Allah Ta’ala. Sebagian lain menyatakan filosofi demokrasi memiliki kemiripan dengan eksistensi Syuro sehingga masih boleh untuk dijadikan sarana perbaikan selama titik akhir yang dituju adalah hukum Allah ta’ala.

Ketika kita bertanya kepada keduanya, “Kepada siapa kalian berkiblat, sehingga begitu tampak corak perbedaannya?? Jawaban akan mengerucut, “Kami berkiblat kepada para ulama besar dunia, baik melalui buku atau fatwa-fatwa mereka”. Kemudian jika kita tambah satu pertanyaan lagi “Apa landasan para Ulama besar Islam dunia, sehingga istimbat -kesimpulan- mereka berbeda??. Pada titik ini jawaban pasti akan mengkristal menjadi satu “Landasan mereka adalah al-Quran dan sunnah”. Lantas mengapa harus berbeda??

Kelompok kontra demokrasi mengatakan “Yaa, ulama-ulama besar –pro demokrasi- memang berlandaskan al-Quran dan sunnah, tapi mereka mengedepankan hawa nafsu dalam menafsirkan keduanya demi menguatkan pendapat mereka”. Kelompok pro demokrasi kembali menyangkal “Kami sekali-kali tidak seperti apa yang kalian katakan, kami membolehkan mengikuti demokrasi adalah hasil ijtihad kami di era globalisasi, demi menyebarkan kebaikan di bumi ini”

Inilah realita secara umum umat Islam di dunia, karena memang tidak ada satupun negara di dunia saat ini yang menerapakan hukum Allah ta’ala. Terkhusus di indonesia saat ini; Dua pemandangan yang sangat kontras, pro dan kontra Demokrasi…!! Akhirnya berujung kepada permasalahan golput atau non golput.

Jika menyetujui pendapat A (Demokrat=Musyrik), maka secara otomatis kita akan menganggap semua daya upaya, usaha dan kerja keras, baik harta, tenaga dan perasaan, pemikiran yang dikerahkan oleh B adalah sia-sia belaka. Karena mereka telah masuk kategori musyrik -dalam sudut pandang kelompok A-. Dan amalan seorang musyrik akan gugur secara sendirinya.
Jika menyetujui pendapat B, kita akan mengatakan orang yang golput –termasuk kelompok A- tidak bersumbangsih untuk negara, sementara wali negara saat ini masih menerapkan demokrasi. Ini artinya mereka telah membiarkan orang-orang non muslim untuk memasuki parlemen dan mengatur negara.

Jika menyalahkan kelompok A, sungguh mereka lebih utama untuk kita temani dari pada orang-orang non muslim.

Jika menyalahkan kelompok B, sungguh mereka juga lebih utama untuk kita temani dari pada orang-orang non muslim.

Menghukum bahwa kelompok B musyrik dan kafir, sungguh hak penilaian akan seseorang hanya milik Allah SWT.

Menghukum bahwa kelompok A konservatif dan terlalu tekstual dalam memahami al-Quran dan sunnah, sungguh umat Islam harus berpegang teguh dengan agamanya bagaikan berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus (Al-Baqarah: 256).

Wallahu a’lam kebenaran ada di pihak mana..!!

Entah mana yang harus dibenarkan..!! Mereka semua, baik yang pro atau yang kontra, adalah pembesar-pembesar umat yang sudah banyak membangun umat ini melalui karya-karya mereka. Menyentuh hati-hati umat untuk kembali ke ghirah Islamiyah dan menyumbangkan ide-ide besar demi kejayaan umat di masa mendatang.

Memang..!! di anatara mereka terjadi perbedaan yang sangat mendasar. Lumrah jika perbedaan itu ada, karena manusia diciptakan dengan karakter yang berbeda. Dan juga dikarenakan perbedaan dalam memahami teks al-Quran dan sunnah serta perbedaan sudut pandang dalam menganalisa suatu kejadian di masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin. Namun yang terpenting, perbedaan pemahaman ini tidaklah berarti si A salah atau benar secara mutlak dan B salah atau benar secara mutlak.

Sehingga Islam tidak membiarkan umatnya terpecah begitu saja, al-Quran sejak awal selalau mengingatkan jika umat Islam berlainan pendapat untuk kembali kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya) (al-Baqarah: 59). Ingaat..!! Kita adalah saudara, manhaj kita sama-sama al-Quran dan sunnah. Akankah kita disibukkan dengan pertikaian keluarga sementara musuh-musuh kita tertawa..!!

Tujuan akhir kita sama, yaitu mempertahankan kalimat “La ila ha illallah muhammadarrasulullah” serta memakmurkan bumi dengan manhaj al-Quran dan sunnah. Tapi mungkin cara kita yang berbeda, diantara kita ada yang mendahulukan untuk berdakwah melalui “akar rumput”, dan sebagian kita ada yang melalui parlemen.

Indonesia sebagai Negara yang menampung Jumlah Umat Islam terbesar, seharusnya kita berkaca..!! Saat reformasi tiba (1998), tidak satu pun kelompok umat Islam yang berani mengambil alih tanggungjawab negara dan menawarkan sistem Syuro. Dari pada kembali ke sistem dictator atau monarki, akhirnya demokrasi menjadi pilihan rakyat Indonesia pasca reformasi. Masih bodohkah ulama Indonesia akan pengetahuan siyasah syar’iyah –tata negara Islam-, atau umat Islam Indonesia yang berjumlah lebih dari 180 juta masih belum mengenal nilai-nilai Islam secara sempurna sehingga antipati terhadap sistem negara Islam??

Dengan diktator kita benci, dengan monarki kita “geli” dan dengan demokrasi juga kita “jiji”. Kemudian kita harus bagaimana, semenatara kita belum bisa memberikan solusi, mengatur negara tidak semudah menceritakan mimpi..!! Terus terang hati ini benci terhadap sistem demokrasi karena jelas –secara dzohir- telah memecah kita umat Islam. Tapi hati ini tidak berani untuk menghukumi MUSYRIK kepada umat Islam yang bermain dalam tataran demokrasi. Mungkin sebagian kalian akan mengatakan iman saya lemah atau wala’ dan bara belum ada nilainya. Jika boleh saya menjawab mengapa saya tidak berani untuk menghukumi.!!

Sesungguhnya saya adalah “manusia” yang hanya bisa menghukumi seseorang selama masih hidup di dunia, adapun kehidupannya di akhirat Allah-lah yang lebih berhak menghukuminya.! Jadi menurut saya tidak berhak bagi manusia untuk mudah menghukumi seseorang itu MUSYRIK. Karena secara otomatis, dia telah menggugurkan semua amal kebaikannya.

Terakhir, Melalaui curahan hati ini, saya mendukung kuat rekan-rekan yang lebih memilih berdakwah melalui akar rumput –waffaqokumullah-. Namun jika boleh saudaramu –yang merindukan persatuan Islam- ini berpesan; jangan jadikan perbedaan sudut pandang terhadap demokrasi membuat kita membenci saudara-saudara kita melebihi kebencian terhadap musuh kita –non muslim-. Dan Bagi rekan-rekan yang bergelut di demokrasi, silahkan mainkan peran sebaik-baiknya –sahhalallahu umurakum-. Namun lagi-lagi, andai boleh saudaramu –yang merindukan persatuan Islam- ini berpesan; Kembalikan niat awal-mu karena Allah ta’ala, banyak-banyak memohon perlindungan-Nya. Wallahu’alam bisshowab.

Rahmat Hidayat Lubis
FIC Tripoli Libya
Pukul, 01.15 am.