Membangun Gerakan Mahasiswa Berbasis Kompetensi Akademis

Pandangan masyarakat terhadap mahasiswa sebagai kelompok intelektual dan sebagai agen perubahan (agen of Change), hendaklah menyadarkan kita (mahasiswa) sebagai kelompok intelektual muda. Dalam hal ini, mahasiswa dituntut untuk dapat berperan lebih nyata terhadap perubahan atau paling tidak menjadi pendukung dari perubahan ke arah yang lebih baik.

Kesadaran yang tumbuh dalam masyarakat untuk melakukan perubahan terhadap sistem yang cenderung berorientasi pada kekuasaan yang membelenggu demokrasi, menuntut peranan yang lebih dari mahasiswa sebagai agen perubahan serta sebagai mekanisme control.

Kita tahun bahwa Perubahan bangsa di penjuru dunia di pelopori oleh Kaum Muda (Mahasiswa), Dari merekalah sebuah rezim dapat diruntuhkan. Dari mereka pulalah kontrol sosial itu terus berjalan. Mereka begitu luar biasa memperjuangkan hak-hak sebuah bangsa yang dikebiri oleh penguasa. Mereka mampu melakukan dekonstruksi atas hegemoni kekuasaan.

Peran sebagai agen perubah (agent of change) mampu mereka emban sejak zaman penjajahan hingga saat ini. Pasca reformasi mahasiswa kembali ke kampus sembari terus mengawal pelaksanaan rekonstruksi bangsa. Mahasiswa dengan demikian merupakan sistem tanda yang menyimpan kekuatan luar biasa. Peristtiwa runtuhnya Rezim Orde Baru tahun 1998 membuktikan bahwa mahasiswa mempunyai kekuatan yang luar biasa.

Kita tahu bahwa dahsyatnya kekuatan mahasiswa dan berbagai sejarah perubahan yang telah dicatat olehnya, kita perlu melihat sisi gelap yang cukup memprihatinkan. Sebuah potret nyata yang perlu kita perhatikan di sini adalah banyaknya angka pengangguran intelektual. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah sarjana (S-1) pada Februari 2007 sebanyak 409.900 orang.

Setahun kemudian, tepatnya Februari 2008 jumlah pengangguran terdidik bertambah 216.300 orang atau sekitar 626.200 orang. Jika setiap tahun jumlah kenaikan rata-rata 216.300, pada Februari 2012 terdapat lebih dari 1 juta pengangguran terdidik. Belum ditambah pengangguran lulusan diploma (D-1, D-2, D-3) terus meningkat. Dalam rentang waktu 2007-2010 saja tercatat peningkatan sebanyak 519.900 orang atau naik sekitar 57%.

Faktor dominan yang menyebabkan tercatatnya angka pengangguran dinegara kita salah satunya adalah kualitas Sumber Daya Manusia yang minim. Dari fenomena di atas kita kemudian dapat menilik sejenak tentang gerakan mahasiswa. Selama ini gerakan mahasiswa cenderung berorientasi pada kontrol moral dan agen perubahan, tapi ada satu yang tertinggalkan, yaitu pera keilmuwan sesuai basis akademis.

Masa kuliah adalah masa mahasiswa belajar menimba Ilmu akademis dan belajar tentang Organisasi lewat lembaga kemahasiswaan di kampus. Masa di kampus hanya sebuah fase singkat, karena fase yang sesungguhnya adalah fase pasca kampus, yaitu fase yang langsung berinteraksi dengan masyarakat sosial, berhadapan dengan realita dilapangan realita dunia kerja dll.

Paradigma gerakan mahasiswa sebagai pelopor perubahan sosial perlu ditata kembali. Menjadi agen perubah dan kontrol sosial tidak semata-mata dengan unjuk rasa terhadap kebijakan pemerintah yang tidak populis. Gerakan mahasiswa tidak hanya sekedar “berteriak” di jalan, tapi juga berperan sebagai gerakan yang solutif.

Gerakan mahasiswa merupakan gerakan kontrol sosial yang berbasis intelektual akademis. Bidang keilmuan yang dikuasai oleh mahasiswa kemudian menjadi sebuah tuntutan. Mahasiswa adalah bagian dari solusi. Ilmu yang ditekuni mahasiswa di kampus bukan ilmu yang digunakan untuk mencari pekerjaan belaka, tapi pada dasarnya adalah ilmu yang digunakan untuk berkontribusi dalam masyarakat.

Untuk konteks saat ini bukan zamannya lagi para organisatoris lulus lama, IPK di bawah rata-rata, atau juga bukan saatnya lagi mahasiswa hanya sekedar lulus cepat dan IPK tinggi tanpa soft skill yang memadai. Negeri ini membutuhkan lulusan-lulusan yang kompeten di bidang keilmuannya dan siap berkontribusi dalam masyarakat.

Karena kebutuhan-kebutuhan yang sedemikian banyaknya, maka para mahasiswa harus mulai berbenah sejak sekarang. Kegiatan-kegiatan yang bersifat peningkatan kompetensi keilmuan perlu digiatkan contohnya dengan Menulis, melakukan riset atau penelitian, diskursus tentang dunia akademis dll.

Gerakan mahasiswa harus mampu melihat realita yang ada, bahwa Mahalnya biaya kuliah dan paradigm Lulus cepat harus direspon dengan agenda-agenda yang bersifat akademis atau keilmuwan sehingga mahasiswa tidak terjebak pada iklim pragmatis. Mahasiswa tetap kritis, analitis dan mempunyai basis keilmuwan yang matang dalam bingkai Moral yang nantinya menjadi Harapan untuk berkontribusi positif bagi kemajuan masyarakat dan bangsa.

Sumaryanto, Mahasiswa Agribisnis, Fakultas Pertanian, UMY dan juga aktivis KAMMI Yogyakarta