Kita-kah yang ‘Membakar’ Al-Qur’an?

Rencana pembakaran Al-Qur’an oleh pendeta Terry Jones dalam rangka memperingati tragedi 11 September praktis telah menuai kecaman dunia internasional. Kecaman ini tidak hanya datang umat Islam, namun juga dari warga non Muslim. Bahkan, presieden Obama pun dikabarkan menentang keras rencana pembakaran Al-Qur’an tersebut.

Rencana ini dikhawatirkan akan mengganggu berbagai kepentingan Amerika Serikat serta munculnya sentiment anti Amerika Serikat di berbagai Negara jajahannya, seperti Afghanistan dan sebagainya. Meski pada akhirnya Terry Jones menunda rencananya, namun disana tetap saja mengindikasikan bahwa Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam akan senantiasa dihadapkan dengan berbagai intrik untuk menentangnya.

Sebenarnya, fenomena penentangan dan penolakan terhadap Al-Qur’an sudah dimulai sejak sesaat setalah Al-Qur’an muali diturunkan. Namun karena kesucian dan kebenarannya, Al-Qur’an justru semakin tersebar dan semakin banyak pula yang beriman kepadanya. Hanya dalam jangka waktu 23 tahun, Islam sudah tersebar dihampir seluruh jazirah Arab. Sementara dewasa ini, meski Islam terus dihujat, Al-Qur’an dihina, namun umat Islam di Eropa semakin berkembang pesat.

Meski Islam dan umatnya kerap dilecehkan dan mendapat teror di berbgai tempat, namun cahaya kebenaran tidak pernah redup. Di Jerman, sebuah sensus menyebutkan bahwa Islam menyebar pesat. Di jantung kota Jerman, orang berbondong-bondong masuk Islam setiap tahunnya. Hal ini memunculkan rasa khawatir sebagian orang bila Eropa dalam beberapa tahun ke depan berubah menjadi benua yang didominasi oleh kaum Muslimin.

Menurut laporan Lembaga Statistik Khusus umat Islam di Jerman, jumlah orang yang masuk Islam di Jerman bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, jumlah mereka yang menyatakan diri masuk Islam sekitar 4.000-an orang, sementara di tahun 2005, hanya sekitar 1.000 orang saja. Menurut Direktur Lembaga, Salim Abdullah,“Sedikitnya ada 18.000-an orang Jerman yang tercatat sudah masuk Islam

Menurut catatan tim Dakwatuna yang mengutip rilis kementerian wakaf Maroko, jumlah warga Eropa yang memeluk Islam pada tahun 2009 lalu di berbagai masjid di Maroko mencapai 1958 orang, 1626 di antaranya laki-laki dan 332 perempuan yang berasal dari 52 negara. Mayoritas warga Eropa yang masuk Islam tersebut adalah warga Prancis menempati urutan pertama, yaitu 1.028 orang 863 laki-laki dan 332 perempuan, kemudian Belgia 206 orang, Italia 189 orang, Spanyol 104 muslim.

Sementara jumlah penduduk Amerika Latin yang berubah keyakinan mereka di Amerika Serikat semakin lama semakin berkembang. Menurut data dari Islamic Society of North America, diperkirakan saat ini ada sekitar 40 ribu muslim hispanik di Amerika Serikat. Sebagian besar dari mereka menetap di New York, Texas, Los Angeles, Chicago, dan Miami. Di kawasan Amerika Utara sendiri, Islam menjadi agama dengan perkembangan jumlah pemeluknya yang paling cepat.

Jadi, meski di Amerika dan Eropa berkembangnya sikap anti terhadap Al-Qur’an yang berujung dengan upaya untuk membakarnya, namun tetap saja disana Islam semakin berkembang dan semakin banyak pula orang-orang yang ingin mempelajari Al-Qur’an dan mengamalkan isinya. Ini adalah salah satu bukti kemukjizatan Alquran. Disisi lain, membakar Al-Qur’an bagi mereka akan berarti sama dengan membakar kitab suci mereka sendiri (Gospel atau Injil ), sama dengan membakar kita Taurat (Perjanjian Lama), sama dengan membakar Zabur (Kitab Nabi Daud, pengasas atau Indatu Yahudi), sama dengan membakar Syuhufi Ibrahim.

Sebab, semua ajaran-arajan kitab tersebut tentang moral dan hukum dan lain-lain juga dimuat dalam Alquran. Al-Qur’an membenarkan keabsahan kitab-kitab terdahulu itu. Bertabur ayat-ayatnya dlm Alquran. Jadi, orang yang anti terhadap Al-Qur’an berarti anti kepada kitab-kitab Allah sebelumnya. Itu sebab, meski kampanye anti terhadap Islam terus didengungkan, namun semakin banyak warga Eropa yang mempelajari dan masuk Islam.

Ironi Sikap Umat Islam terhadap Alquran

Ketika non Muslim menentang Al-Qur’an atau bahkan membakarnya, saya pikir itu adalah wajar karena mereka belum beriman kepadanya. Namun yang ironis adalah ketika umat Islam sendiri pun masih banyak yang menentang Alquran. Faktanya, Kedudukan Al-Qur’an sebgai sumber dari segala sumber hukum, menjiwai seluruh keyakinan umat, pandangan hidup dan yang harus menjadi standar dalam pemikiran dan prilaku nampaknya masih jauh dari harapan.

Kenyataan ini dapat kita lihat dari aktivitas sehari-hari umat Islam itu sendiri yang mengabaikan isi Alquran. Ketika Al-Qur’an membicarakan persoalan hukum, umat Islam ramai-ramai menolaknya dengan alasan hukum tersebut tidak mungkin lagi dijalankan. Contohnya, ketika tempo hari Qanun Jinayat disahkan oleh Legislatife Aceh, banyak LSM-LSM yang notabenenya umat Islam namun menolak diterapkan Qanun Jinayat sebagai regulasi resmi hukum lokal di Aceh. Begitu juga aturan berpakain Muslimah di Aceh Barat yang ditentang habis-habisan oleh beberapa kalangan. Inilah sebagian dari ironisme di negri ini.

Bahkan, penolakan terhadap syari’at pun tidak jarang dilakukan secara terbuka oleh umat Islam sendiri. Disaat Al-Qur’an berbicara standar halal dan haram, umat Islam pun seolah-olah tidak mau tahu dan tidak mau mendengarnya. Semakin banyak saja umat Islam khususnya para pelaksana pemerintahan negeri ini yang melakukan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme(KKN) yang sungguh sangat menyengsarakan rakyat di negeri ini. Hampir saban hari media massa menyajikan berita seputar kasus KKN yang diperankan oleh aparatur pemerintah.

Ketika Al-Qur’an berbicara persatuan umat Islam, malah sebagian umat Islam membuat pengkotak-kotakan wilayah berdasarkan hawa nafsunya sendiri. Realitas menunjukkan bahwa kebanyakan umat Islam hanya mengagungkan Al-Qur’an sebatas simbolik semata. Kecintaan mereka terhadap Al-Qur’an hanya sebatas pada bacaan dan seremonial yang tidak sampai melalui tenggorokan. Al-Qur’an dibaca dan diagungkan fisiknya, tetapi tidak diterapkan. Didengarkan dan disanjung-sanjung tetapi tidak dilaksanakan.

Bukankah hal ini secara tidak langsung telah mencampakkan kandungan dan isi Alquran. Ketika Al-Qur’an berbicara akidah Islam, justru banyak umat Islam yang masih mempercayai dukun. Melakukan maksiat, khurafat dan sebagainya. Ketika Al-Qur’an mengatakan hanya Islam agama yang benar, justru sebagian umat Islam tergila-gila dengan paradigma dan paham-paham imporan dari Barat seperti Sekulerisme, Pluralisme agama, Liberalisme, metode tafsir Hermeneutika dan sebagainya.

Jika demikan faktanya, sebenarnya hal ini bukanlah sikap yang benar dalam mengagungkan Alquran. Bahkan, bisa kita bilang umat Islam sendiri juga sedang membakar kandungan Al-Qur’an dengan jalan mengamalkan sebagian kandungan Al-Qur’an dan mencampakan sebagian yang lain. Hal ini tentu sangat memilukan. Satu sisi umat Islam sangat marah ketika umat agama lain merongrong kesucian Alquran.

Namun disisi lain, umat Islam sendiri justru acuh tak acuh dalam mengamalkan kandungannya. Padahal, Al-Qur’an merupakan sumber rujukan paling utama bagi umat Islam, dan bagian dari rukun iman. Al-Qur’an adalah pedoman hidup, dan rahmat bagi sekalian alam. Artinya, barangsiapa yang mengaku dirinya sebagai muslim, maka sudah sepantasnyalah dia mengamalkan apa-apa yang terdapat di dalam Alquran.

Yusuf Qardhawi menyebutkan, paling tidak ada 2 hal yang harus ditempuh agar kita dapat mengamalkan Al-Qur’an dengan baik dan benar. Pertama, kita harus memulainya dengan mengimani Al-Qur’an dahulu secara kaffah, menyeluruh, totalitas, tanpa tawar-menawar. Tanpa iman kepada Alquran, maka dipastikan akan sulit mengamalkan isi Alquran. Iman kepada Al-Qur’an berarti beriman kepada seluruh kandungan yang ada didalamnya, yang berupa aqidah, ibadah, syiar, akhlaq, adab, syariat, dan muamalah.

Seorang muslim tidak boleh hanya mengambil sebagiannya saja, misalnya dia hanya mengambil bagian aqidah, namun menolak bagian ibadah. Atau dia mengambil bagian syariat, namun menolak aqidah. Atau dia mengambil bagian ekonomi, namun menolak bagian politik, atau pensyariatan bagi segala urusan. Dan seterusnya. Kedua, yaitu dengan memberikan perhatian kita kepada apa-apa yang ada atau yang diperhatikan oleh Alquran.

Terakhir, mengambil hikmah dengan berbagai kasus penghinaan terhadap Al-Qur’an di Amerika dan Eropa, saya pikir sudah saatnya umat Islam benar-benar serius menjadikan Al-Qur’an sebagai Minhajul Hayah(Kurikulum Kehidupan) dalam semua dimensi kehidupan disamping sunnah Nabi tentunya. Nilai-nilai Al-Qur’an harus terpancar secara totalitas dalam semua aspek kehidupan. Mulai dari sistem ekonomi, sosial/muamalah, politik, pendidikan dan berbagai tatanan kehidupan lainnya. Wallahu a’lam bisshawab.

Teuku Zulkhairi, Penulis adalah alumnus Ma’had ‘Aly An-Nu’aimy Jakarta dan Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh.