Mengukur Kesiapan Revolusi di Indonesia

Revolusi secara bahasa adalah perubahan secara mendasar. Sedangkan secara politik, intinya adalah perubahan sebuah sistem secara mendasar dengan membuang sistem yang telah usang dan kemudian diganti dengan sistem yang baru. Aksi revolusiner yang saat ini kian bergejolak di jazirah Arab sesungguhnya merupakan bagian dari sunnatullah(ketentuan Allah).

Bahwa sebuah rezim yang zalim dan otoriter tidak akan berkuasa sepanjang zaman. Ketika di suatu wilayah umat Islam kemungkaran, kezaliman dan berbagai macam bentuk pelangggaran nilai-nilai Islam kian merajalela, maka janji Allah bahwa saat itu akan digantikannya rezim penguasa disitu dengan generasi atau rezim lain yang mencintai Allah dan Allah mencintai mereka, yang lemah lembut kepada orang mukmin, keras kepada orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah dan tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela(Q.S. al-Maidah: 54).

Ini mengindikasikan bahwa di setiap zaman dan tempat pasti akan selalu ada para rijalud dakwah, yaitu pejuang yang konsisten menyeru manusia kejalan yang benar dan diridhai Allah. Mereka berjuang untu menata negara dan rakyatnya hingga menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Sebuah negara yang makmur dan rakyatnya mensyukuri nikmat Allah. Negara jauh dari praktek ketidakadilan, korupsi, penyelewengan amanah dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.

Kebatilan dan pengingkaran memang akan senantiasa muncul. Dan ini pada dasarnya merupakan sebuah pesan dari Allah agar kita konsisten dalam ber-amar makruf dan nahi’anil munkar. Kita tidak mungkin melihat dunia tanpa kebatilan sedikitpun. Karena ini juga merupakan bagian dari sunnatullah. Yang menjadi kewajiban kita sebagai muslim adalah terus melawan kebatilan tersebut. Dan untuk itulah kita dilahirkan ke dunia.

Dalam konteks Indonesia, semua ketimpangan yang terus terjadi hari ini, baik pada tatanan pemerintahan maupun masyarakat, bisa jadi ini disebabkan karena upaya kita untuk mengimbangi kemungkaran tersebut belum semaksimal mungkin. Sehingga kebatilan terus saja menjadi nahkoda perahu bangsa kita. Semestinya, antara kebenaran dan kebatilan tidak boleh seimbang. Kebenaran harus mendominasi sehingga kebatilan menjadi terjepit. Harus banyak segmentasi masyarakat Indonesia yang menjadi pelopor perubahan di masyarakat.

Rasulullah dalam salah satu hadistnya mengingatkan kepada kita tentang perkembangan dunia Islam sejak era beliau hingga munculnya kekhilafahan Islam berdasarkan minhaj nabawi di akhir zaman. Hadist shahih yang diriwayatkan oleh Hudzaifah ini lengkapnya berbunyi; “Masa kenabian akan terjadi di tengah-tengah kalian seperti yang dikehendaki Allah. Kemudian, Allah menghapusnya jika Ia menghendakinya. Setelah itu, akan ada Khilafah yang tegak di atas manhaj kenabian, lalu Khilafah itu menjadi seperti yang dikehendaki Allah. Kemudian, Allah menghapusnya jika menghendaki. Setelah itu akan ada kerajaan yang memegang teguh Islam, lalu kerajaan itu menjadi seperti yang dikehendaki Allah. Kemudian, Allah menghapusnya sesuai kehendakNya. Setelah itu, akan ada kerajaan para diktator, lalu kerajaan itu menjadi seperti yang dikehendaki Allah. Kemudian, Allah menghapusnya sesuai kehendaknya. Setelah itu, Khilafah akan kembali tegak dengan berjalan di atas manhaj kenabian”. Setelah itu, Nabi Muhammad Saw terdiam (HR Ahmad).

Era kenabian merupakan periode yang paling utama dalam sejarah Islam karena adanya Nabi Muhammad Saw yang membimbing manusia menuju jalan kebenaran. Masa Khulafaur Rasyidin merupakan masa dimana umat Islam dipimpin oleh para khalifah yang adil berdasarkan manhaj nabawi. Masa kerajaan yang memegang teguh Islam merupakan masa dimana umat Islam dipimpin oleh para raja.

Masa ini dimulai sejak berdirinya Daulah bani Umaiyah tahun 41 H, Daulah Bani Abasiyah tahun 132 H s/d 656 H, kemudian Islam dipimpin oleh Daulah-daulah yang lainnya. Masa raja yang diktator yaitu masa dimana umat Islam mayoritas, namun dikuasai oleh para penguasa yang zalim yang selalu menindas rakyatnya dalam semua sendi kehidupan. Inilah masa yang sedang kita saksikan saat ini.

Mulai dari Jazirah Arab hingga ke berbagai wilayah lainnya sampai ke Indonesia, umat Islam dipimpin oleh pemimpin yang zalim. Mulai dari raja Tunisia yang baru saja ambruk, raja Yordania, raja Arab Saudi, raja Mesir, presiden Tajikistan dan sebagainya. Sedangkan periode terakhit adalah masa dimana kekhalifahan Islam akan muncul kembali sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Swt. Ini periode yang paling dinantikan umat Islam pasca runtuhnya daulah Islamiyah Turki Usmani pada tahun 1924 yang merupakan era awal dimana umat Islam terombang-ambing bagai buih di lautan.

Dari redaksi hadist diatas memang tidak dijelaskan bahwa pergantian periode dari kepemimpinan raja zalim menuju kekhalifahan Islam akan berlangsung secara revolusioner(cepat dan mendasar). Namun membaca hadist selanjutnya, kita akan menangkap sebuah pesan bahwa upaya untuk menggantikan rezim yang zalim dan tidak menerapkan hukum Allah kepada umat Islam secara revolusioner juga bisa menjadi salah satu alternatif model perjuangan bagi umat Islam untuk merebut kekuasaan raja zalim.

Sabda Nabi, “Sungguh, sepeninggalku akan ada para penguasa negara yang mementingkan diri sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang tidak kalian sukai.” Para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami ketika mengalami peristiwa tersebut?” Beliau menjawab, “Tunaikanlah kewajiban kalian dan mintalah hak kalian kepada Allah.” (HR.Muslim).

Dengan demikian, perubahan secara revolusiner bisa terjadi dimana saja sesuai dengan kondisi daerah tersebut. Bahkan di Indonesia sekalipun, tentunya jika syarat-syaratnya telah terpenuhi.

Hadist tersebut kemudian juga diperkuat oleh firman Allah berikut ini; “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang kafir sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”.(QS. An-Nuur: 55).

Membaca ayat ini, tersurat secara jelas janji Allah bahwa pada suatu saat cahaya Islam pasti akan menang. Allah tidak mungkin mengingkari janjiNya. Dengan demikian, pertanyaan yang selayaknya kita ajukan kepada diri kita semua, dimanakah posisi kita saat Islam sedang dalam upaya mencapai puncak kejayaannya?.

Kita hanya punya dua pilihan, menjadi bagian dari pejuang kebangkitan Islam atau berada di pihak yang menentang cahaya Islam?. Pada situasi ini, kita tidak memiliki pilihan tengah. Satu golongan dijanjikan syurga oleh Allah, sedangkan satu golongan lagi juga dijanjikan balasan oleh Allah berupa neraka.

Maka disini, sebagai umat Islam sudah menjadi kewajiban agar kita terus berbenah diri untuk menjadi pribadi rabbani yang berkarakter Qur’ani yang dengan iman yang kuat ia selalu mengabdi kepada Tuhannya, ia mampu menahan hawa nafsu, godaan harta, tahta maupun wanita.

Pembenahan diri ini merupakan fondasi yanag sangat mendasar untuk pembangunan negara dan menyambut kekhalifahan Islam yang pasti akan muncul di akhir zaman. Kemudian membangun keluarga yang sakinah ma waddah wa rahmah. Setelah itu membangun masyarakat yang terpancar didalamnya cahaya Islam. Masyarakat yang bersatu diatas tali Islam, saling menolong diatas kebaikan dan taqwa, mengamalkan ayat-ayat dan Tuhannya dan hadist RasulNya.

Setelah pembenahan tiga segmetasi ini, dengan sendirinya kita telah berupaya membangun fondasi dasar kekhalifahan Islam. Setelah itu, masyarakat ini harus memilih pemimpin yang sesuai dengan kriteria Islam, meningkatkan kemampuan berbagai disiplin keilmuan, ekonomi, militer dan sebagainya.

Karena tidak mungkin revolusi yang sesuai dengan sunnatullah akan bisa diwujudkan jika perangkat-perangkatnya belum siap dengan matang. Jikapun dipaksakan, maka hasil dari revolusi itu niscaya bukan untuk kemunculan kekhalifahan Islam.

Revolusi Mesir dan Tunisia insya Allah akan memberikan kita jawaban apakah perangkat-perangkat ini sudah disiapkan oleh umat Islam disana. Wallahu a’lam bishshawab.

Penulis adalah wakil ketua DDII Kota Banda Aceh, dan ketua Senat Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh.