Hersubeno Arief : Reuni Alumni 212, Mengkhawatirkan (siapa)?

Menjelek-jelekkan kelompok lain, tidak berdasarkan fakta adalah bentuk _black campign yang merusak demokrasi. Sebaliknya negative campign adalah sebuah seni yang dalam bela diri sering disebut sebagai serangan mematikan “meminjam tenaga lawan.”

Afiliasi berdasarkan kelompok, kesamaan pandang, bahkan kesamaan agama, juga dijamin undang-undang. Jadi santai sajalah. Meminjam ucapan legenda bola basket Michael Jordan “Just play. Have fun. Enjoy the game.”

Supaya permainan enak ditonton, sebagai “wasit,” polisi tinggal menegakkan aturan. Yang salah tinggal disemprit. Kalau perlu beri kartu kuning, atau kartu merah. Yang tidak boleh, bila wasit berpihak, atau malah ikut bermain mendukung sebuah tim.

Suporter bisa marah, melihat wasit yang curang. Suasana bisa tambah kacau bila wasit yang panik malah memberi kartu merah kepada penonton yang protes. Pertandingan tidak lagi menarik. Kacau balau.

Wasit juga tidak boleh ikut-ikutan jadi komentator dan menganalisa jalannya pertandingan. Serahkan hal itu kepada pengamat yang sering lebih pintar dibanding para pemain. Wajar bila Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengingatkan Kapolri tidak usah membuat analisis politik.

Di dunia ini apa siy yang tidak ada urusannya dengan politik. Naik turunnya harga beras saja berkaitan dengan politik. Memilih ketua RT dan RW juga politik. Apalagi urusan memilih seorang pemimpin ibukota dan kepala negara. Jadi kalau ada yang memandang secara sinis reuni alumni 212 sebagai gerakan politik, ya sangat naif.