“Sabarlah Pak Erick…”

Bahagiakah Erick..? Seperti kata sohibnya, Sandiaga, jika bisa memilih tentu Erick akan memilih untuk mengurus bisnisnya saja. Tapi Erick ditunjuk oleh rezim. Dia mungkin tak punya banyak pilihan, atau bahkan mungkin tidak bisa memilih, entah karena apa. “Sebagai pengusaha Pak Erick pasti tidak mau seperti posisi ini. Saya yakin. Kalau boleh memilih pasti dia enggak bakal mau, karena dia lebih mudah untuk mengurus usahanya. Tidak membebani sebagai political expose person (PEP). Kalau ketua tim dan jadi PEP pasti dia akan sangat berat sebagai pengusaha, dan Erick membawahi ribuan pegawai juga. Jadi bagi saya, saya sangat mengerti posisi beliau.”

Sebenarnya bukan Erick saja yg diincar Mukidi. Kabarnya petinggi sebuah stasiun tv anak muda yg kemarin sukses menjadi sutradara film Motor Ngetril Mukidi, juga ditawari. Tapi ia tak berminat. Mukidi sendiri menyebutkan bahwa ia jatuh hati kepada Erick yg talented dan terbukti sukses sebagai pemilik banyak media.

Kenapa Erick..? Karena dia diharapkan dapat menutupi ruang kosong yg melompong, akibat Mukidi memilih pasangan berusia sepuh. Ruang kosong itu disebut Daya Tarik Millennials, yg tak akan dapat ditutupi meski Mukidi menyuruh pasangannya ganti Sarung dengan Celana Jeans ketat sekalipun. Karena meski bungkusnya didandani seolah kemuda-mudaan, toh isinya tetap sama.

Inilah sebuah konsekuensi yg terlalu besar, gara2 kelompok Mukidi terlalu berusaha agar tampak Islami di mata rakyat. Karena demi strategi menggaet suara muslim, maka pasangan berusia kadaluarsa pun digaet. Padahal ini adalah pemilu nasional, bukan Pilkada Jakarta. Dimana masalah besar nasional saat ini adalah soal EKONOMI NASIONAL YG KINI HANCUR LEBUR DAN LEMAHNYA KEDAULATAN BANGSA. Bukan masalah penistaan agama atau soal membela ulama.

Apakah Erick Thohir dapat memenuhi ekspektasi besar Mukidi, yaitu agar dirinya terlihat Pro Millenials?

Rupanya khayalan Mukidi membubung terlalu tinggi. Ia lupa bahwa sebagai profesional, Erick hanya ibarat ‘Manajemen Artis’. Sedangkan bintang film yg akan dijual adalah diri dia sendiri dan pasangan sepuhnya itu.

Sangat disayangkan, sekarang Mukidi tidak bisa jualan Kesederhanaan lagi. Image itu sudah pecah merana berkeping2. Kini hidup dan masa depannya tergantung kepada Branding Baru: Image Millenials dan Citra Islami, yg akan mati-matian ia paksakan.

Maka beruntunglah Prabowo-Sandi. Mereka tidak perlu lagi meminjam wajah dan identitas orang lain. Semua citra positif telah ada pada mereka. Melekat dan menjadi satu dengan karakter keduanya: Nasionalis, religius, millenials, kerakyatan, gagah, tampan, sporty, sehat, dinamis, cerdas, simpatik, full empati, dan terlihat sangat siap mewakili wajah Indonesia untuk tampil di Forum Dunia Internasional. [swamedium]

*) Penulis: Agi Bertha, Pemerhati Bangsa dan Pegiat Media Sosial