Engkle: Permainan Anak di Betawi Yang Berasal Dari Pemujaan Setan di Babilonia Kuno

Nabi Muhammad SAW, lelaki yang jenius itu, telah secara cerdasnya mengajak kita semua ke jalan tauhid dengan melakukan pembedaan atas Tuhan-tuhan palsu yang dibuat oleh Kaum Kafir Quraisy dalam bentuk berhala.

Oleh karenanya, alangkah wajar jika sisi Keislaman yang pertama-tama diperkenalkan oleh baginda kepada umatnya adalah Tauhid: sebuah pembedaan untuk melakukan identifikasi atas sesembahan lainnya. Inilah yang akan kita mengerti mengapa saat Nabi Muhammad SAW melakukan revolusi pembebasan Mekkah ia juga menghancurkan patung-patung.

Allah SWT sekalipun tidak terlihat oleh manusia secara wujud, tidak menjadikan hambaNya mengambil bentuk gambaran visual keberhalaan seperti kaum kafir Quraisy dengan bebatuannya. Dasar keimanan seorang muslim terhadap hal ghoib menjadikan Islam menampik ritus-ritus yang manusia buat-buat sendiri sendiri seperti kepercayaan Mithras dengan Sudamanda-nya.

Islam juga tidak mengenal Tuhan yang menurunkan rezeki jika pemeluknya membuatkan patung-patung dan memintakan kesuburan. Lihatlah surah Al Huud ayat enam, sebuah kalimat yang meruntuhkan klaim itu.

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud : 6)

Allah juga menekankan sekalipun Ia tidak terlihat secara fisik, namun Ia Maha Mengetahui sebagai pemilik semesta alam semesta ini apa-apa saja yang terjadi di muka bumi. Di dalam surat Al-An’am ayat 59, Allah telah berfirman,

” Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”

Inilah jawaban mengapa Islam tidak memainkan Sudamanda seperti bangsa Eropa dan Babilonia kuno. Allahua’lam (pz)