Siapa Bilang Walisongo Keturunan Cina?

Pada tahun 1928 itu Residen Poortman berangkat ke Semarang. Kebetulan waktu itu sedang timbul pemberontakan kaum komunis, maka baginya adalah kesempatan yang baik, karena punya alasan untuk menggeledah Klenteng Sam Po Kong. Residen Poortman waktu itu kemudian menganngkut semua tulisan TIONGHOA dari Klenteng sebanyak tiga gerobak delman. Tulisan atau Dokumen dari Klenteng Sam Po Kong tersebut oleh Residen Poormant kemudian dijadikan bahan penyelidikan tentang PANEMBAHAN JIMBUN alias RADEN FATTAH. “TIDAK HANYA RADEN FATTAH SAJA YANG DIKATAKAN SEBAGAI ORANG TIONGHOA, TETAPI TOKOH KERAJAAN ISLAM DEMAK LAINNYA DAN BANYAK DIANTARA WALI SEMBILAN ADALAH ORANG ORANG TIONGHOA BELAKA”.

Kesimpulan itu dihubungkan pula dengan keterangan dari dokumen yang ditemukan di klenteng Talang Cirebon.

Namun hasil penelitian Poortman itu, atas permintaannya sendiri tetap dirahasiakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, hanya boleh digunakan di kantor kantor pejabat tertentu, dengan alasan demi ketentraman pulau Jawa. Karena jika hasil penelitian ini diketetahui secara umum secara luas, sudah pasti menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat Islam di pulau Jawa. DI Kalangan masyarakat Tionghoa mungkin timbul rasa kebanggaan, karena diantara orang-orang Tionghoa perantauan terdapat orang-orang penting baik dalam ketatanegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan. Maka tidak sembarang orang yang boleh membacanya, kecuali hanya dapat dibaca dikantor kantor saja oleh pejabat-pejabat tertentu.

Hasil penelitian Resident Poortman itu termuat dalam suatu naskah yang diberikan kepada pemerintah Kolonial Belanda dengan diberi tanda “GZG” singkatan dari GEHEIM ZEER GEHEIM, yang artinya : SANGAT RAHASIA, ditambah dengan keterangan “UITSLUITEND VOOR DIENSTGEBRUIK TEN KANTORE” yang artinya: hanya boleh digunakan di kantor saja.