Militer AS Rekrut Facebook dan Twitter

Situs jejaring sosial menjadi salah satu media yang diandalkan militer AS untuk menarik minat anak-anak muda terhadap dunia kemiliteran. Untuk itu, militer AS sengaja memanfaatkan situs pertemanan Facebook dan Twitter sebagai alat propaganda mereka.

Divisi Media dan Sosial Militer AS yang dibentuk pada bulan Maret lalu sejak pekan kemarin secara resmi membuka account mereka di kedua situs jejaring sosial itu. Juru bicara militer AS, Lindy Kyzer mengatakan, pihak militer merasa perlu hadir di kedua situs pertemanan itu supaya bisa menyebarluaskan informasi-informasi tentang apa yang telah dilakukan kemiliteran AS.

"Anak-anak muda jaman sekarang tidak lagi nonton berita sore. Mereka lebih senang berbagi informasi lewat Twitter atau Facebook," kata Kyzer.

Menurutnya, account milik militer AS sekarang sudah memiliki sekitar 8.000 orang dalam jejaringnya dan memuat cerita-cerita yang diposting oleh para isteri tentara AS. Mereka yang sudah menjadi bagian dari jejaring, terutama anak-anak muda dan para veteran dibolehkan menuliskan ungkapan atau doa buat para pasukan AS yang sedang bertugas.

Selain halaman resmi kemiliteran AS, Komando Angkatan Laut AS untuk wilayah Pasifik, juga sudah membuka halaman sendiri di Facebook yang dilengkapi dengan sejumlah foto. Begitu pula Komandan Pasukan AS di Irak, Jenderal Ray Odierno. Ia memiliki account di Facebook dengan jumlah jejaring lebih dari 5.000 orang. Sementara Angkatan Udara AS, lebih memilih membuka account sendiri di Twitter.

Kyzer mengatakan, keikusertaan kemiliter AS dalam situs-situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter mampu menarik minat banyak orang, bahkan bisa mengalahkan jumlah fans bintang-bintang Hollywood yang juga ikut meramaikan situs pertemanan.

"Jika mereka punya jutaan pengagum, mengapa kita tidak? Kita ini militer AS," tukas Kyzer.

Kemiliteran AS sudah membuka account di Twitter sejak tahun 2008 dan sudah memiliki jejaring sebanyak 5.000 orang. Di sisi lain, Pentagon memberlakukan pembatasan yang ketat sejak tahun 2007, bagi tentara-tentaranya yang ingin mengakses situs jejaring sosial. Pembatasan itu terutama diberlakukan bagi para tentara yang sedang bertugas di zona perang, antara lain di Irak dan Afghanistan. Basis-basis militer AS di kedua zona perang itu, menutup akses internet ke Facebook maupun Twitter dalam jaringan komputer mereka.

Meski demikian, para tentara AS di zona perang itu memanfaatkan fasilitas weblog dengan menulis jurnal di blog pribadi mereka. Sejumlah komandan senior di kemiliteran AS yang bisa mengakses Facebook bahkan bisa menuliskan jurnalnya di situs pertemanan itu.

Pembatasan dan keleluasaan akses internet ke situs-situs jejaring sosial dan weblog ibarat buah simalakama bagi kemiliteran AS, karena informasi-informasi yang muncul bisa berbalik menyudutkan militer AS. Untuk itu, militer AS menerapkan kebijakan bahwa apa saja yang ditulis oleh para tentaranya lewat situs jejaring sosial atau blog, harus atas sepengetahuan komandan atau atasan mereka.

Militer AS paham betul memanfaatkan situs jejaring sosial dan blog, apalagi yang tersedia dengan gratis sebagai media kampanye dan propagandanya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah sadar untuk memanfaatkan akses gratis itu untuk melawan propagada mereka?(ln/iol)