Ormas Islam di Jepang Selenggarakan Seminar Nabi Muhammad

Banyak yang beranggapan bahwa muslim lebih mudah dipecah belah daripada  disatukan. Dalam banyak kasus mungkin ada benarnya, namun tidak selalu.  Sebagai contoh, pada hari Minggu lalu, 18 Oktober 2009,  organisasi-organisasi Islam di Jepang bergabung dalam JMPF (Japan Muslim Peace Federation) dan menyelenggarakan seminar yang kedua tentang Nabi Muhammad SAW.

JMPF terbentuk pada tahun 2006, ketika koran-koran di Denmark memuat  gambar karikatur rasulullah. Kegiatan pertamanya adalah mengadakan aksi damai di depan kedutaan Denmark di Tokyo. Menurut koordinator JMPF, Dr. Imran Al Haq, saat itu ada dua puluh organisasi yang bersama-sama mengikuti aksi damai tersebut. Kemudian, JMPF menyadari bahwa perlu diadakan kegiatan untuk mempromosikan Islam yang damai dan keagungan pribadi rasulullah SAW serta keindahan Islam. Mengingat karakter masyarakat Jepang yang rasional, banyak pihak dalam JMPF berpendapat bahwa pendekatan intelektual sangat diperlukan. Masyarakat Jepang akan memasang telinganya untuk mendengar jika yang berbicara seorang akademisi kaliber, seorang profesor.

JMPF terbuka bagi siapa saja, dari organisasi Islam apa saja, bangsa apa saja, yang tertarik untuk berdakwah secara intelektual. Saat ini program tahunan JMPF adalah mengadakan seminar tentang Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 2008, JMPF mengadakan seminar pertama. Pada setiap temanya, selalu dikaitkan dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan ajarannya yang memperjelas risalah Islam.

Kalau seminar pertama mengusung tema "Contribution of Prophet Muhammad (pbuh) to Humanity and World Peace", tahun ini dua tema yang diusung yaitu "Islamic Economy – A Solution to World Crisis" dan "Japanese Policy toward Muslims and Islamic Studies in Japan during World War II". Tema ini dipilih mengingat situasi krisis ekonomi saat ini.

Seperti seminar sebelumnya di tahun 2008, TUICS (Tokyo University Islamic Cultural Society) ditunjuk sebagai local organizer. Ditunjuknya TUICS karena organisasi ini tercatat dan resmi organisasi mahasiswa muslim Universitas Tokyo, juga dengan harapan agar nama Universitas Tokyo memberikan daya tarik bagi masyarakat Jepang.

Acara dibuka dengan pembacaan Al Quran oleh Imam Ensari, dari Masjid Tokyo (Tokyo Camii and Turkish Culture Center) dengan membaca surat Al Hujarat ayat 11-12-13. Bacaan Al Quran yang indah seiring dengan terjemahannya di layar dalam bahasa Inggris dan Jepang diharapkan agar dapat membuat non-muslim Jepang mengenal keindahan Al Quran dan ajaran Islam.

Acara lalu dilanjutkan dengan presentasi dari 3 orang professor, Professor Ahamed Kameel dari International Islamic University, Malaysia, Prof. Atsushi (Kamal) Okuda dari Keio University, seoarang muslim Jepang dan Prof. Akira Usuki dari Japan Woman University. Presentasi diberikan dalam bahasa Jepang. Khusus untuk pembicara Malaysia, presentasi dilakukan dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan dalam bahasa Jepang. Menurut Presiden TUICS, Dr. Khurram Bashir, sekitar 150 orang menghadiri
seminar ini.

Prof. Ahamed Kameel membawakan materi berjudul "Islamic Monetary System as Solution to Current Economic Crisis" didampingi interpreter Yasuyo Amina Takemori, seorang muslimah Jepang. Beliau menjelaskan bagaimana sistem moneter yang dibackup dengan emas diubah oleh presiden Richard Nixon pada tahun 1971, sehingga uang fiat saat ini pada prinsipnya tidak berharga karena diciptakan dari ketiadaan (created out of nothing). Dari dompetnya beliau mengeluarkan koin 1 dinar dan berkata "empat belas abad yang lalu anda bisa membeli seekor kambing dengan uang 1 dinar ini.

Sekarang, dengan uang ini, anda masih bisa mendapatkan seekor kambing", disambut dengan tawa beberapa peserta. Menurut beliau riba tidak hanya tingkat bunga, karena bank syariah yang menerapkan tingkat bunga nol persen pun bisa memberikan masalah pada perekonomian. Sistem moneter uang fiat itu sendiri adalah riba. Sehingga berimplikasi tidak ada yang bisa lepas dari riba. Beliau mengutip surat Al Baqarah ayat 278-279, dimana Allah dan rasul mendeklarasikan perang terhadap pelaku riba.

Sehari sebelumnya, ketika berceramah di Mesjid Otsuka, Prof.Ahamed Kameel mengggaris bawahi ayat ini dengan pernyataan "Perang apa yang bisa dimenangkan umat Islam sekarang? Dimana-mana umat Islam kalah dan terbelakang, karena lawan yang dihadapi adalah Allah dan rasulNya"

Prof. Usuki membawakan materi berjudul "Japanese Policy toward Muslims & Islamic Studies in Japan during World War". Beliau menjelaskan bahwa studi Islam berkembang di Jepang, pada tahun 1938, setahun setelah pecah perang antara Cina dan Jepang. Tujuan studi Islam saat itu adalah untuk memobilisasi muslim Cina agar bisa mengkounter gerakan nasionalis Cina dan komunisme. Beliau menceritakan karakteristik yang membedakan studi Islam ketika terjadi perang dan setelah perang.

Prof. Okuda membawakan materi berjudul "Real Meaning of Jihad Muhammad (SAW) toward Peace and Harmony of The World". Beliau menekankan bahwa Jihad tidak selalu berarti perang, beliau mengutip hadist rasulullah SAW yang menyatakan bahwa ada jihad yang sangat besar melebihi perang, yaitu jihad melawan hawa nafsu. Lebih lanjut beliau juga menekankan bagaimana
seharusnya seorang muslim bersikap di masyarakat Jepang. Menurut beliau, jika seorang muslim berkata bahwa Islam sangat bagus, orang Jepang tidak akan mendengar karena mereka tidak tertarik pada agama. Sebaliknya ketika sikap seorang muslim mendapat tempat di hati orang Jepang, mereka akan tertarik untuk mengetahui seseorang dan latar belakang seseorang tersebut termasuk tentang ke-Islam-an mereka. Dalam hal ini, Omar, seorang muslim dari Senegal yang berkarir sebagai penerjemah profesional berkomentar mengenai bangsa Melayu (Indonesia dan Malaysia) yang punya watak sabar dan ramah. Menurutnya, bangsa Arab dan Afrika berwatak keras sehingga sulit untuk menyentuh hati masyarakat Jepang.

Seminar ini juga menampilkan pameran poster untuk memperkenalkan aspek-aspek Islam dan berbagai organisasi Islam di Jepang. Dari banyak poster, panitia kasak-kusuk bahwa poster terbaik adalah milik Yonanda dan Sarah, pasangan muslim Indonesia. Sayangtahun ini tidak diadakan lomba poster.

Berdakwah di Jepang punya tantangannya sendiri, karena objek dakwahnya punya dua kategori. Pertama muslim sendiri, untuk dibina, dan kedua non-muslim Jepang, untuk dikenalkan dengan Islam. Tiap organisasi ke-Islaman di Jepang, mulai dari organisasi-organisasi mahasiswa muslim, organisasi-organisasi masyarakat muslim tiap-tiap negara, organisasi muslim mualaf Jepang dan mesjid-mesjid pada dasarnya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk melayani komunitas masing-masing dan mengadakan pembinaan untuk mualaf Jepang yang terjangkau oleh mereka (mualaf karena pernikahan). Namun ketika ada komitmen untuk melaksanakan kegiatan bersama, sinergi itu muncul. Apalagi semua menyadari bahwa seminar ini bertujuan mengenalkan Nabi Muhammad SAW, contoh terbaik muslim dan kekasih Allah. (Ardiansyah, Tokyo)