Siapa Menguasai Marjah Sekarang?


Sejenak, Afghanistan terlupakan. Konflik besar di Al-Aqsa bisa dikatakan telah berhasil memalingkan muka sebagian besar manusia di dunia ini. Bagaimana kondisi Marjah, sebuah wilayah di Afghanistan yang terakhir kali digempur oleh pasukan asing dengan alasan memberantas pasukan "teroris" bernama pejuang Mujahidin Taliban?

Marjah adalah ujian pertama Obama di Afghanistan. Sejak 13 Februari lalu, Amerika dan sekutunya NATO meluncurkan operasi "bersama" melawan Marjah. Namun, pada kenyataannya, tidak ada siang atau malam yang berlalu tanpa perlawanan kaum Mujahidin yang menimbulkan banyak korban pada musuh. Dalam Setiap 24 jam, bisa dikatakan, AS dan NATO kehilangan 3-10 tank militer dan kendaraan bersenjata lainnya.

Jenderal Azimi, jurubicara kementerian pertahanan dari rezim boneka Kabul mengakui bahwa mereka menghadapi serangan kaum Mujahidin 3-4 di Marjah setiap 24 jam. Media Barat sendiri mengakui bahwa kaum Mujahidin menguasai seluruh Marjah sepanjang malam. Setiap orang, termasuk operator mobile harus mematuhi instruksi kaum Mujahidin.

Selama delapan tahun, penguasa Gedung Putih telah menyebarkan isyu bahwa Taliban adalah unsur-unsur asing yang tidak memiliki akar di kalangan masyarakat. Tapi sekarang AS datang dan menyaksikan sendiri bahwa Taliban merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat Afghanistan dan tidak dapat terisolasi secara sosial.

Richard Holdbrooke, Utusan AS untuk Afghanistan dan Pakistan mengakui setidaknya selalu ada satu orang Thalib di setiap keluarga Afghanistan . Ini adalah fakta, Taliban, dalam kata lain, para Mujahidin, telah berakar dalam masyarakat. Mereka mewakili aspirasi rakyat dan pelindung agama mereka dan nilai-nilai nasional.

Itu sebabnya, pasukan asing tidak pernah mampu mengatasi kaum Mujahidin meskipun dengan operasi militer yang besar dan masif, yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak Perang Dunia II. Marjah adalah contoh yang baik dari penyerang yang tidak mampu mencapai tujuan kolonialis mereka dalam menghadapi perlawanan rakyat yang kaku.

Ironisnya, Washington bertindak sebagai kaisar dengan dalih memerangi terorisme. Seratus bayi telah dilahirkan cacat di daerah berbahasa Pashto karena penggunaan uranium oleh pasukan invasi Amerika. Mereka memulai serangan malam di rumah-rumah sipil, meledakkan pintu-pintu rumah tinggal dengan bahan peledak dan mulai menembak ke segala arah yang sering mengakibatkan pembunuhan warga tak berdosa di daerah pedesaan.

Ada banyak contoh di setiap wilayah. Sejak 13 Februari ketika AS dan NATO melancarkan serangan terhadap Marjah, 36 warga sipil telah tewas karena penembakan, serangan rudal dan penggerebekan malam. Lebih dari 40 warga sipil cedera dan ratusan rumah penduduk telah dihancurkan. Tetapi kebrutalan meneror rakyat itu tidak memberi keuntungan apapun kepada pihak asing. Marjah masih di tangan Mujahidin yang dikepung dan terbatas pada beberapa bangunan pemerintah di jantung kota.

Abdul Zahir, gubernur Marjah, sama sekali tidak berhubungan dengan masyarakat selama sepuluh tahun terakhir dan tidak mampu memahami kebutIan rakyat Afghan. Dia lebih setia memenuhi tuntutan pasukan asing daripada memenuhi kebutuhan rakyat umum Afghan.

Tapi tampaknya, selama para penyusup tidak menyingkir dari tanah Afghan, mereka juga tidak akan pernah punya kesempatan untuk pergi tidur dengan pikiran damai. Operasi militer dan saga berdarah tidak akan pernah sanggup memberi mereka damai. Ironisnya, prinsip-prinsip fundamental ini tidak ditemukan dalam buku kolonialisme dan imperialisme yang telah menduduki Afghanistan. (sa/qmh)