Antara Keberuntungan Yang Besar dan Kemenangan Yang Dekat

kabahOleh : Ustadz Ihsan Tanjung

Setiap muslim yang cinta kegiatan Da’wah Islamiyyah niscaya senantiasa merindukan ’izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin). Apalagi jika ia telah sadar bahwa dewasa ini ummat Islam sedang berada pada titik nadir perjalanan sejarahnya. Ummat Islam dewasa ini sedang berada pada masa paling kelam dalam sejarah Islam. Sebab sesuai dengan nubuwwah (prediksi) Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam ummat Islam bakal menjalani babak kepemimpinan mulkan jabbriyyan (para penguasa yang memaksakan kehendaknya alias mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya).

Setelah selama ribuan tahun ummat Islam menikmati kepemimpinan orang-orang beriman yang secara sistem masih menjadikan Allah (Al-Qur’an) dan RasulNya (As-Sunnah An-Nabawiyyah) sebagai sumber dari segala sumber nilai dan hukum, maka dewasa ini ummat Islam ”dipaksa” untuk menjalani sistem kehidupan yang menjadikan selain Al-Quran dan As-Sunnah alias ideologi bikinan manusia sebagai way of life.

Dalam keadaan zaman seperti ini seringkali seorang aktifis da’wah merasa pesimis dan kehilangan harapan akan masa depan. Ia memandang sistem batil dunia yang sedang berkuasa kian hari kian hegemonik. Sementara itu ia hanya mengelus dada menyaksikan berbagai derita saudara-saudara muslimnya di berbagai penjuru dunia. Ia mulai menyangka bahwa hidup dan perjuangan ummat Islam hanyalah sia-sia dan tidak ada gunanya. Sungguh, suatu sikap mental yang hanya pantas dimiliki oleh kaum pecundang, jauh dari kondisi kejiwaan seorang yang mengaku beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Padahal dengan jelas dan tegas Allah berfirman:

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

”Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran ayat 139)

 

Maka tidak heran jika di zaman seperti ini ada dua sikap menyimpang yang seringkali muncul. Pertama, sikap marah berlebihan kepada sistem batil yang berlaku dan kedua, sikap mengalah kepada sistem tersebut. Mereka yang memiliki sikap pertama seringkali terjebak dan terprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan melampaui batas sebagai ekspresi semangat ingin menyingkirkan kebatilan namun tanpa kearifan dan ilmu. Sedangkan sikap kedua seringkali tampil dalam bentuk kompromi dengan sistem batil bahkan ikut serta mendukung ideologi buatan manusia yang dibawa bersama sistem tersebut. Namun keduanya memiliki kesamaan  dalam hal bahwa sesungguhnya mereka sama-sama tidak sabar menjalani masa paling kelam dalam sejarah Islam. Lalu bagaimanakah sikap yang semestinya diperlihatkan seorang aktifis da’wah di zaman penuh fitnah seperti dewasa ini?

Semestinya dalam kondisi seperti ini seorang aktifis da’wah selalu menyadari bahwa Allah menyuruh kita untuk fokus kepada kemenangan sejati yang di dalam Al-Qur’an diistilahkan sebagai fauzul-’adzhiem atau keberuntungan yang besar. Faulul-’adzhiem merupakan kemenangan hakiki yang bakal dialami dan dinikmati orang-orang beriman di dalam kehidupan akhirat kelak. Ia menyangkut hal-hal seperti ”memperoleh ampunan Allah” atau ”memasuki surga” atau ”rumah-rumah indah di surga”.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ

 تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ

 وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ

ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

 وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ

 وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

 ”Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga `Adn. Itulah fauzul-’adzhiem (keberuntungan yang besar).” (QS Ash-Shoff ayat 10-12)

 

Allah menghendaki agar orang-orang beriman senantiasa menjadikan kebahagiaan dalam kehidupan akhirat sebagai kebahagiaan hakiki yang sepatutnya diupayakan dan dikejar. Apalah artinya kebahagiaan dunia dibandingkan kebahagiaan akhirat.

Namun disamping itu Allah juga memperkenalkan kita akan adanya jenis kemenangan lain yang juga disukai oleh orang-orang beriman. Itulah kemenangan berupa nashrun minAllah wa fathun qoriib (pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat). Yang dimaksud ialah pertolongan Allah dalam mengalahkan kaum kuffar musuh-musuh Islam. Sedangkan kemenangan yang dekat artinya kemenangan di dunia dengan menyaksikan tegaknya Islam di muka bumi dan tumbangnya sistem kafir.

وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ

”Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) nashrun minAllah wa fathun qoriib (pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS Ash-Shoff ayat 13)

 

Jenis kemenangan seperti ini tentunya merupakan berita gembira bagi orang-orang beriman. Betapa tidak? Sebab ini jelas merupakan cita-cita setiap orang yang rindu akan ’izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin). Jelas ini merupakan hal yang selalu diimpikan oleh setiap mu’min yang geram dan benci menyaksikan kemungkaran tampil sebagai sebuah sistem mendunia yang hegemonik.

Namun perlu selalu diingat dan disadari bahwa kemenangan yang dekat bukanlah kemenangan hakiki yang sepatutnya kaum muslimin ngotot mengejarnya. Sebab Allah tidak mewajibkan kita untuk mengalami kemenangan jenis kedua ini. Artinya, jika sampai akhir hayat seseorang tidak pernah mengalaminya, maka ia tidaklah berdosa. Allah bahkan menyebutnya sebagai sekadar ”bonus”, sehingga Allah mengistilahkannya dengan ungkapan  ”Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai…” Jadi jenis kemenangan seperti ini adalah sesuatu yang jika kita alami dalam hidup di dunia, maka kita bersyukur kepada Allah, Alhamdulillah. Namun jika kita tidak sempat menikmatinya, maka kita juga tahu bahwa Allah memang tidak pernah mewajibkan kita untuk harus mengalaminya. Sebab kalah dan menang di dunia sudah ada jadwalnya di sisi Allah. Di antara hukum Allah alias sunnatullah ialah bahwa kadang ada masanya kaum mu’minin menang dan sebaliknya ada masanya kaum kafirin yang menang. Inilah tabiat khas kehidupan di alam fana dunia ini.

إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ

 وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ

”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)…” (QS Ali Imran ayat 140)

 

Yang paling penting ialah seorang aktifis Da’wah atau pejuang Islam sepatutnya selalu menjadikan fauzul-’adzhiem (keberuntungan yang besar) di akhirat sebagai tujuan utamanya dalam berjuang. Jangan hendaknya ia memalingkan wajahnya kepada fathun qoriib (kemenangan yang dekat) sebagai prioritas utamanya dalam berjuang. Hendaknya kemenangan yang dekat di dunia hanya menjadi sebuah bonus yang jika ia dapatkan, maka ia bersyukur, namun jika ia tidak mendapatkannya, maka ia bersabar untuk menyambut keberuntungan yang besar di akhirat kelak.

Dan yang lebih penting lagi ialah seorang pejuang Islam atau aktifis Da’wah Islamiyyah tidak sepatutnya mempertaruhkan keberuntungan yang besar di akhirat demi memperoleh kemenangan yang dekat di dunia. Lebih baik baginya tidak pernah mengalami kemenangan yang dekat di dunia barang sedikitpun demi memperoleh secara penuh keberuntungan yang besar di akhirat kelak. Ia tidak akan rela mengorbankan prinsip, ideologi dan aqidah Islamnya demi memperoleh fathun qoriib alias kemenangan yang dekat di dunia. Lebih baik ia sama sekali tidak pernah menikmati fathun qoriib hingga maut menjemputnya di jalan Allah asalkan ia tetap bisa mempertahankan prinsip, ideologi dan aqidah Islam yang dengannya akan mengantarkan dirinya kepada fauzul-’adzhiem atau keberuntungan yang besar.

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ

 ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا

وَمَنْ أَرَادَ الْآَخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ

فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا كُلًّا نُمِدُّ هَؤُلَاءِ

وَهَؤُلَاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا

 انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ

وَلَلْآَخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا

”Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.” (QS Al-Isra ayat 18-21)