Dana Covid Pemerintah Mulai Sesak Nafas?

Pertama, meningkatkan alokasi anggaran. Rencana anggaran sektor kesehatan yang akan dialokasikan ternyata masih terkecil, yaitu hanya Rp. 104,7 triliun, dibandingkan untuk sektor perlindungan sosial  Rp. 150,96 triliun, pariwisata, ICT, ketahanan pangan Rp. 141,36 triliun, dan korporasi & Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) sebesar Rp. 156,66 triliun.

Kedua, audit ketat anggaran untuk penggulangan Covid-19. Jangan sampai dana untuk menggulangi Covid-19 menjadi obyek perlombaan korupsi.

Kasus korupsi dana bansos menjadi bukti tentang rawannya dana-dana atas nama kondisi darurat, sangatlah untuk disalahgunakan. Pandemi Covid-19 telah ikut membahagiakan dan memakmurkan para perampok.

Ketiga, memprioritaskan pengamanan pembayaran untuk sarana kesehatan, termasuk tunggakan kepada Rumah Sakit Swasta.

Tidak boleh ada tunggakan klaim pembayaran kepada Rumah Sakit, baik Swasta maupun pemerintah. Sebab hal ini berbahaya bagi layanan pasien Covid-19, termasuk untuk keberlangsungan hidup Rumah Sakit.

Covid-19 tak boleh membunuh semua.

Hutang yang bengkak dan kebocoran yang mengejutkan adalah sinyal lampu kuning menuju merah. Bahwa keuangan keuangan pemerintah dalam bahaya.

Gambaran kemampuan pemerintah mengelola potensi dan keuangan negara, berada pada titik yang sangat rendah.

Semoga Pemerintah bukan pasien yang harus segera masuk ruang IGD, dan memerlukan alat bantu pernafasan.

Pemerintah jangan seperti dana Covid-19 yang mengalami sesak nafas berat.

Janji Pemerintah untuk waspada jangan sampai menjadi tagihan baru rakyat yang mulai tak percaya dan bosan dengan prilaku pemerintah yang banyak janji.

Namun banyak juga inkar janji, terutama janji kampanye. [FNN]

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.