Kehadiran IMF Bisa Memicu Lengsernya Jokowi

Pasca Indonesia dihantam krismon tahun 1997, pemerintah Indonesia meminta bantuan IMF dan akhirnya Soeharto terpaksa menandatangi Letter of Intent (LoI) dengan IMF. Sehingga seluruh kebijakan ekonomi Indonesia waktu itu diatur dan dikontrol IMF. Adalah Prof Dr Widjojo Nitisastro, penasehat ekonomi Presiden Soeharto yang waktu itu menyarankan agar Indonesia meminta bantuan IMF untuk mengatasi krismon. Sikap Widjojo ini didukung oleh salah seorang tokoh pers yang berpengaruh sehingga output pemberitaan medianya waktu itu ikut mendukung kehadiran IMF di Tanah Air.

Namun anehnya Menkeu Mar’ie Muhammad dan Gubernur Bank Indonesia Sudradjad Djiwandono, sama sekali tidak dilibatkan pada saat penandatangan LoI antara IMF dengan Presiden Indonesia Soeharto pada Januari 1998.

Keduanya memang diundang untuk datang ke rumah kediaman Soeharto di Jl Cendana, Jakarta, tapi Menkeu dan Gubernur BI hanya menunggu di luar ruangan.

Saya waktu itu masih aktif sebagai wartawan di lapangan, menulis berita tentang masalah moneter dan keuangan. Sehari-hari biasa meliput kegiatan di BI maupun Depkeu. Soedrajad Djiwandono keberatan dan menunjukkan ekspresi tidak nyaman selama berada di kediaman rumah Soeharto karena dirinya sebagai pemegang otoritas moneter, tidak dilibatkan dalam perumusan poin-poin kesepakatan yang tertera dalam LoI IMF tersebut.

Awalnya pada 31 Oktober 1997, Indonesia menandatangani LoI yang pertama dengan IMF sebagai wujud kesepakatan IMF untuk membantu memulihkan Indonesia. Kemudian penandatangan LoI kedua dilakukab Presiden Soeharto pada 15 Januari 1998.

Betapapun pahitnya resep IMF itu, rezim Orde Baru awalnya menduga keterlibatan dan peran lembaga keuangan ini bakal menyelesaikan krismon. Tapi nyatanya ekonomi Indonesia justru semakin terpuruk dan krismon tidak kunjung berakhir. Sebaliknya krismon meluas menjadi krisis sosial dan krisis politik. Ketika itu pertumbuhan ekonomi yang semula tumbuh 6 % menjadi minus 13 %. Sedangkan nilai tukar rupiah merosot tajam dari Rp 2.500 per dollar AS, merosot tajam hingga ke level Rp 13.000 per dollar AS. Di saat yang sama, daya beli masyarakat menurun, sementara pengangguran dan PHK terjadi dimana-mana.

Akibatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah pun turun. Akhirnya Soeharto lengser dari kursi Presiden pada 22 Mei 1998. Sebelum Soeharto lengser, IMF merekomendasikan kenaikan harga BBM hingga 74 % persen dan minyak tanah sebesar 44 %. Setelah itu, sontak masyarakat melancarkan protes yang kemudian memicu terjadinya gelombang aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia. Mereka menuntut Soeharto lengser.

Sales Promotion Girl IMF

Sama seperti Prof Widjojo Nitisastro, kali ini Menkeu Sri Mulyani kembali meminta bantuan lembaga keuangan internasional. “Kami membutuhkan pengawasan dan bimbingan yang lebih besar dari Bank Dunia dan IMF untuk mengatasi masalah utang dan mengurangi tekanan yang meningkat,” kata Sri Mulyani, Selasa (13/4/2021).