Hamdan Basyar: Densus 88 Jangan Mengekor Pada Perang Anti Terorisme AS

Pemberantasan terorisme di Indonesia dinilai tidak murni, tapi terkait dengan program Global War on Terorisme yang dilancarkan oleh AS dengan sekutu-sekutunya. Sehingga terlihat nyata stigmatisasi yang tidak proporsional dengan usaha mengindetikkan teroris itu dengan kelompok Islam.

Terkait dengan kegiatan itu, Detasemen Khusus 88 Anti-teror atau Densus 88 sebagai organisasi yang langsung berhubungan dengan operasi penangkapan terhadap orang yang diduga pelaku teror, disinyalir mendapat kucuran dana yang besar dari Amerika Serikat.

Belakangan ini, kinerja Densus 88 disorot tajam karena telah menembak Yusron Mahmudi alias Abu Dujana yang diduga sebagai pelaku tindak pidana terorisme dihadapan anak-anaknya yang masih kecil. Desakan agar Densus 88 pun kembali mencuat. Perlukah Densus 88 dibubarkan dan sejauh mana kaitannya dengan AS?

Berikut ini hasil wawancara Eramuslim dengan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga pengamat masalah-masalah Timur Tengah dari The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Drs. Hamdan Basyar M.Si

Bagaimana Anda mencermati desakan pembubaran Densus 88 oleh Tim Advokasi Korban Penangkapan Densus yang di antaranya Ustad Abu Bakar Baasyir, di mana mereka sudah melayangkan gugatannya ke PN Jakarta Selatan?

Saya kira karena kelompok yang menuntut itu menganggap Densus 88 terlalu memihak keinginan AS, sehingga merugikan umat Islam. Karena yang tingkahnya atau hal-hal yang dilakukannya itu kebanyakan tampaknya merugikan umat Islam. Selain itu juga definisi teroris terlalu bias, di sana awal mulanya.

Memang kita melihat selama ini Densus didirikan setelah adanya kasus bom Bali itu. Bersamaan dengan program pemberantasan terorisme yang dikeluarkan oleh AS, kemudian Indonesia ikut dan membuat Densus itu.

Tapi Densus sering kali salah tangkap atau keliru membidik sasaran pelaku teror, komentar Anda?

Ini sebagai akibat salah mendefinisikan terorisme itu siapa, itu yang keliru. Jadi teroris hampir sama atau diidentikan dengan orang-orang Muslim yang beraliran keras, mestinya tidak begitu. Karena teroris itu bisa terjadi dikelompok manapun dan itu memang benar harus diberantas. Sebab jika tidak, hal itu akan meresahkan orang banyak.

Saya bisa memaklumi, kalau kelompok yang dianggap keras, seperti Abu Bakar Baasyir kemudian protes dan ingin melakukan ini. Mungkin dari sana kemudian alasan pembubaran itu muncul. Seandainya, Densus itu melakukan kegiatan yang lebih obyektif, sehingga siapapun yang dianggap teroris kemudian ditangkap alasannya menjadi lain, contoh yang sudah diketahui seperti kasus Poso. Kalau ada kelompok Muslim di sana dianggap kelompok teroris, digunakan UU anti teroris, tetapi kalau kelompok non-muslim tidak jerat menggunakan UU anti teroris. Jadi terlihat ada perbedaannya.

Kenapa arahnya selalu kepada kelompok-kelompok Islam?

Kalau itu saya tidak bisa menjawabnya, karena yang lebih mengerti dan yang melakukan itu Densus.

Ada penilaian bahwa kegiatan Densus ini mengarah pada pelanggaran HAM, tetapi Polisi menganggap hal itu sudah sesuai dengan prosedur tetap (protap)?

Kita mungkin tunggu saja hasil di pengadilan, karena inikan sudah masuk ke pengadilan. Menurut pengadilan bagaimana, apakah polisi salah dan melanggar HAM atau memang sesuai dengan prosedur kepolisian. Ada perbedaan pendapat dari kedua belah pihak, terutama dari pihak yang dirugikan, merasa itu melanggar HAM, karena itu sudah terjadi. Kalau dianggap salah, saya kira perlu diproses hukum siapapun dia. Kita tunga saja hasil dari pengadilan.

Bagaimana tentang temuan dana AS yang jumlah cukup besar untuk membiayai program counter terorism termasuk di Indonesia?

Secara pasti saya tidak tahu mengenai aliran itu, data-data memang seperti itu, ada beberapa aliran yang ke sana. Tapi kalau dilihat kapan berdirinya Densus 88, kemudian beberapa aktivitas berkaitan dengan kepentingan AS maupun Australia, kelihatan ada kaitan ke sana, seolah-olah itu bagian dari program yang sebenarnya anti terorisme global itu.

Kemungkinan dana itu memang ada seperti temuan tersebut, namun itu mungkin masih menjadi rahasia untuk umum. Kemudian juga beberapa sumber yang mengatakan dari militer AS, kalau ini benar memang bisa dikaitkan yang dikejar oleh Densus 88 adalah kelompok-kelompok tertentu. Karena program AS untuk mengejar kelompok yang dinilai beraliran keras itu, kebetulan Muslim, ada kaitannya.

Bagaimana supaya ada transparansi terhadap dana Densus ini, dan sepertinya DPR tidak mengetahui tentang aliran dana ke Densus 88?

Ya kalau dana itu menyangkut dana publik harus dilaporkan secara transparan, ada kegiatan yang sifatnya intelijen, kalau kegiatan intel memang tidak dipublikasikan. Namun jika hal itu menyangkut dana umum, saya kira harus tahu, sehingga bisa diaudit oleh BPK. Selain itu DPR sebagai wakil rakyat harus mengetahuinya. Tapi selama inikan masih dianggap sebagai operasional intelijen, nah, ini yang kadang-kadang menyulitkan untuk dibuka secara umum kepada publik. Tapi suatu saat itu juga harus dibuka, karena ada masanya untuk tidak menutupi kegiatan ini.

Seharusnya bagaimana kegiatan yang dilakukan oleh Densus agar tidak menimbulkan citra negatif dan supaya tidak merugikan orang lain?

Seharusnya ya lakukan tugasnya sesuai dengan aturan yang benar, artinya kalau yang dianggap salah lakukan penangkapan, kalau tidak bersalah jangan ditangkap. Kalau terlanjut salah tangkap, ya harus direhabilitasi. Harus menegakkan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku, jangan kemudian mengejar kelompok tertentu saja, tetapi kelompok lain yang melakukan kegiatan yang hampir sama harus dikejar juga. Jangan menimbulkan kesan diskriminasi perlakuan.

Saya kira kalau pihak Densus bisa melakukan tugasnya secara profesional, pasti banyak yang mendukung, karena memang kegiatan teror itu harus dihilangkan. Sebab itu sudah meneror publik, dan bisa merugikan siapapun. Hanya kemudian teroris itu jangan dikaitkan dengan kelompok tertentu, yang akhirnya merasa dirugikan dan kemudian protes.

Sebaiknya Densus mempunyai program sendiri untuk menghentikan teroris di Indonesia, tidak mengekor kepad AS, tetapi sesuai dengan penegakan hukum yang ada di Indonesia. Sehingga penegakan hukum berjalan dengan benar. Jika tidak, akan dicurigai terus seperti ini, akan dicurigai oleh kelompok-kelompok yang merasa dirugikan. Jika Ingin benar-benar memberantas teroris, siapapun yang dianggap teroris oleh masyarakat harus ditangkap, saya kira akan dihargai banyak orang, kembali lagi semua harus sepakat dengan definisi teroris apa.

Menurut saya, definisi teroris secara sederhana itu, suatu kegiatan kekerasan yang punya motif politik dan menimbulkan korban sipil, jadi mencakup tiga unsur, dan itu bisa dilakukan oleh siapa saja. Dilakukan oleh kelompok manapun tanpa melihat asal kelompok itu, kalau ada kekerasan yang bermotif politik dan menimbulkan korban, itu usaha teror, harus ditangkap.

Jika dilihat dari kualitas kerja Densus 88 saat ini, perlu atau tidak Densus dibubarkan?

Kalau tujuannya benar, ingin memberantas teroris, tidak perlu dibubarkan. Tapi kalau tindakan hanya menyerang atau menangkap satu kelompok tertentu, pasti akan diprotes, dan itu tidak perlu. Karena Densus itu menjadi alat tertentu yang memang menginginkan memberantas kelompok Muslim yang dituju itu. Dari tujuan yang tercantum, Densus untuk memberantas teror, tapi kalau sisi yang dilakukan hanya mengacu kelompok tertentu, mungkin tidak diperlukan. Kita harus lebih fair melihat hal ini. (novel)