Mau ke Mana Interpelasi Soal Iran?

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang Saldi Isra menyatakan, kedatangan Presiden ke gedung DPR untuk menjawab hak interpelasi DPR merupakan suatu hal yang tidak bisa diperdebatkan lagi.

Sebab, menurutnya, ini momentum yang tepat bagi Presiden untuk membangun komunikasi yang efektif dengan DPR. Ia mengaku khawatir, persoalan ketidakhadiran Presiden akan dibesar-besarkan untuk menutup isu aliran dana non budgeter Departemen Kelautan dan Perikanan yang tengah bergulir.

Berikut ini wawancara Eramuslim dengan Saldi Isra seputar prospek interpelasi DPR soal Iran.

Bagimana pendapat anda tentang ketidakhadiran Presiden SBY dalam sidang paripurna DPR tentang interpelasi Iran kemarin?

Saya berpendapat sebetulnya Presiden harus datang, karena ini merupakan hak konsttitusional yang dimiliki oleh DPR. Dan ini juga hak lembaga, walaupun awalnya usulan yang sifatnya perorangan. Tapi kan saat di paripurna, usulan itu diterima, sehingga menjadi hak lembaga. Ketika itu lembaganya DPR, mestinya disisi eksekutifnya harus Presiden. Jadi, kita jangan berdebat pasal 174 Tata Tertib DPR, di mana Presiden dapat mewakilkan dirinya kepada menteri.

Menurut saya, janganlah itu diangkat ke level yang lebih tinggi. Jadi kata ‘dapat’ dalam Tata Tertib DPR itu dimaknai, mestinya dalam pemahaman saya, harus Presiden. Tidak ada pilihan, untuk Presiden tidak datang. Apalagi sudah terjadi pertemuan dengan menteri luar negeri sebelumnya, dan menurut anggota DPR mereka tidak merasa puas dengan keterangan menteri. Karena itulah, Presiden yang harus datang.

Apakah kalau Presiden tetap bertahan dengan prinsipnya akan menimbulkan ketidakharmonisan antara kedua lembaga negara ini?

Bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Kenapa demikian, kalau ini tidak ada penyelesaian tentu ada ketegangan, tetapi kalau kemudian diselesaikan dengan cara adat, kita akan menuai apapun dari perkembangan dalam memperkaya khasanah ketatanegaraan kita.

Jadi saya kira, akan ada jalan keluarnya nanti, dan menurut saya jalan keluar yang paling baik Presiden yang harus datang. Karena ini juga harus dibaca merupakan moment bagi Presiden untuk memperbaiki komunikasi, atau memperkuat komunikasinya dengan DPR.

Kalau selama ini forum kehadiran Presiden hanya dalam penyampaian rancangan APBN, namun sekarang ada kesempatan Presiden untuk bertemu dengan DPR. Sebetulnya kedatangan ini juga bukan hanya untuk berkomunikasi dengan DPR, tapi ini kan diliput secara luas oleh media, tentu juga komunikasi Presiden dengan masyarakat Indonesia, yang sebagian juga ikut mempertanyakan sikap Presiden itu.

Tadi anda menyebut penyelesaian secara adat, maksudnya apa?

Bisa saja nanti itu dengan melalui proses tekanan politik atau lobi-lobi, sehingga kedua belah pihak bisa saling memahami. Sehingga penyelesaiannya, tidak seperti yang kita bayangkan sekarang, Presiden datang ke DPR, kemudian DPR bisa mempertanyakan masalah itu kepada Presiden. Berdasarkan pengalaman, awal-awalnya DPR kuat tapi tiba-tiba setelah ada lobi dan sebagainya menjadi melemah, banyak pengalaman menunjukan kepada kita seperti itu.

Apakah cara ada adat ini cukup baik, ketimbang melalui cara hukum misalnya melalui Mahkamah Konstitusi, seperti yang tercetus oleh salah satu anggota DPR?

Saya tidak berfikir penyelesaian melalui Mahkamah Konstitusi, walaupun MK bisa menjadi tempat untuk menyelesaikan itu. Inikan berhubungan dengan niat baik dari masing-masing pihak saja. Presiden mau datang, kemudian DPR bisa menerima penjelasan, itu akan bisa selesai.

Kemarin contohnya Presiden melakukan jumpa pers, kenapa hal itu tidak disampaikan saja di DPR. Jadi, ketika tensi ketegangan terjadi di DPR, lalu tiba-tiba saja Presiden menggelar jumpa pers. Substansi jumpa pers itu saja yang disampaikan kepada DPR, sebagian mungkin ditambah dengan yang lain. Apa sih susahnya datang ke DPR, apalagi SBY sudah mempunyai pengalaman pernah datang mewakili Presiden Megawati dalam isu interpelasi juga, jadi tidak ada masalah.

Presiden terkesan ketakutan bahkan menyuruh DPR membenahi urusan internal dalam DPR, apakah ini akan menjadi preseden buruk bagi seorang pemimpin negara?

Saya rasa tidak tepat juga kalau Presiden menyuruh DPR menyelesaikan urusan internalnya, tapi kalau Presiden mengatakan saya akan datang, selesai, tidak ada lagi perdebatan pasal 174 Tata Tertib DPR. Jadi jangan membiarkan itu, tanpa ada yang berinisiatif, untuk mendorong kearah yang lebih cepat penyelesaiannya.

Yang saya khawatir, ini isu menjadi besar ditangkap oleh media, dan bisa jadi ada skenario untuk membesarkan isu ini, sementara kasus dana non budgeter Departemen Kelautan dan Perikanan akan tenggelam karena isu ini, itu yang saya khawatirkan. Ini mencurigakan, jangan-jangan settingnya begitu. Jadi kasus dana DKP itukan sudah bergulir sangat kencang sekali, isunya bisa menurun dengan memperkuat isu interpelasi Iran.

Sebenarnya menurut penilaian anda interpelasi Iran ini masih penting tidak, karena Iran saja tenang-tenang, bahkan sekarang sudah keluar resolusi yang kedua. Pendapat Anda?

Saya tetap menganggap itu penting, itu bukan persoalan resolusi yang keberapa kalinya. Karena ini menyangkut yang pertama dulu, menurut saya itu harus dijelaskan karena menyangkut sesuatu yang dulu orang membayangkan akan menolak resolusi DK PBB 1747, apalagi Indonesia terlihat mesra sekali ketika Presiden Iran Ahmaddinejad datang ke Jakarta. Tiba-tiba kok berbelok, ada apa di belakang ini semua. Masih tetap harus dilanjutkan, dalam pengertian menjelaskan itu, yang kedua kita juga harus memperbaik praktek ketatanegaraan kita terus menerus. Jangan kemudian seolah-olah interpelasi ini ditafsirkan macam-macam, inikan bagian saja penjelasan kepada DPR. Untuk membiasakan, kalau ada isu-isu strategis, nanti Presiden menjelaskan, saya kira itu sesuatu yang masuk akal.

Interpelasi harus menjadi budaya dalam ketatanegaraan Indonesia?

Harus terpelihara dengan baik dalam praktek ketatanegaraan, Presiden harus mempunyai pemikiran seperti itu, kemudian juga DPR harus memperbaiki diri. Jangan tiba-tiba Presiden datang, lalu diinterupsi dengan tidak terkendali, dan segala macam. Jadi kedua belah pihak harus memperbaiki diri, dan itu harus dimulai dari Presiden.

Masih ingat tidak Mantan Presiden Habibi dulu pernah datang ke DPR, dan dia dicemooh oleh banyak orang tapi beliau tetap memberikan senyum kepada semua orang. Tanpa merasa takut untuk datang, padahal waktu itu posisinya juga sangat terjepit ketika itu. Lalu kenapa tidak ditiru pengalaman-pengalaman seperti itu. (novel)