Anak Kepala Biro Jadi Prajurit Israel, Picu Kemelut di New York Times

Surat kabar terkemuka di AS, New York Times (NYT) sedang dilanda polemik terkait kepala bironya di Yerusalem, Ethan Bronner. Pro dan kontra antara editor di surat kabar itu, apakah Bronner masih layak menjadi kepala biro NYT di Yerusalem menyusul terkuaknya informasi bahwa anak lelaki Bronner memutuskan untuk bergabung dengan militer Israel.

Informasi itu pertama kali dilansir oleh situs Electronic Intifada, situs yang memuat berbagai berita-berita tentang kondisi Palestina dibawah penjajahan Israel. Pengelola situs ini mempertanyakan apakah NYT mengetahui bahwa putera dari kepala biro NYT di Yerusalem, menjadi prajurit Israel. Electronic Intifada menanyakan hal ini karena kondisi semacam itu bisa menimbulkan konflik kepentingan bagi kepala biro bersangkuta dan menyajikan berita-berita tentang konflik Israel-Palestina.

Menjawab pertanyaan itu, Editor Berita Luar Negeri NYT, Susan Chira mengatakan bahwa pihaknya tetap berkeyakinan bahwa Bronner bisa menjaga integritasnya sebagai wartawan untuk menyajikan berita yang seimbang tentang konflik Israel-Palestina.

"Anak lelaki Bronner adalah seorang lelaki dewasa yang bisa membuat keputusan sendiri. Di Times (NYT) kami melihat liputan-liputan Bronner cukup fair dan kami yakin ia akan tetap seperti itu," demikian pernyataan Chira yang dikirim ke Electronic Intifada.

Namun masalah ini berlanjut di manajemen NYT. Lembaga pengawas (Ombudsman) harian itu meminta bagian keredaksian untuk menarik Bronner dari Yerusalem. Editor Publik NYT, Clark Hoyt dalam kolom yang ditulisnya mengatakan bahwa Bronner harus ditugaskan ke tempat lain, setidaknya selama anak lelakinya masih bertugas di kemiliteran Israel.

"Situasi Bronner akan menimbulkan pertanyaan soal bagaimana surat kabar ini melayani pembacanya, menjaga kredibilitasnya dan memperlakukan dengan adil seorang koresponden yang saya yakin memiliki reputasi kerja yang baik," ujar Hoyt.

"Kelihatannya memang tidak fair jika seorang ayah harus mempertanggungjawabkan sesuatu yang menjadi keputusan anaknya. Tapi persoalan yang saya lihat begini; Times mengirim seorang reporter ke luar negeri untuk membuat liputan yang tidak memihak dari salah satu konflik yang paling panas di dunia, tapi anak lelaki reporter itu sekarang jadi prajurit di salah satu pihak yang berkonflik," papar Hoyt.

"Seorang pembaca yang paling simpatik sekalipun akan bertanya-tanya sejauh mana posisi si anak bisa mempengaruhi ayahnya, terutama saaat terjadi baku tembak. Saya menghormati Bronner dan ia tidak melakukan kesalahan apapun. Tapi ini bukan soal hukuman, tapi masalah realitas. Saya menyarankan agar ia (Bronner) dipindahtugaskan, paling tidak selama anak lelakinya masih menjadi prajurit Israel," tukas Hoyt.

Hoyt mengungkapkan, ia menerima sekitar 400 surat pembaca sejak berita bahwa anak lelaki Bronner menjadi prajurit Israel mencuat bulan Desember lalu. Mayoritas surat pembaca menyatakan bahwa Bronner sebaiknya ditarik dari penugasan di Yerusalem.

Tapi Direktur Eksekutif NYT Bill Keller menolak rekomendasi Ombudsman dan dalam kolomnya ia menulis tidak akan menuruti rekomendasi itu, yang meminta agar Bronner tidak lagi ditugaskan sebagai kepala biro NYT di Yerusalem.

Keller mengatakan bahwa NYT menerapkan kebijakan redaksional yang serius agar tidak terjadi konflik kepentingan yang bisa merusak kredibilitas NYT di kalangan pembacanya. "Tapi kebijakan itu dibuat untuk kewaspadaan bukan untuk menghakimi profesionalitas seseorang," tulis Keller.

Ia juga mengatakan bahwa Bronner sudah bertahun-tahun meliput konflik Israel-Palestina dan liputan-liputannya bisa dipertanggungjawabkan. Keller menjamin, jika terjadi konflik kepentingan dalam laporan-laporan Bronner, maka NYT tidak akan segan-segan untuk menarik Bronner dari Yerusalem. (ln/abc/smh)