Asma Abdul Hamid, Presenter TV Pertama Berjilbab di Denmark

Seorang presenter televisi berjilbab muncul pertama kali di siaran televisi Channel 2 Denmark. Dalam acara tersebut sang presenter menguraikan ragam kasus sosial yang menimpa Denmark, termasuk tragedi kartun Rasulullah saw.

Ia adalah Asma Abdul Hamid (23) yang tampil bersama seorang wartawan Denmark Adam Holem (36) pada 29 Maret lalu. Keduanya tampil dalam program pertama yang akan tampil sepanjang 8 episode membicarakan masalah sosial penting yang terjadi di Denmark dengan mengundang seorang nara sumber. Soal pemilihan program tersebut, Asma yang merupakan wanita kelahiran Palestina menyebutkan kepada Islamonline, “Pihak televisi Denmark menghubungi saya dan menyampaikan rencana mereka memproduk siaran seperti itu. Lalu saya terpilih dari empat orang kandidat lainnya. Saya satu-satunya wanita berjilbab dari peserta lainnya.”

Asma juga menolak bila dirinya terpilih untuk memperbaiki imej Denmark yang terpuruk akibat penayangan gambar kartun Rasulullah saw oleh harian Jyllands Posten. “Menurut saya, mereka memilih saya dengan penilian terhadap kemampuan. Saya tidak mengira mereka memilih karena jilbab yang saya kenakan. Saya mampu berbicara bahasa Denmark dengan baik dan menguasai seni dialog dan presentasi,” katanya. Ia menambahkan, “Saya sendiri merasakan bahwa ini adalah langkah berani dari televisi Denmark. Ini tentu saja langkah yang benar, dan wanita tidak perlu melepas jilbab untuk mendapat posisi sosial yang dihormati di Denmark.”

Asma juga menjelaskan bahwa pilihan atas dirinya memikul tanggung jawab besar sebagai wakil atau duta yang mengatasnamakan kaum Muslimin. Karenanya, “Saya selalu berupaya memberi gambar dan penampilan yang baik tentang muslimah berjilbab dalam semua gerak gerik saya. Dalam saya bekerja, belajar atau seluruh kehidupan saya.” Ia mengaku sebagai wanita Muslimah Denmark dan juga Palestina pada waktu yang sama. Hal paling penting baginya adalah, kemampuan berinteraksi dan bersosialisasi dengan prinsip kemanusiaan di manapun, agar tercipta prinsip ko eksistensi bersama dalam peradaban.

Ia juga menyampaikan bahwa penampilannya didukung banyak kaum Muslimin di Denmark. Meski ada pula yang melarangnya sekedar tampil di televisi, namun mereka jumlahnya sangat sedikit. “Saya berharap agar kaum Muslimin di Denmark tetap menjaga interaksi mereka secara sosial di setiap lapangan kehidupan sosial di Denmark. Agar mereka menjadi bagian dari masyarakat,” harapnya.

Asma datang ke Denmark sejak ia berusia 6 tahun. Ia memperoleh gelar Master dalam ilmu sosial dan terlibat dalam protes keras terhadap Harian Jyllands Posten pada Oktober 2005 lalu. (na-str/iol)