Bush Ingin Tutup Guantanamo

Presiden AS George W. Bush mengungkapkan keinginannya untuk menutup penjara Guantanamo dan mengirim semua tahanan di sana ke negara asalnya masing-masing.

Usai melakukan pembicaraan dengan para pemimpin Eropa di Wina, Rabu (21/6), Bush mengatakan, "Saya ingin menutup Guantanamo. Saya ingin mengakhirinya. Satu hal yang akan kami lakukan adalah kami akan mengirim para tahanan kembali ke negara asailnya." Namun Bush tidak menyebutkan, kapan akan mulai memulangkan para tahanan yang jumlahnya masih tersisa sekitar 400 orang di kamp Guantanamo.

Kanselir Wolfgang Schuessel dari Austria yang kini memegang rotasi jabatan presiden Uni Eropa mengatakan, Eropa sudah meminta AS untuk menutup kamp penjara Guantanamo dan sudah menerima komitmen dari AS bahwa ‘tidak ada penyiksaan, tidak ada penempatan khusus atau di luar teritorial dalam penanganan para tersangka teroris.’

Lebih lanjut Bush menyatakan, beberapa tahanan, kebanyakan asal Arab Saudi, Afghanistan dan Yaman akan diseret ke pengadilan AS. "Mereka adalah pembunuh berdarah dingin. Mereka akan membunuh orang jika dibiarkan bebas berkeliaran di jalan," katanya.

Saat ini, sambung Bush, ia masih menunggu ketentuan dari Mahkamah Tinggi AS sebelum memutuskan di mana para tahanan Guantanamo itu akan menjalani proses peradilan. Mahkamah Tinggi AS diberi waktu sampai tanggal 30 Juni untuk memberikan legitimasi terhadap pengadilan-pengadilan militer yang dibentuk Bush untuk mengadili para tersangka terorisme pascaserangan 11 September.

Militer AS menunda pengadilan kejahatan perang terhadap para tersangka setelah terjadi kasus bunuh diri tiga tahanan Guantanamo pada 10 Juni kemarin. Kasus ini makin menguatkan desakan agar kamp penjara itu segera ditutup.

Mayoritas tahanan di penjara Guantanamo dianggap sebagai ‘musuh perang’ dan sudah ditahan sejak tahun 2002 tanpa tuduhan formal dan akses untuk didampingi pengacara.

Dalam kesempatan pertemuan tingkat tinggi dengan para pemimpin Eropa, Bush berusaha meyakinkan mereka bahwa AS punya komitmen dengan masalah hak asasi manusia. Kedua belah pihak bahkan sepakat bahwa AS bukanlah ancaman seperti wacana yang belakangan ini bergulir. Bush malah menyebut orang-orang yang berpikir bahwa AS lebih berbahaya dari Iran, sebagai orang-orang yang konyol.

"Kami negara demokrasi yang transparan, masyarakat tahu apa sebenarnya yang ada di pikiran kami, kami mendebatkan segala sesuatu dengan terbuka, kami memiliki proses legilatif yang aktif," kata Bush.

Bush bisa mengklaim apa saja atas tindakannya. Namun kenyataan bicara lain, karena di luar istana Hofburg tempat pertemuan dilakukan, sekitar 1.200 mahasiswa di utara Wina mendemo kedatangan Bush. Mereka meneriakan yel-yel ‘Pulan Kau Bush’ dan ‘Bush Pembunuh Massal’ (ln/aljz)