Dukung Sarkozy, Syaikh Al-Azhar Nyatakan Burqa dan Cadar Tidak Wajib

Pernyataan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy yang baru-baru ini memanggapi permasalahan seputar cadar dan burqa di negerinya terus menuai tanggapan dari banyak pihak Muslim, utamanya dari pihak ulama. Dalam pernyataannya itu, Sarkozy menyatakan jika burqa (model cadar ala Taliban-Afganistan) bukan simbol keagamaan, melainkan simbol keterbelakangan.

Banyak pihak yang mengecam pernyataan Sarkozy tersebut. Sebagian mengatakan jika Sarkozy diskriminatif, memojokkan Islam, mengkhianati demokrasi dan HAM yang dikampanyekannya sendiri, dan seterusnya.

Namun, sebuah tanggapan lain muncul dari Grand Syaikh Al-Azhar, Muhammad Sayyid Thanthawi. Pucuk tertinggi pimpinan lembaga keislaman Al-Azhar Mesir itu mengatakan, jika apa yang dikatakan Sarkozy adalah haknya sebagai pemimpin sebuah negara, dan tidak ada hubungannya dengan orang-orang di luar negaranya.

"Itu adalah kebijakan dan urusan dalam negeri orang lain, dalam hal ini adalah Perancis. Dalam keadaan darurat dan tertentu, seorang Muslim dan Muslimah yang hidup di negeri Barat, misalnya, bolehlah bagi mereka untuk mengikuti undang-undang yang berlaku di negeri tersebut," demikian ungkap Thanthawi.

Para Muslimah yang memakai cadar di Prancis termasuk ke dalam kaidah tersebut. Mereka pun diperbolehkan untuk melepas cadarnya untuk mentaati undang-undang negara orang lain yang mereka tinggali.

Ditambahkan oleh Thanthawi, cadar dan burqa tidaklah termasuk ke dalam bab wajib bagi Muslimah. Hukum cadar dan burqa lebih kepada mubah. Jika mereka hendak mengenakan, maka kenakanlah, dan jika tidak, maka tak mengapa pula. Hal ini berbeda dengan jilbab, yang hukumnya wajib bagi para Muslimah dn tidak boleh dilepas karena alasan apapun.

Pendapat Thanthawi juga disepakati oleh Kementrian Wakaf Mesir, yang menetapkan pelarangan memakai cadar bagi para pegawai di lembaaga tersebut.

Thanthawi tengah mengibaratkan, para Muslim dan Muslimah yang berada di Prancis adalah orang-orang pendatang di negeri itu–yang kebanyakan dari Arab, mereka adalah tamu di sana. Maka sudah selayaknya bagi para tamu untuk mengindahkan aturan-aturan yang dimiliki tuan rumah. Hal ini lain halnya jika mereka hidup di Arab, di negeri dan rumah asal mereka sendiri. Toh, Sarkozy juga mengatakan, jika pihaknya tidak ada masalah dengan jilbab, bahkan membolehkan pihak Muslimah untuk mengenakannya. (L2/aby)