Giliran Taliban dan Afganistan yang Menjadi "Garapan" Turki

Manuver politik luar negeri Turki akan kembali beratraksi. Setelah sukses memainkan peran diplomatik atas beberapa faksi dan negara di wilayah Timur Tengah, semisal Palestina, Suriah, Irak, dan juga Iran, juga wilayah Kaukasus, Balkan, dan Asia Tengah, kini Turki kembali akan memainkan peran diplomatiknya di Afganistan (termasuk wilayah geo-politik Asia Tengah).

Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengatakan jika negaranya siap memainkan peran untuk berunding dengan Organisasi Taliban dan mengarahkannya "dengan cara-cara yang bermartabat" untuk bisa menerima beberapa kemungkinan dialog politik untuk menciptakan stabilitas bersama di Afganistan.

Davutoglu mengatakan hal tersebut dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Inggris David Miliband pada Selasa (12/1) kemarin. Dalam pertemuan tersebut, dibahas beberapa agenda kerjasama antra kedua negara, termasuk agenda perdamaian di Timur Tengah, masalah nuklir Iran, kondisi di Afganistan dan juga Siprus.

Dikatakan Davutoglu, sangatlah mustahil untuk mewujudkan stabilitas dan keamanan di Afganistan jika prosesi menuju hal tersebut tidak melibatkan berbagai pihak di negeri itu. Salah satu upaya tersebut adalah dengan ditekankannya inisiatif perundingan dan perdamaian antara faksi-faksi yang ada.

Cara Tersendiri

Sebelumnya, pihak Turki menolak seruan Amerika dan NATO untuk menambah kiriman pasukannya ke Afganistan.

Turki justru menegaskan kepada NATO jika pihaknya telah banyak melakukan upaya pemulihan dan perbaikan di Afganistan dengan jalur-jalur yang jauh lebih arif dari pada opsi militer ala NATO, yaitu dengan memberikan bantuan sosial, membangun sekolah, rumah sakit dan fasilitas-fasilitas publik lainnya, serta memberikan latihan militer kepada pasukan Afganistan.

Penolakan Turki atas seruan NATO ini tentu sangat mengejutkan. Pasalnya, Turki adalah salah satu negara anggota Pakta Militer Atlantik Utara itu, sekaligus menjadi satu-satunya negara Muslim yang menjadi anggota blok tersebut.

Terkait proyek garapan "Taliban dan Afganistan" ini juga, Turki berencana menggelar konferensi berskala internasional yang membawa tema masa depan Afganistan dalam pekan ini, sekaligus akan melakukan pembicaraan dengan Presiden Afganistan dan Pakistan pada 25 Januari mendatang.

Hubungan yang Dalam

Menlu Davutoglu juga menambahkan, Turki akan berupaya memainkan peran diplomatiknya secara maksimal dalam upaya penyelesaian kasus Taliban dan Afganistan ini. Hal ini, hemat Davutoglu, karena Turki memiliki jalinan kedekatan dalam berbagai segi dengan Afganistan.

"Turki telah memiliki jalinan hubungan yang erat dengan Afganistan jauh semenjak abad ke-10 Masehi dulu. Turki dan Afganistan dipadu dan diastukan oleh sejarah, budaya, literatur, sekaligus agama."

Afganistan–yang pada masa sejarah keislaman lama dikenal dengan nama Balkh dan Ghazna–merupakan wilayah pertemuan antara bangsa Persia dengan bangsa Turki. Beberapa dinasti (usrah dan dawlah) Muslim-Turki bahkan pernah memerintah dan bercokol di Afganistan, semisal Dawlah Khawarizmia, Selcuk, Ghaznawia, Ilkhan (Mongol), hingga Taimuriyyah.

Salah satu mistikus dan sastrawan besar Turki yang sosoknya menginspirasi dunia, yaitu Maulana Jalaluddin Rumi, dilahirkan di Balkh (Afganistan), yang bermigrasi dan menetap di Konya, Anatolia (Turki) hingga wafat.

Terkait hal ini, surat kabar Inggris Times dan surat kabar Turki Zaman mengungkapkan optimismenya akan kesuksesan upaya-upaya diplomatik yang akan dimainkan Turki. Dikatakan oleh surat kabar terkemuka tersebut, sejarah dan peradaban Islam yang dalam dan melegenda akan menjadi modal besar bagi Ankara untuk menyelesaikan problem di Afganistan. (A. Ginanjar Sya’ban)