Haniyah Siap Turun, Pemerintahan Baru Siap Dibentuk

PM Palestina Ismail Haniyah menyatakan, dirinya telah mencapai kesepakatan dengan Presiden Mahmud Abbas soal pembentukan pemerintahan persatuan nasional Palestina yang mungkin akan diumumkan sekitar dua atau tiga pekan mendatang. Dia menampik kabar yang beredar bahwa dirinya mengajukan nama-nama tertentu untuk menduduki kursi orang nomor satu di pemerintahan baru mendatang.

Haniyah mengisyaratkan dirinya siap mundur sebagai PM dan tidak akan memimpin pemerintahan yang baru sebagai syarat untuk penghapusan blokade dan embargo Barat terhadap Palestina, yang diberlakukan sejak Gerakan Perlawanan Islam Hamas membentuk pemerintahan Palestina pada Maret lalu setelah memenangi pemilu legislatif pada 25 Januari 2006 lalu.

Seperti dikutip Islamonline, Sabtu (11/11), Haniyah mengatakan, “Situasi Palestina membutuhkan tanggung jawab semua pihak. Untuk itu dicapai kesepakatan pembentukan pemerintahan persatuan yang kami harapkan bisa diumumkan dalam dua atau tiga pekan mendatang untuk mengakhiri embargo Barat terhadap Palestina serta mengakhiri ketagangan internal agar bangsa Palestina fokus dalam pertempuran utamanya, yaitu mengakhiri penjajahan.”

Dia menambahkan, “Dialog dengan Presiden Abbas telah memperoleh kemajuan dan akan dilanjutkan minggu depan. Kami telah mencapai kesepakatan dengan faksi-faksi Palestina.” Haniyah menjelaskan apa yang beredar di media massa bahwa dirinya telah mencalonkan sejumlah nama untuk menduduki PM baru adalah berita yang tidak benar.

Mengenai kesiapan dirinya untuk turun sebagai PM, Haniyah menegaskan bahwa kekutan-kekutan Barat tidak menginginkan dirinya sebagai bagian dari pemerintahan Palestina yang baru. “Mereka punya satu syarat, yaitu bahwa embargo tidak akan dihapus apabila tidak ada perubahan nama PM. Bila masalahnya seperti ini maka lebih baik mengutamakan penghapusan embargo dan mengakhiri penderitaan (bangsa Palestina),” ungkapnya menjelaskan.

Dia menegaskan, perubahan nama PM bukanlah bentuk kekalahan. Karena pemerintahan baru nanti bertolak dari Piagam Rekonsiliasi Nasional yang sudah disepakati semua faksi dan kekuatan nasional Palestina. Dia sangat berharap pembentukan pemerintahan baru ini akan mengakhiri embargo Barat dan menyudahi krisis ekonomi yang dialami bangsa Palestina. Untuk itu, sejumlah sumber menyebutkan kelompok Hamas mengajukan beberapa syarat kepada Abbas soal pengumuman pemerintahan baru tersebut.

Dalam wawancara dengan televisi Al-Jazeera, Sabtu (11/11), juru runding senior Palestina Shaib Uraiqat menyatakan ada tiga syarat yang diajukan kelompok Hamas untuk mengumumkan pemerintahan baru. Pertama adalah adanya jaminan penghapusan embargo terhadap bangsa Palestina dari dunia internasional. Kedua pembebasan para tahanan Palestina, terutama anak-anak dan kaum wanita, ditukar dengan pembebasan serdadu Israel Ghilat Shalid yang ditawanan kelompok perlawanan Palestina akhir Juni lalu. Dan ketiga adalah pembebasan para menteri dan anggota dewan legislatif. (war/iol-aljzr)