Kapal "Maryam", Misi Aktivis Perempuan Lebanon Melanjutkan Freedom Flotilla

Israel menyatakan tetap akan menghentikan kapal Lebanon yang akan membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza meski semua penumpang dalam kapal itu perempuan semua. Jika perlu, Israel akan mengerahkan pasukan militernya seperti ketika melakukan serangan ke kapal Mavi Marmara, salah satu kapal terbesar dalam misi kemanusiaan Freedom Flotilla akhir Mei kemarin.

Sekitar 50 aktivis perempuan asal Lebanon dan sejumlah aktivis serta wartawan dari Eropa mengumumkan rencana mereka untuk melakukan melakukan pelayaran kemanusiaan ke Jalur Gaza, membawa barang-barang bantuan, utamanya bantuan medis untuk warga Gaza. Pelayaran itu seluruhnya akan dikordinir dan dilakukan oleh para aktivis perempuan itu dengan menggunakan kapal yang diberi nama "Maryam".

Keberangkatan misi tersebut masih dirahasiakan, namun para pejabat Israel sudah melontarkan ancaman akan melakukan "seluruh kekuatan yang dianggap perlu" untuk menggagalkan pelayaran kapal dari Lebanon itu. Dalam surat yang disampaikan ke Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan ke Dewan Keamanan PBB, Duta Besar Israel untuk PBB Gabriela Shalev mengatakan, "Berdasarkan hukum internasional, Israel berhak untuk menggunakan cara apapun yang dianggap perlu untuk mencegah kapal-kapal yang akan melanggar blokade perairan yang dilakukan di wilayah Jalur Gaza."

Shalev juga menyatakan ketidakpercayaannya bahwa kapal dari Lebanon yang menembus blokade Israel di Gaza, hanya membaa bantuan kemanusiaan. Shalev dan pejabat Israel lainnya menuding kapal yang mengangkut para aktivis perempuan dari Lebanon itu punya hubungan dengan kelompok pejuang Hizbullah.

Hizbullah membantah tudingan itu dan menegaskan bahwa pihaknya sejak memutuskan untuk tidak terlibat dengan misi bantuan tersebut, baik dalam keorganisasian atau dukungan logistik untuk menghindari kemungkinan Israel menjadikan keterlibatan Hizbullah sebagai alasan untuk menyerang kapal misi bantuan yang seluruhnya dikelola oleh para aktivis perempuan. (ln/wb)