Merasa Diteror, Banyak Warga Muslim Ingin Tinggalkan Inggris

Warga Muslim Inggris kini banyak yang mempertimbangkan untuk meninggalkan Inggris karena merasa tidak aman dan menjadi target menyusul maraknya operasi penggerebekan di London Timur.

"Kami marah dan kami merasa ketakutan. Masalahnya, tembak dulu, baru kemudian ditanyai," kata Muhammad Azhar pada surat kabar Inggris, The Independen.

Warga Inggris asal Kashmir yang membuka usaha furnitur di London timur mengeluhkan operasi penggerebekan yang sudah berlangsung selama empat hari. "Mereka bisa mengatakan setiap orang teroris, tapi mana buktinya?" tanya Azhar.

"Masyarakat merasa tidak aman dan berpikir ‘kita harus pergi’, padahal mereka adalah orang-orang yang telah memberi banyak untuk negeri ini. Mereka bekerja 12 jam sehari, tujuh hari dalam seminggu," sambung Azhar.

Keluhan serupa juga diungkapkan Muhammad Ahmad, wakil ketua Masjid Forest Gate yang menjadi salah satu target penggerebekan. Ia mengatakan, 1,8 juta warga minoritas merasa ‘diteror’.

"Publik merasa tidak aman. Mereka merasa diteror dan beberapa orang berpikir untuk pulang kampung saja meski mereka lahir di sini," kata Ahmad.

Ia mendesak aparat kepolisian untuk memperbaiki sikap dan hubungannya dengan warga minoritas Muslim. "Tindakan seperti itu hanya akan menimbulkan kebencian pada polisi," tambah Ahmad.

Warga Muslim lainnya, Muhammad Abdullah, yang mengungsi ke Inggris untuk menyelamatkan diri dari aksi-aksi kekerasan di negaranya, Somalia mengaku khawatir dengan nasib keluarga dan warga minoritas Muslim lainnya.

"Saya khawatir dengan anak-anak saya. Saya khawatir dengan saudara-saudara saya. Saya datang ke sini untuk menyelamatkan diri dari kekerasan, penganiayaan dan senjata. Tapi sekarang semuanya ada di depan saya. Ini tidak adil. Saya datang ke sini untuk merasa aman tapi tak seorangpun merasa aman sekarang. Setiap orang menghadapi resiko," keluh Abdullah.

Dalam penggerebekan yang dilakukan sekitar 200 aparat kepolisian ke sebuah rumah warga Muslim pada Jumat (2/6) kemarin, Muhammad Abdul Kahar,23, tertembak di bagian punggungnya dan Abu Koyair,20, ditangkap karena dicurigai terlibat dalam rencana serangan teroris dengan menggunakan bahan kimia. Keduanya menolak tuduhan itu dan setelah diinterogasi, aparat kepolisian melepaskan Abdul Kahar dan Koyair karena tak cukup bukti.

Warga Muslim di Inggris mengingatkan bahwa insiden-insiden semacam ini hanya akan menyulut kebencian warga minoritas dan menghancurkan kepercayaan mereka jika aparat kepolisian tidak memberi penjelasan soal aksi-aksi penggerebekan itu.

Ketua baru 0rganisasi Muslim Council of Britain, Muhammad Abdul Bani mengatakan, aparat kepolisian kini berada di bawah tekanan untuk menjelaskan aksi penggerebekan yang membuat warga bingung.

"Orang yang marah bisa melakukan apa saja, orang yang marah bahkan bisa merasa bahwa mereka bisa mengambil alih hukum ke tangan mereka, oleh sebab itu kemarahan harus diarahkan ke dalam tindakan yang positif," kata Abdul Bani dalam pernyataannya, Selasa (6/6).

"Masyarakat ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi dan tentang intelejen-informasi yang mereka dapat apakah akurat, apakah cacat-ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab secepat mungkin," tegasnya lagi.

Asal Tangkap

Warga Muslim lainnya mengungkapkan kekhawatiran akan tindakan polisi yang asal tangkap tanpa ada bukti.

Jaffar Khan, anggota militer yang menjadi imigran dari Afghanistan mengecam sikap polisi dalam melakukan penangkapan yang menurutnya tidak sesuai aturan. "Polisi harus punya bukti untuk meyakini bahwa orang mereka tangkap memang melakukan kesalahan, ini untuk membuktikan bahwa mereka tidak rasis," kata Khan.

Aysha Qureshi, asal Pakistan mengaku makin merasa tidak aman jika ingin keluar rumah. "Saya pikir mereka asal tangkap orang secara acak. Mereka tidak menunjukkan bukti. Sebagai orang Asia, saya merasa makin tidak aman berjalan-jalan sendirian. Saya dipanggil ‘Paki’ dan saya merasa tidak aman karena warga kulit saya," papar Qureshi.

Amina Begum, warga Muslim Bangladesh kelahiran London mengungkapkan ketakutan yang dialami teman-teman sekolahnya sesama Muslim.

"Saya yakin polisi punya alasan untuk menggerebek rumah, tapi faktanya mereka tidak menemukan bukti apapun. Ini membuat orang takut karena mereka berpikir rumah mereka mungkin akan jadi target selanjutnya. Beberapa anak-anak laki di sekolah sangat marah," kata Begum yang masih berusia 16 tahun.

Menyusul aksi penggerebekan di London Timur, Times memuat surat dari Yusuf Patel yang tinggal di Forest Gate, tempat penggeberekan terjadi. Dalam suratnya Patel mengatakan, sejumlah warga yang ia ajak bicara mengungkapkan keyakinanannya bahwa penggerebekan itu didisain untuk menciptakan ketakutan di kalangan komunitas Muslim. Jika demikian kasusnya, maka tindakan itu berhasil.

"Sensasionalisme pers, ditambah pernyatan-pernyataan keras polisi dan keengganan pemuka masyarakat untuk memberikan respon atas rumor ini akan makin memojokkan warga Muslim di wilayah itu," tulis Patel.

Asisten Komisaris Metropolitan Police untuk operasi-operasi khusus Andy Hayman mengakui, sejauh ini aparat kepolisian tidak menemukan benda-benda spesifik yang mereka cari.

Surat kabar Daily Mail mengutip ungkapan seorang petugas polisi yang ikut dalam operasi penggerebekan. Polisi yang tidak mau disebut namanya mengatakan, "Benda yang paling berbahaya yang kami temukan cuma aspirin." (ln/iol)