Meredam Mitos Buruk Tentang Islam di Kampus-Kampus AS

Peristiwa serangan 11 September 2001 di AS, menjadi mimpi buruk yang tiada akhir bagi warga Muslim di negeri itu. Berbagai mitos tentang Islam dan umat Islam berkembang, bahkan sampai ke institusi pendidikan seperti di kampus-kampus, yang membuat para mahasiswa Muslim harus berjuang keras melawan mitos dan stereotipe itu.

Surat kabar The Orion, edisi Rabu (9/5) mengupas mitos tentang Islam dan umat Islam yang menyebar melalui media massa di kampus-kampus di AS.

"Kesalahan yang paling fatal adalah mencampuradukkan Islam dengan budaya Timur Tengah, " kata Rami Siyam, mahasiswa Muslim di California State University.

Ia mengatakan, teman-teman Amerikanya di kampus seringkali menafsirkan bahwa seorang Muslim memiliki akar dari bangsa Arab atau Timur Tengah. Siyam yang juga menjabat sebagai wakil presiden General Union of Palestine Student, menceritakan kejadian lucu yang pernah dialaminya sambil tersenyum,
"Orang-orang bertanya apakah keluarga saya punya pengeboran minyak di belakang rumah."

Siyam berharap bahwa apa yang orang tanyakan padanya tidak lebih dari kelakar belaka, tapi terkadang ia menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang serius dan membutuhkan jawaban.

Lain lagi pengalaman Jamil Albaroudi. Ia mengatakan, teman-temannya yang berkulit putih dan bermata biru, selalu terpana dan memandangnya sedemikian rupa tiap kali ia bilang bahwa dirinya seorang Muslim. Yang ada di pikiran teman-temannya, kata Jamil, seorang Muslim itu berperawakan tinggi, berkulit gelap, memelihara jenggot dan selalu bermuka masam.

Tapi, kondisi itu tidak membuat Jamil yang masih keturunan Suriah ini, terbebas dari tindakan rasial dan pandangan penuh curiga ketika berada di bandara atau tempat-tempat lainnya, karena nama Arabnya.

Mitos terberat yang dihadapi oleh mahasiswa Muslim di antara teman-temannya di AS adalah, mitos bahwa Islam identik dengan teror.

Jamil pernah membuat survei pada 130 mahasiswa dengan pertanyaan, "Apakah sebagian besar Muslim itu teroris?" dan hasilnya, 25 persen dari 130 respondennya itu menjawab "ya."

Hasilnya hampir sam dengan survei lainnya pernah digelar surat kabar USA Today dan lembaga survei Gallup, pada Agustus 2006. Hasil survei menunjukkan, 39 persen responden di AS mengakui bahwa mereka punya prasangka buruk terhadap umat Islam. Dan sekitar seperempat responden mengatakan tidak mau punya tetangga seorang Muslim.

Menurut Jamil, media massa yang hanya mengumbar sensasi, berperan besar dalam menggambarkan Islam sebagai agama yang jahat.

"Kebanyakan orang hanya menonton Fox News dan kemungkinan tidak mau menganalisanya. Masyarakat perlu melakukan riset sendiri karena jaringan televisi berita, semuanya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang sama, " tukasnya.

Saat ini, di kampus California State University ada tiga perkumpulan mahasiswa Muslim yang berupaya keras meredakan keraguan dan kekhawatiran para mahasiswa non Muslim pada Islam.

Tiap akhir pekan, mereka memilih video dan film-film yang menampilkan kisah sisi lain Islam dan mengundang semua mahasiswa. Misalnya film-film seperti "The Road to Guantanamo", "Paradise Now" dan "Promises."

Presiden Muslim Student Association Ismah Jawed berusaha untuk merangkul kalangan non Muslim menjadi anggota perkumpulannya. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa Islam menyatukan semua umat manusia.

"Tidak masalah apa kebangsaan Anda, dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Islam adalah agama yang damai, " kata Jamil Albaroudi. (ln/iol)