Negara-Negara Arab Keberatan, AS-Perancis Tunda Resolusi

AS dan Perancis menunda pengajuan draft final konflik Israel-Libanon ke Dewan Keamanan PBB setelah negara-negara Arab menyatakan keberatan dengan isi draft tersebut, terutama yang terkait dengan keberadaan pasukan Israel di Libanon.

Libanon, Qatar dan dewan negara-negara Arab mengajukan amandemen atas draft tersebut-amandemen tersebut meminta hal yang paling penting yaitu penarikan mundur pasukan Israel begitu pertikaian diakhiri.

Sejumlah diplomat yang tidak mau disebut namanya mengatakan, Dewan Keamanan PBB rencananya akan membahas draft resolusi yang dirancang AS-Perancis, pada hari ini, Senin (7/8) setelah mendengarkan keberatan dari sejumlah negara Arab, untuk kemudian dilakukan voting pada hari Selasa.

Menlu Perancis Phillipe Douste-Blazy pada radio Perancis mengomentari penundaan itu mengatakan,"Yang paling penting bagi kami adalah, mencapai kesepakatan dengan pemerintah Libanon dan dunia Arab."

Sejak agresi militer Israel ke Libanon tanggal 12 Juli lalu, Dewan Keamanan PBB tidak bisa mengambil tindakan apapun. Salah satu kendalanya adalah sikap AS yang menolak untuk menciptakan gencatan senjata segera antara Israel dan Libanon.

Menlu AS Condoleezza Rice pada hari Minggu (6/8) sudah mendesak DK PBB untuk segera mengadopsi resolusi yang disusunya dengan Perancis. Desakan Rice didukung PM Inggris, Tony Blair dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Keduanya menggarisbawahi perlunya segera menghentikan konflik.

Menteri Kehakiman Israel, Haim Ramon menyatakan, draft yang disusun AS-Perancis sangat baik untuk Israel. Namun Israel tetap punya tujuan militer dan akan terus menggempur Hizbullah.

"Itulah sebabnya kami harus terus bertempur, terus menggempur siapapun yang ada di Hizbullah, yang bisa kita hancurkan. Dan saya mempekirakan, sepanjang serangan itu terus dilakukan, posisi Israel secara diplomatik maupun militer, akan meningkat," ujar Ramon.

Draft yang disusun AS-Perancis yang diusulkan Sabtu kemarin, menyerukan ‘gencatan senjata penuh’ berdasarkan ‘penghentian segera serangan-serangan Hizbullah dan operasi-operasi militer Israel. Draft tersebut tidak secara eksplisit menyebutkan penarikan mundur Israel, tapi secara implisit memberi peluang bagi operasi-operasi militer Israel.

Draft tersebut juga menyebutkan perpanjangan jangka waktu pemberlakukan wilayah penyangga di Libanon selatan, di mana hanya pasukan militer Libanon dan pasukan PBB yang akan di tempatkan di wilayah penyangga itu.

Juru bicara parlemen Libanon, Nabih Berri mengatakan bahwa isi draft itu tidak bisa diterima karena memberi peluang keberadaan pasukan Israel di Libanon dan tidak menjawab dua tuntutan utama; pembebasan para tahanan warga Libanon yang dipenjarakan Israel dan penyelesaikan atas wilayah Shebaa farms yang masih dipertikaikan.

"Libanon, semua rakyat Libanon, menolak perundingan dan draft resolusi apapun yang tidak memenuhi keinginan rakyat Libanon," kata Berri.

Utusan khusus Libanon di PBB, Nouhad Mahoud mengajukan amandemen draft resolusi yang meminta Israel segera menyerahkan wilayah Libanon selatan yang diduduki pada tim penjaga perdamaian PBB, begitu pertempuran diakhiri. Ia juga mendesak amandemen resolusi PBB tentang wilayah Sheeba farms. Israel diminta segera menyerahkan wilayah itu di bawah PBB, sampai penentuan perbatasan dilakukan. (ln/guardian)