Pakar Israel Sebut Kemenangan 1967 Bumerang

Di tengah kebanggaan yang meruyak di tengah publik penjajah Israel, atas peringatan kemenangan mereka dalam peperangan Arab-Israel di tahun 1967, yang dikenal dengan peperangan enam hari, muncul suara yang berbeda dari para pakar dan akademisi Israel.

Mereka mewakili suara para sesepuh Israel, yang memandang bahwa kemenangan perang Israel pada 1967 justru merupakan bumerang bagi Israel yang disiapkan bangsa Arab. Hasil pertempuran 1967 itu, menurut mereka, justru menjadi pemicu pertama atas keabsahan Israel dalam menjajah Palestina hingga memantik dukungan Islam pada bangsa Palestina, sehingga kondisi Israel tak pernah berhenti dari pertempuran hingga hari ini.

Koresponden Islamonline yang khusus menangani masalah Israel mengatakan, “Perbedaan paradigma terhadap perang 1967, memberi pengaruh yang bukan baru kali ini saja pada masyarakat Israel. Tapi di tahun keempat puluh ini, suara seperti itu semakin besar di kalangan publik Israel sehingga bisa menjadi faktor yang berbahaya bagi masa depan penjajahan Israel di Palestina. ”

Seorang pemikir Israel Yejal Seirena, secara tiba-tiba melakukan wawancara dengan channel 2 televisi Israel, tentang peringatan 40 tahun pendudukan Al-Quds. Dalam wawancara itu ia mengatakan, “Israel tidak memiliki apa-apa dari perang itu kecuali kerugian yang dituai setelahnya. Saya menolak semua prestasi dan hasil peperangan ini, karena sebenarnya peperangan itu tidak menyebabkan Israel bisa diterima oleh kalangan Arab."

Ia menambahkan, justeru pasca peperangan itu, Israel memasuki fase peperangan yang baru sehingga harus berhadapan dengan gelombang pejuang Islam seperti Hizbullah dan Hamas. “Israel selanjutnya akan hidup di ujung pedang dalam melewati hari-harinya, karena kebodohan pimpinan mereka, ” ujar Yejal.

Menurutnya, posisi Israel ketika itu, bisa dikatakan jatuh pada jebakan yang merugikan diri sendiri melalui kemenangannya atas pasukan Arab.

Selain itu, seorang komentator politik Israel Amenon Abramofis, juga di channel 2 televisi Israel mengatakan bahwa setelah empat puluh tahun peperangan mencaplok Al-Quds, hasilnya Israel telah masuk dalam sebuah situasi strategis yang sangat berbahaya. “Israel tidak mampu menundukkan gerakan nasional Palestina dan melumpuhkan para pejuangnya, padahal Israel telah menggunakan berbagai sarana, ” ujarnya.

Terkait dengan hal ini, mantan PM Israel Ehud Barack mengatakan, “Setelah empat dekade ini, ada perasaan kecewa yang masuk ke dalam diri kita. Sementara orang-orang Palestina seperti kasur karet yang setiap kali diberikan beban yang berat, maka dia semakin mendapatkan kekuatan untuk melawan. ” (na-str/iol)