Perang, Membuat Rakyat Irak Jadi Atheis

Irak kini sedang diguncang dengan berita makin banyaknya orang-orang Irak yang meninggalkan agama Islam dan memilih menjadi atheis. Sejauh ini, memang belum diketahui berapa banyak Muslim Irak yang menjadi atheis. Tapi dari cerita mulut ke mulut, infomasi bahwa ada Muslim Irak yang kini memilih atheis adalah fakta menimbulkan keresahan di Negeri 1001 Malam itu.

Syaikh Abdul Rassoul Al-Rabia’a, seorang guru agama di Universitas Bagdad mengaku terkejut ketika anak lelakinya menceritakan perihal ayah temannya yang memilih menjadi atheis. Sang ayah bahkan menginginkan anaknya untuk tidak lagi menganut agama Islam dan mengikuti jejak sang ayah menjadi atheis.

"Saya menyarankan anak saya agar membawa temannya itu ke rumah. Saya ingin mengatakan padanya bahwa ia harus tetap menjaga keislamannya dan tidak membantah Tuhannya," kata Al-Rabia’a.

Diduga makin banyaknya Muslim di Irak yang menjadi atheis ada kaitannya dengan aksi-aksi kekerasan yang tiada henti sejak AS menginvasi negeri itu tahun 2003 lalu. Selama hampir sembilan tahun, rakyat Irak mengalami berbagai peristiwa menyedihkan baik yang menimpa dirinya sendiri maupun kerabat mereka.

Seorang warga Irak yang mengklaim dirinya atheis dengan nada skeptis mengatakan,"Irak adalah negeri tanpa Tuhan atau apapun yang bisa menjadi pelindung. Kami sudah dilupakan dan lebih berpikir rasional daripada emosional."

"Saya meninggalkan agama lama saya karena itu satu-satu cara yang bisa melindungi anak-anak saya dari segala bentuk bahaya, satu hal yang tidak bisa dilakukan Tuhan," sambungnya putus asa.

Menurut Yaser, sebut saja namanya begitu, bergabung dengan sejumlah warga Irak lainnya yang juga menyatakan diri meninggalkan agamanya. Pertama kali, anggota mereka baru delapan orang. "Setelah tujuh bulan, anggota kami bertambah menjadi 34 orang. Masih banyak lagi kelompok-kelompok atheis yang membentuk group sendiri di seluruh Irak, terutama di utara dan selatan Irak," ujarnya.

Yaser berkeyakinan, saat ini jumlah orang atheis di Irak sudah mencapai 220 orang yang tersebar dalam beberapa group. Mereka kerap berkumpul dan berdiskusi, dan dipekirakan trend atheis di Irak akan makin meningkat.

Sebagai guru agama, kondisi ini membuat Al-Rabia’a prihatin. Menurutnya, etheisme sebenarnya sangat asing bagi penduduk Irak yang cenderung konservatif. Al-Rabi’a terdorong untuk menolong mereka yang mulai meninggalkan agamanya.

"Jika ada orang Barat yang mengaku tidak percaya Tuhan, saya lebih memilih diam dan tidak mau membahasnya. Tapi ketika mendengar ada orang yang sejak lahir sebagai Muslim kemudian menjadi atheis, saya merasa ingin sekali menolongnya kembali ke jalan yang benar," ungkap Al-Rabia’a.

Ia juga meyakini bahwa atheisme mulai marak di kalangan penduduk Irak. Al-Rabia’a menuding orang-orang Amerika-lah yang telah membawa ide atheisme itu kepada rakyat Irak.

Seorang guru sekolah dasar di kota Baghdad bernama Sara Waleed mengungkapkan, sering mendapat pertanyaan dari anak-anak didiknya tentang atheisme. Anak-anak itu, kata Waleed, mengaku mendengar kata atheisme dari anggota keluarga mereka di rumah yang sudah menjadi atheis.

"Anak-anak sekarang beda dengan anak-anak jaman dulu. Mereka dewasa dengan cepat dan cepat menangkap sesuatu yang baru. Ketika mereka menanyakan tentang atheis, saya mencoba mendorong mereka untuk lebih memperkuat keislaman mereka agar tidak cepat melupakan agama mereka," kata Waleed.

Yaser dan rekan-rekannya yang memilih menjadi atheis sendiri mengaku masih merasa asing dengan atheisme itu sendiri. Tapi ia menyalahkan perang yang terjadi sebagai pemicu makin banyaknya warga Irak yang atheis. "Kekerasan, perbedaan agama, kematian, kelaparan, pengungsian dan persoalan lainnya membuat saya bertanya ‘dimana tuhan?’," ungkap Yaser.

Tapi Waleed berpendapat, hal semacam itu tidak bisa dijadikan alasan bagi seseorang untuk meninggalkan Tuhannya. "Saya sendiri kehilangan dua saudara lelaki saya dalam perang, tapi saya tidak pernah berhenti meyakini Tuhan, bahkan keyakinan saya makin kuat," tandasnya. (ln/iol)