Qaradhawi: Umat Beragama Harus Dialog, Tapi Ada Syaratnya

DR. Yusuf Al-Qaradhawi menegaskan, Islam menyambut baik upaya dialog untuk saling menjembatani pemahaman antar agama. Tapi itu bukan tanpa syarat.

“Siapa saja yang mendukung pihak yang menzalimi kami dan menyerang yang kami sucikan, berarti dia tidak termasuk dalam syarat itu, ” ujar Qaradhawi.

Qaradhawi mengajukan tiga syarat prinsipil bagi semua pemeluk agama samawiyah, yaitu tiga hal yang tak boleh diperselisihkan.

Pertama, keimanan kepada Allah Swt. “Kita satu barisan untuk menghadapi arus ateisme dan materialisme yang menolak adanya Tuhan. Kita jelaskan kepada mereka bahwa keimanan kepada Allah itu memberi ketenangan dan stabilitas batin. Dan itulah salah satu tujuan hidup, ” ujar Qaradhawi.

Kedua, akhlak dan moral. Masalah ini, menurut Qaradhawi tidak ada perbedaan antara agama yang satu dengan lainnya, bahkan peradaban modern sekalipun. Qaradhawi mencontohkan bagaimana sesungguhnya pandangan Injil terhadap masalah zina. Di mana Injil menyebutkan bahwa pandangan kaum laki-laki terhadap perempuan dengan kecenderungan dalam hatinya adalah termasuk zina. Nilai itu sama dengan sabda Rasulullah saw, “Mata itu berzina, zinanya adalah melihat yang haram. Tangan itu berzina, zinanya adalah menyentuh yang haram…”

Maka, tambah Qaradhawi, semua penganut agama samawi harus sama-sama menjunjung nilai-nilai akhlak luhur manusia.

Hal ketiga yang menurut Qaradhawi tidak boleh diperselisihkan adalah keadilan. Semua orang harus membela hak manusia untuk merdeka dan menentukan jalannya sendiri, hak untuk memepertahankan tanahnya dari perampasan dan membela kehormatannya.

“Perdamaian dan stabilitas itu terjadi ketika kita bisa memerangi kezaliman. Jika keadilan diterapkan, akan membangun. Tapi jika kezaliman dilakukan akan menghancurkan. Kezaliman menghapus barakah dari bumi, ” ujar Qaradhawi.

Acara yang digelar Dewan Fatwa dan Kajian Islam Eropa ini juga mengundang sejumlah perwakilan agama non Islam untuk hearing. Di antara undangan, terdapat wakil dari kelompok Yahudi, Katolik dan Ortodoks yang juga hidup di Bosnia. Perwakilan gereja Katholik, Niko Ikic mengatakan bersyukur dengan diadakannya forum seperti ini.

“Masyarakat Bosnia sangat membutuhkan sikap saling menghormati dan hidup berdampingan dengan damai, ” ujarnya.

Sementara tokoh perwakilan Gereja Ortodoks Vanja Jovanovic mendukung pentingnya dialog antara penganut agama. “Ini penting sekali untuk mewujudkan saling toleran dan saling menghormati agar terbangun Bosnia yang baru, ” katanya.

Majlis Fatwa dan Kajian Eropa didirikan pada 30 Maret 1997 di London, Inggris. Pendirian lembaga ini dilakukan oleh sekitar 15 tokoh Islam di Eropa dan disokong oleh Lembaga Persatuan Organisasi Islam di Eropa. (na-str/iol)